Tanpa terasa, senja mulai menyapa. Sebuah kereta kuda keluar dari sebuah gerbang menuju tempat lain. Suara tapak kuda mendominasi di jalanan ibukota. Teriakan pedagang juga mengiri perjalanan. Mereka menawarkan apa yang dijual. Dari makanan, barang, hingga jasa. Semuanya dilakukan demi cuan.
Chris menatap malas ke arah luar. Tubuhnya mungkin tak lelah, tapi mentalnya terkuras habis. Akting yang dilakukan dalam tiga jam membuat batinnya berteriak, meronta ingin menjadi pribadinya yang biasanya. Pemalas itu terlalu bekerja keras.
Di sebrangnya, seorang Lady duduk dengan tenang. Awalnya, dia sungkan untuk duduk beriringan dengan Pangeran, tapi dia tidak memiliki pilihan lain. Ah, dia tak pernah diberi kesempatan untuk memilih.
"Pangeran Willam," panggilnya. "Kenapa nama saya menjadi Jasmine, ya? Bukannya kesepatakan awal kita membuat nama Stella?"
Lily gatal sekali ingin bertanya hal ini sejak tadi. Padahal, butuh waktu dua puluh menit untuk mendebatkan nama tersebut. Dan Chris dengan seenak jidat mengubahnya.
"Ah, itu ... aku lupa." Sadar dengan tatapan datar dari Lily, Chris mulai berkilah. "Ma-mau gimana lagi? Aku kan tidak suka mengingat nama perempuan. Lagipula, itu tidak penting sekarang. Kau bisa mengatasinya dengan baik."
Hidung Lily mendengus pelan. Mana mungkin dia berani bertingkah tak sopan di depan bangsawan. Meskipun dia sedikit geram karena tingkahnya yang tak ingin meminta maaf atau setidaknya memberikan ucapan terima kasih.
Baiklah, dia akan menuntut kenaikan gaji pada majikannya nanti.
"Tapi, saya tidak menyangka Anda mau membantu. Maksudnya, Anda kan Pangeran Kerajaan Air. Masalah internal semacam ini harusnya tidak boleh dibocorkan oleh orang luar. Anda sendiri juga memiliki masalah sendiri, bukan?"
"Aku membantu bukan sebagai Pangeran Air. Tapi, sebagai teman. Dan itu tak butuh alasan apa-apa lagi." Chris melipat tangannya, bertingkah angkuh. Seringainya muncul, "Aku juga akan meminta imbalan, jadi kau tenang saja. Kalau tak salah, kau juga mata-mata, bukan? Aku punya permintaan khusus untukmu."
Lily meruntuki mulutnya yang lancang berbicara. Seharusnya dia diam. Bukannya sok-sokan dan membuat list pekerjaannya mengganda. Sudah menjadi pelayan, pekerjaan sampingan jadi mata-mata, dipaksa jadi detektif, berpura-pura menjadi Lady, sekarang dia harus cosplay menjadi apa lagi?
Sungguh, Lily akan mogok kerja dan demo apabila gajinya tidak dinaikkan.
***
"Hachu!"
"Hei, kini gantian kau yang terkena flu?"
Nafa mengusap ingusnya dengan sapu tangan. Menggeleng, dia hanya bersin biasa. Toh, ini gara-gara debu yang menempel di buku tua. Entah sejak kapan mendekap di perpustakaan atau memang pelayan kerajaan yang tak becus melakukan pekerjaannya.
"Sudah kau temukan?"
"Tidak. Ini malah buku tentang Berpedang Ala Kesatria Darren. Hmm? Dareen siapa?"
Zay segera menaikki tangga kayu yang ujungnya diduduki oleh Nafa. Merebut dengan kilat buku tebal yang kertasnya telah usang. Nafa terkejut, untung dia tak terjungkal dan jatuh ke bawah. Tingkah pangeran itu makin hari makin barbar saja.
"Harta karun! Ini adalah harta karun! Astaga, Kesatria Darren katanya?!" pekiknya penuh antusias. Dia lantas turun dari tangga dengan melebarkan kaki di masing-masing sisi tangga yang digunakan untuk pegangan tangan lalu merosot seperti sedang bermain seluncuran.
Nafa turun dari tangga dengan langkah hati-hati. Mendekat pada Zay yang antusias membuka buku bersampul biru itu. "Siapa Darren?" tanyanya lagi.
"Kau tak tahu?! Dia legenda para kesatria. Kemampuan pedang yang menakjubkan ditambah sifat bijaksana membuatnya disegani bahkan oleh para raja. Kalau saja dia gila kekuasaan, pasti seluruh benua sudah digenggamannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince Babysitter [END Masih Lengkap]
FantasíaZay, pangeran mahkota yang menolak dijodohkan mengutuk tunangannya menjadi bayi! Sang tunangan yang tak terima memintanya untuk mengembalikan tubuhnya seperti semula. Namun, sayangnya Zay tak tahu bagaimana caranya. Lantas, dia diminta untuk tanggun...