Epilog

411 22 0
                                    

Bantuan dari Satoru ternyata berpengaruh besar. Tak butuh waktu seminggu, perang itu usai. Christhoper keluar menjadi pemenang. Untuk mencegah hal yang sama, Christhoper mencopot gelar bangsawan dari para adiknya.

"Berterima kasihlah padaku, hahaha!" sombong Satoru yang kini sudah memakai mahkota besar di kepalanya. Rambutnya masih saja panjang, justru terkesan elegan.

"Ya, ya, ya. Terima kasih Raja Angin kesiangan," cibir Zayden. Dia lalu melirik ke arah belakang Satoru. "Ngomong-ngomong, kau hanya sendiri?"

"Tentu saja. Apa maksud ... ooh!" Satoru tersenyum lebar. Mengerti maksud dari sikap malu-malu Zayden. "Permaisuri cantikku mana mungkin kubiarkan turun ke medan perang yang berbahaya?"

Alis Zayden menukik tak senang, "'Permaisuriku' katamu? Nafa bukan milikmu!"

Senyum Satoru semakin lebar. "Kenyataannya kami memang sudah menikah, hahaha!"

Zayden langsung membekap mulut Satoru. Memberinya tatapan tajam dan aura mengerikan. "Mau kubongkar rahasiamu, Lady Satoru Mayashi?" ancamnya.

"Ah, oke-oke. Aku menyerah."

Satoru berdeham. Bercerita jika kekasih Zayden itu baik-baik saja. Setelah tenang, Zayden berniat ikut bersama Satoru untuk kembali ke Kerajaan Angin.

"Terima kasih, Zay, Toru. Berkat kalian, aku bisa menjadi raja sekarang." Christhoper menjabat tangan masing-masing sahabatnya itu.

"Hei, ada apa ini? Ke mana perginya Chris yang tsundere dan tengil itu?" tanya Satoru sedikit ragu ketika menerima jabatan tangan dari Christhoper.

Ketiganya lantas tertawa. "Kau masih belum melihat dirinya murung, Toru. Wajahnya seperti kucing yang tidak diberi makan seharian," timpal Zayden.

"Zay! Kau ini, ya!" Christhoper memberikan bogeman pada mulut kurang ajar dari Zayden. Yang dipukul hanya tertawa renyah.

Mereka pun berpamitan. Christhoper ingin ikut, tapi kerajaannya masih kacau berkat peperangan terakhir. Rose nampaknya ingin berada di samping Christhoper. Dia juga memilih untuk tinggal. Sore itu, kereta Satoru dan Zayden beranjak meninggalkan Kerajaan Air.

***

Sementara itu, Nafa sedang dipusingkan dengan tugas istana yang menumpuk. Apalagi semenjak Satoru pergi ke Kerajaan Air, semuanya diurusnya sendiri. Meskipun ada Lily dan para bawahannya, tetap saja ini terasa melelahkan.

"Ah, bagaimana dengan perangnya, ya? Sangking sibuknya, aku lupa membalas surat dari Zay. Ya ampun. Aku harus membalas apa, ya?"

Saat ini dia sedang berada di luar istana. Menghirup udara segar yang ada di taman adalah ide dari Lily. Dia takut jika Nafa akan gila berada di dalam ruangan terus menerus. Nafa butuh refleksing sejenak meskipun dirinya masih memegang dokumen istana.

"Lily, bawakan kertas dan pena untukku. Aku harus menulis surat," pintanya.

Lily hanya merunduk dan langsung undur diri. Nafa menyandarkan tubuhnya di kursi. Menatap langit yang cerah. "Aku merindukan Zay," bisiknya pada dirinya sendiri.

"Kebetulan, aku juga merindukanmu."

Bola mata merah itu berkedip. Melotot dengan lebar karena pemandangan langitnya berubah. Sosok dengan rambut seputih awan dan mata biru yang sedang bertatapan dengannya. Nafa pun berteriak terkejut. Dia nyaris terjungkal dari kursinya jika Zayden tidak menompang pinggang mungil milik Nafa.

"Astaga, hati-hati, Naf." Zayden membantu Nafa berdiri.

"Zay?"

"Iya?"

"Ini sungguh kau, Zay?" Nafa menyentuh pipi Zayden untuk memastikan bukan halusinasinya. Sedangkan pemuda di depannya tertawa renyah. Tanpa menjawab, dia langsung memeluk tubuh yang sangat dirindukannya itu.

"Masih belum percaya?"

Nafa masih tak percaya. Namun, air matanya bekerja lebih dulu. Tangannya membalas pelukan milik Zayden dengan erat. Seolah tak ingin Zayden pergi lagi. "Huaa! Zay! Aku merindukanmu!"

"Aku juga." Zayden langsung meraup bibir Nafa dan menciumnya dengan lembut. Menyalurkan semua rasa rindu dan kasih sayang. Mereka melakukannya dengan waktu yang cukup lama.

"Hei, kalian. Cari kamar saja sana, jangan melakukannya di tempat terbuka seperti ini," intrupsi Satoru yang datang bersama Zayden sedari tadi. Menyebalkan jika harus menjadi obat nyamuk.

Nafa yang kepergok pun menunduk malu. Wajahnya sangat merah sekarang, berbeda dengan Zayden yang tersenyum bangga. "Baiklah. Antar kami ke kamar kosong."

"Zay!" teriak Nafa memukul lengannya.

"Benar, kalian harus segera menikah dan memiliki anak. Kalau bisa laki-laki, ya."

"Dih, kok ngatur?" cebik Satoru menggaet tangan Nafa yang masih menahan malu.

Satoru tersenyum miring. "Kalian kan harus memberikanku pewaris. Anak kalian yang akan menjadi raja Kerajaan Angin selanjutnya. Jadi, tolong segera, ya!"

"Toru, kau ini!"

Zayden memukul kepala sahabatnya yang tidak tahu diuntung itu. Seenaknya saja meminta untuk menikah dan memiliki anak. Itu kan keputusan Zayden dan Nafa sendiri. Daripada membuang waktu mengurus sahabatnya yang gila itu, Zayden menarik Nafa untuk pergi.

"Tak usah kau pikirkan ucapan Toru tadi." Zayden mengawali percakapan mereka di lorong istana. Lalu membelokkan kaki menuju menara istana. Mengajak Nafa untuk menuju puncak menara.

"Apa ... kau tak ingin memiliki anak denganku?"

Zayden membalikkan badan. Angin terasa lebih kuat di atas menara. Mereka menghadap pintu menara yang menyajikan pemandangan kota. "Jangan bercanda, Naf."

Nafa terkejut ketika Zayden melepas genggaman tangannya. Apa dia terlalu berharap?

"Aku bahkan belum melamarmu dengan benar. Bagaimana mungkin aku berpikir tentang anak?" Zayden menekuk kakinya. Berpose seperti seorang prajurit yang hendak mengucap janji setia pada orang yang dihormatinya. Tangannya mengeluarkan sebuah kotak merah dan menunjukkan sebuah cincin di sana.

Nafa menutup mulutnya, ini sungguh di luar dugaan.

"Nafa. Setelah semua masalah yang kuberikan padamu, setelah sekian lama waktu yang harus membuatmu menunggu. Apakah aku masih kau izinkan untuk mengambil posisi sebagai pria yang menemani hari-harimu selanjutnya? Apakah kau mau menikah denganku?" Zayden mengucapkannya dengan tulus.

Gadis di depannya mengeluarkan air mata dengan deras. Dia menangis, tapi bukan tangis kesedihan. Nafa lantas memutar salah satu kakinya ke belakang dan mengangkat ujung gaunnya. Memberikan hormat layaknya seorang Lady.

"Dengan senang hati, Zayden."

Tamat.

***

Okey, aku mau bilang makasih banyak buat kalian yang udah baca cerita ini sampai tamat🥰

Semua dukungan kalian bikin aku semangat dan senyum senyum ketika buka wp wkwkwk. Maap banget juga karena lama.

Semoga kalian puas dengan endingnya. Btw, jangan lupa mampir ke karyaku yang lain, yap!
Sampai jumpa lagi hehe

Prince Babysitter [END Masih Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang