Hai, ada yang kangen sama Zay?
Sorry, keinginanku bat up tiap Minggu agaknya harus dijadikan agenda dulu:')
Happy Reading!
***
"Zay, aku capek!"
"Zay, apa masih jauh?"
"Tolong, kakiku patah ini."
"Ya udah, kasih yang membutuhkan." Zayden berniat mengabaikan rengekan itu, tapi telinganya tidak mampu menahan suara menyebalkan yang keluar dari pria pirang yang tingkahnya melebihi putri kerajaan.
"Kejam banget. Memang seperti itu sikap seorang putra mahkota?"
"Ngaca dulu sana!"
Christhoper memanyungkan bibirnya. Berpura-pura merajuk sembari mencari perhatian, tapi sayang, dia bukanlah seorang putri. Pangeran tidak mungkin menghiraukannya. Kecuali dia memiliki cinta yang cukup unik.
"Kalau memang secapek itu, mau kugendong, Pangeran Christopher?" tanya Nafa polos. Tangannya bahkan siap menahan beban dengan terulur ke depan.
"Ha? Ah ... nggak, kok, nggak usah."
Salah satu contoh manusia plin-plan adalah Christopher. Dia sendiri yang menginginkan sebuah perhatian, tapi dia juga yang menolaknya. Selain tak enak, dia merasakan akan ada yang mengamuk jika dia mengiyakan tawaran Nafa. Bisa bahaya.
"Beneran, lho. Anggap saja ini balas budiku karena sudah membantu saat aku menjadi bayi dulu." Nafa masih ingat jika dulu dia sering digendong oleh semua orang. Lily, Zayden, bahkan Christopher. Semua itu terjadi karena tubuhnya yang lemah. Namun, sekarang dia sudah sehat bugar.
Christopher kembali menggeleng kuat. mau dibawa ke mana jika dia meminta gendong pada seorang Lady. Akan membuat malu seluruh kesatria di dunia ini.
Rose justru mencebik, Lady memang tidak mengerti perihal harga diri seorang pria ataupun kesatria. Baginya, perempuan dan lelaki itu sama saja. "Kau berpikir Nafa itu lemah seperti saat bayi dulu? Salah! Dia itu wanita gorila yang bisa membelah gunung dengan satu kali pukulan." Nafa menatapnya tak setuju. "Nih, kalau gak percaya."
"Hei!" Nafa terkejut mendapati tubuh Rose yang langsung terlempar ke arahnya. Tangannya dengan sigap meraih pinggang dan belakang betisnya. Menggendongnya ala tuan putri. "Jangan tiba-tiba, dong."
Rose menyengir tanpa dosa. Dia merasa nyaman di gendongan Nafa hingga menyandarkan kepalanya di bahu. Mendengarkan debatan kedua lelaki itu membuatnya lelah. Ditambah perjalanan mereka yang seolah tak ujung menemukan hilal.
Beberapa kali Rose bertanya seberapa jauh, Zayden hanya menjawab sebentar lagi. Mengerti jika dikatakan yang sebenarnya hanya akan membuat kelompok ini semakin sulit untuk maju. Toh, dia malas menjelaskan.
Kerajaan Angin yang menjadi tujuan mereka selanjutnya berada di timur Kerajaan Api. Berbatasan dengan hutan lebat yang tidak dihuni manusia. Orang yang akan ditemui mungkin hanyalah seorang pemburu atau orang tersesat. Sedikit menguntungkan bagi mereka tentunya.
Namun, hutan bukanlah tempat yang selalu aman. Serangan hewan buas hingga monster datang silih berganti. Andai tidak ada para kesatria dan dua pangeran yang kuat itu, mungkin perjalanan mereka harus terhenti di sini.
"Di depan sana adalah garis perbatasan. Lima kilometer setelahnya, adalah kota terdekat Kerajaan Angin." Zayden menunjuk sebrang sungai besar yang menjadi titik perbatasan kedua kerajaan. Mereka sengaja beristirahat sejenak di pinggir sungai untuk mengisi tenaga.
Tujuan mereka tentu tidak semudah itu. Dengan keterbatasan laku mereka kini, Zayden tidak bisa seenaknya mengirimkan surat atau menghubungi Pangeran Angin dengan bentuk apapun. Bisa-bisa pelariannya akan terendus. Dia harus meminimalkan jejak.
"Kau kenapa Zay? Merindukan kerajaan?"
Zay menegakkan kepala, tak sadar jika tingkahnya yang selalu melihat ke belakang dipergoki oleh Christopher. Sedikit benar, Zayden juga mengkhawatirkan ayah bundanya. Namun, alasan utama mengapa dia selalu melihat ke belakang ialah karena Zayden merasa ada yang mengikuti.
"Paling perasannmu saja." Christopher mengangkat bahunya cuek.
"Para rusa kali. Mereka balas dendam karena keluarganya kita makan," kata Rose yang bertugas menguliti sampai menyajikan makanan di kelompok itu. Dua ekor rusa muda adalah menu makan siang mereka terakhir kali. Sebenarnya dia ingin memprotes karena daging yang dibawakan terlalu muda, tapi di dalam keadaan bertahan hidup seperti ini batu saja bisa dimakan kalau terdesak.
Zayden meragukan hal itu. Jika benar rusa atau hewan lainnya, sudah pasti firasatnya tak seburuk ini. Instingnya mengatakan jika ada hal lain yang mengerikan membayang-bayangi di belakang mereka. Pergerakan rumput yang diinjak, angin yang membawa suara hutan juga seolah memberitahunya. Ada musuh di sana.
"Nafa ke mana?!" panik Zayden teringat kekasihnya yang tidak dalam pandangannya.
"Sedang mengambil air."
Terlambat. Kecepatan lari Zayden kalah dengan orang yang mengawasi mereka. Orang berbaju serba hitam melesat lebih cepat menuju ke arah sungai. Tanpa memberi Nafa jeda, dia mendorongnya hingga jatuh ke dalam sungai yang dalam.
Zayden segera mengeluarkan pedangnya. Menebas orang serba hitam tadi meski lagi-lagi kecepatannya dikalahkan. Orang serba hitam itu mengeluarkan belati, menangkis permainan pedang Zayden hingga memojokkannya di pinggir sungai. Gerakannya sangat gesit, berkat senjata yang lebih pendek. Dia juga terus mengincar bagian vital di tubuh Zayden. Beberapa titik berhasil dia goreskan.
Namun, tak semudah itu membuat Zayden tumbang. Dia mengabaikan rasa sakitnya dan terus menyerang. Zayden harus mencari celah.
"Puah!" Sialnya, Zayden melupakan Nafa yang sudah mengangkat kepala untuk menarik oksigen sebanyak dia bisa. Arus sungai yang kuat membuat kemampuan berenangnya tak berdaya. Air sungai tumpah seperti sedang membawa semua alir dari hulu untuk menyeret Nafa. "To-tolong!"
"Ah, Nafa!"
Perhatian Zayden teralihkan, belati milik orang serba hitam berhasil menusuk paha dalamnya. Meringis kesakitan, Zayden tetap berusaha berdiri. Sebuah bogeman mengarah pada perutnya yang datar. Mulutnya mengerang, tubuhnya limbung karena berkali-kali di pukul di titik yang sama. Tanpa usaha, orang serba hitam itu mendorong Zayden ke arah sungai.
"Sial! Woe, Zay! Kau mati?!" Christoper tak kalah sibuk. Kemunculan orang serba hitam tak hanya satu, tapi sekumpulan. Jumlahnya mungkin ada sepuluh. Dua mengurung Christoper, satu mengurus Zayden, tujuh lainnya berada di dekat kesatria pengawal yang melindungi Rose.
Lady Rose hanya mampu berteriak dan menutup telinganya. Menyaksikan baku hantam untuk kesekian kalinya dan dua orang yang tenggelam dalam dinginnya sungai. Gadis itu tersentak ketika kesatria terjatuh di hadapannya. Bersaman dengan tarikan tangan dari orang serba hitam.
"Le-lepaskan aku! Tolong!" pinta Rose memberontak. Namun, itu justru membuatnya mendapat pukulan telak di bagian belakang lehernya. Kesadarannya menghilang, yang dia rasakan hanyalah dinginnya sapuan air yang menembus kulit.
"Agh! Sial!" Christoper frustasi. Daripada bernasib sama, dia memilih menceburkan diri sendiri ke arah sungai. Berjuang sekuat mungkin menggapai tubuh Rose dalam dekapannya. Menariknya ke permukaan sembari mencari kedua orang yang lain.
Cuaca nampaknya sedang merasa sedih. Hujan kilat datang tanpa permisi mengaburkan pandangan Christoper. Arus sungai juga semakin kuat hingga Christoper memilih pasrah mengikutinya.
Keempat orang itu hilang dalam kekacauan alam.
"Kita kembali. Melaporkan jika Pangeran Cruise Zayden Denshaun dan temannya telah tewas." Pimpinan orang serba hitam kembali melompat ke hutan. Menuju Kerajaan Api setelah merampungkan misi.
***
Ini kalau dikasih tanda tamat seru kayaknya wkwkwk
Semua mati, authornya jadi psikopat muahahhaa!TBC...
Iya, masih lanjut kok santuy
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince Babysitter [END Masih Lengkap]
FantasyZay, pangeran mahkota yang menolak dijodohkan mengutuk tunangannya menjadi bayi! Sang tunangan yang tak terima memintanya untuk mengembalikan tubuhnya seperti semula. Namun, sayangnya Zay tak tahu bagaimana caranya. Lantas, dia diminta untuk tanggun...