Part 35

154 20 0
                                    

Hai, maaf lama update. Lagi gencar nyoba event nulis lagi. hehe

Happy Reading!

***

Lucarion. Dari nama marganya saja, sudah terlihat jika Amber bukan warga lokal Kerajaan Api. Sudah menjadi rahasia umum jika dia berasal dari kerajaan lain, Kerajaan Angin lebih tepatnya. Ciri khas kerajaan itu, memberikan marga di belakang nama asli. Namun, Lucarion bukanlah bangsawan yang terkenal. Baron, hanya itu gelar ayahnya.

Gelar bangsawan paling rendah yang dibawahnya ada gelar kesatria dan rakyat biasa. Namun, itu adalah gelar bertahun-tahun yang lalu. Sejak Amber berumur sepuluh tahun, gelar Baron sudah dicabut dari kepala keluarga Lucarion.

Kebangkrutan adalah pemicu utamanya. Meskipun, alasannya karena sifat boros dari keluarga Lucarion sendiri. Mereka juga pelit, wilayah yang berada di bawah pimpinannya selalu menderita. Penghasilan mereka tidak sebanding dengan pajak yang ditetapkan. Berada di Kerajaan yang damai tak membuat mereka bahagia, karena ulah Baron Lucarion itu.

Ayah Amber selaku kepala keluarga Lucarion memiliki sifat yang sombong dan tamak. Apapun akan dirampas olehnya dan dinikmati sendiri. Mengaung-gaungkan namanya yang tak besar, bermimpi besar untuk menjadi raja, memiliki selingkuhan di mana-mana, dan sifat busuk lainnya. Daripada mengurus wilayahnya, Dika --Ayah Amber lebih memilih pergi ke bar atau rumah bordil.

Boro-boro wilayahnya diurus, keluarganya saja tidak. Itulah sebabnya semua anggota keluarga di sana memiliki sifat yang tak jauh berbeda dengannya. Suka memerintah, egois, pemarah, suka merendahkan, pelit, dan sifat brengsek lainnya. Sang istri tak kalah mengerikan dengan Dika, Shella juga sering selingkuh. Apalagi seleranya adalah pria-pria muda alias berondong. Entah berapa banyak selingkuhannya sekarang.

Anak pertama mereka, Luke juga tak jauh berbeda. Menggauli gadis-gadis di desa serta melakukan perjudian adalah kesehariannya. Hanya Amber yang masih kecil yang tak mengerti tentang itu semua. Dia diabaikan lebih tepatnya. Keluarganya tidak ada yang peduli, apalagi para pelayan.

Beberapa pelayan sengaja membuatnya tersiksa, sebagai balas dendam atas perbuatan keluarganya. Beberapa orang juga sengaja menyamar menjadi pelayan atau kesatria untuk melakukan hal yang sama. Mereka mungkin salah sasaran, tapi itu lebih baik untuk melampiaskan emosi. Amber kecil yang tak tahu apa-apa hanya bisa berlindung di balik pintu kamar.

Semenjak orang-orang menyiksanya, dia tak berani membawa siapapun ke kamar. Meskipun percuma, karena pelayan memiliki kunci kamar miliknya. Amber setiap hari mendapatkan luka di sekujur tubuhnya. Tubuhnya juga amat kurus jika dibandingkan anak seumurannya. Dia tak diberi makan, Amber juga sering mencurinya meski berakhir dipukul juga.

Jangan kira Amber tidak mengadu pada orang tuanya. Namun, lagi-lagi tidak ada yang peduli. Tangisan dan rengekannya dianggap angin oleh Dika dan Shella. Luke bahkan tak pernah melihat ke arah Amber.

"Ayah, Ibu, Kakak, tolong aku."

Ketiganya bergeming. Membiarkan rengekan bocah itu sebagai angin lalu. Amber menangis dalam diam. Memakan seluruh rasa sakit dan tangisnya di kala yang lain menyantap steak sebagai makan malam.

Semua yang perbuatan di bumi memiliki balasannya masing-masing. Ada yang diberi balasan baik, ada juga yang diberi balasan yang buruk. Keluarga Lucarion mendapat yang buruk. Tingkah laku mereka diendus oleh pihak kerajaan. Dicabutlah gelar kebangsawanannya, diusir dari wilayah kerajaan, dan dirampas seluruh kekayaan yang tak seberapa itu. Dika pun seperti orang kesetanan, mengumpat dan mengutuk semua orang bahwa mereka akan menyesal.

Namun, tidak. Hanya keluarga Lucarion yang menyesal. Sayangnya, ketiga orang itu tak menyadari. Mereka sibuk menyalahkan semuanya. Tidak ada yang mengintropeksi diri atau bahkan berbenah diri. Sifat ketiganya semakin buruk, pemarah dan bermain fisik. Dan Amber, lagi-lagi menjadi pelampiasan.

"Dasar anak tidak berguna! Aku sudah memintamu untuk mencari uang, bukan? Tapi, apa ini? Bahkan tak bisa untuk memberiku sebotol alkohol!"

Satu pukulan telak diterima oleh anak perempuan berambut pirang tersebut. Meski warna pirangnya sedikit redum oleh debu dan kotoran berkat jarangnya dia bersihkan. Amber hanya bisa meringkuk, melindungi kepalanya.

Tidak ada yang mampu melindunginya. Ah, sejak awal, gadis itu selalu sendirian. Di rumah megahnya, dia hanya sendiri. Di rumah gubuk ini pun, dia hanya sendiri. Seolah orang asing dengan tiga orang gila tersebut. Kasih sayang yang harusnya diajarkan dalam lingkungan keluarga, sama sekali tidak dirasakannya.

Amber tumbuh menjadi anak yang tanpa perasaan. Hatinya kosong dan yang dia inginkan saat ini hanyalah balas dendam. Kepada keluarganya, kepada takdir yang membuatnya terpuruk seperti ini. Namun, dia hanyalah anak kecil. Pertemuannya dengan Samuel pun membuatnya bangkit lagi.

Amber tak percaya dengan keajaiban, semua pasti ada balasan dan berbayar. Perjanjian diantara Samuel dan Amber terbentuk. Amber menghancurkan keluarganya, tapi tak berani menghapus nama marga di depan namanya.

"Aku bisa memberimu margaku jika kau mau, Amber," tawar Samuel setelah selesai 'membersihkan' keluarga Lucarion.

Gadis itu kembali menggeleng. Dia tetap keras kepala. "Aku tidak sudi menjadi pewarismu. Tujuanmu menjadi raja, bukan? Aku tak mau terikat. Toh, aku lebih nyaman dengan namaku saat ini."

Samuel mengangkat bahu, pasrah saja. Selagi tidak merusak rencana besarnya, dia tak peduli apapun. Lantas, dia mengajak Amber ke rumahnya. Mengajari semua tata krama kebangsawanan yang tak didapat dari orang tuanya, pengetahuan umum, dan semuanya untuk menjadi putri seorang Grand Duke.

Hingga akhirnya, Amber bertemu dengan Zayden. Yang sontak meluluh lantahkan semua tekad miliknya. Perjanjian lama yang dibuat dengan Samuel, terpaksa direvisi.

"Izinkan aku menikah dengan Pangeran Zayden!"

Samuel melongo sejenak. Menatap lamat-lamat wajah penuh sinar dari putri angkatnya. Saat dia bertanya alasannya, tentu karena cinta. Pria itu pun mengusap wajahnya sejenak. Sebagai orang yang lebih tua dan berpengalaman, Samuel paham arti perasaan sang gadis. Dia juga pernah merasakannya.

Namun, itu bisa jadi sebuah bencana dalam rencananya. Kalau saja yang dipilih bukanlah putra mahkota yang akan menjadi pewaris tahta, Samuel mengizinkan.

"Amber, apa kau benar-benar mengerti tujuanku?"

Amber berkedip polos. "Menjadi raja, bukan?"

"Iya. Dan itu berarti, bisa saja aku membunuh Pangeran Zayden."

Bukannya ketakutan, Amber justru tersenyum miring. "Itu hanya salah satu pilihan, Ayah Sam. Aku akan membuat pilihan lain di mana kau tetap bisa menjadi raja dan aku mendapatkan Pangeran Zayden."

Cinta itu tidak buta atau membutakan. Hanya membuat orang waras menjadi lebih gila dibandingkan sebelumnya. Lihatlah kedua orang ini. Mereka sama-sama gila berkat kata cinta yang hadir seenaknya di hati mereka.

Sayangnya, tidak semua berjalan semulus wajah cantik Amber. Rencananya berantakan, berkat sosok Dunches dari wilayah barat yang hadir ke kehidupan Zayden. Andaikan Amber tak termakan api cemburu, mungkin saja, rencananya masih berjalan seperti keinginannya.

Namun, Amber memilih menyerah dengan keadaan. Kisah cintanya, harus berakhir ini sini.

***

Iya, tahu ini pendek. Nggak ada seribu kata dan malah nyeritain Amber pula. Tapi, ini penting karena buat nyorot kondisi Kerajaan Api terkini.

Chapter selanjutnya bakal bahas Zayden sama Nafa lagi kok. Dan doakan, moga cepet kelar ini cerita huhu

tbc...

Prince Babysitter [END Masih Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang