Selamat membaca!
Mari tebarkan cinta dengan menekan tombol vote dan beri komentar di setiap paragraf!
🐻🐣🐿🐇🐢
Lalisa, siswa dingin dan misterius itu masih saja menenggelamkan wajahnya di atas meja. Tidak peduli hiruk-piruk kelasnya yang ramai memprotes banyaknya tugas kelompok dengan deadline yang singkat dan jumlah anggota yang hanya dua orang.
"Jennie, karena teman sebangkumu tak masuk, kau sekelompok dengan Lalisa saja," saran pak Albert.
Brak!!!
Bunyi gebrakan itu berhasil membuat kelas menjadi sunyi seketika.
"Aniya? Saya tidak mau! Cihhh! Setidaknya kasih saya partner yang selevel," ujarnya sambil menatap remeh siswa di bangku pojok belakang.
"Jelas kepintaran Lalisa jauh di atas kamu Jennie," jawab pak Albert.
"Maksud saya yang ekonominya di atas rata-rata. Rata-rata juga tidak apa-apa asal tidak serendah dia," ujarnya sinis.
"Jennie, berhenti berulah. Kamu tinggal pilih, mau sendiri atau bersama Lalisa. Ingat, nilaimu butuh diperbaiki untuk kelangsungan asetmu," jawab pak Albert dengan senyuman miringnya lalu bergegas keluar kelas.
"Dasar uncle, sama ponakan sendiri kok tega amat. Sudah tau aku alergi kasta rendahan," batinnya menggerutu.
Dengan sangat terpaksa, Jennie segera pindah ke meja belakang tempat Lalisa duduk. Jika bukan karena appanya yang mengancamnya untuk memperbaiki nilai, dia tidak akan sudi untuk duduk di meja yang sama dengan manusia rendahan seperti Lalisa.
Ya. Bagi Jennie, semua murid beasiswa disana adalah rendahan karena tidak mempunyai cukup uang untuk bersekolah di sekolah elite milik appanya itu. Bahkan dia sering kali komplain pada appanya kenapa beasiswa tidak dihapuskan saja dan jawabannya selalu sama.
"Appa mendirikan sekolah bukan untuk uang, tapi untuk masa depan bangsa," kira-kira begitu kata appa Jennie.
Suara kursi yang digeser di sebelahnya mampu membuat Lalisa menegakkan tubuhnya. Ia menoleh ke arah Jennie yang duduknya dijauhkan dari mejanya. Dia berdehem lalu membuang pandangannya.
"Tugas kelompok fisika. Merangkum bab satu hingga bab lima dari sumber bacaan lain kecuali internet," ujar Jennie membaca rangkumannya.
"Ne," Lalisa langsung beranjak dari duduknya sambil memeluk buku fisikanya. Berjalan melewati Jennie.
"Mau ke mana kau?" raut wajahnya semakin menunjukkan kekesalan akibat sikap acuh Lalisa.
"Perpus."
Gadis dengan rambut sebahu itu berjalan dengan tergesa. Poni yang menutupi sebagian matanya menari bebas ketika ia melewati kipas angin. Beruntung dia menggunakan kacamata bulat sehingga poni itu tak terlalu menusuk matanya.
Dia segera menuju rak bertuliskan fisika, mengambil semua buku yang menurutnya penting untuk tugasnya lalu membawanya ke bangku favoritnya.Perpustakaan sedang sepi karena sekarang masih memasuki jam pelajaran terakhir. Lagi pula jarang sekali ada murid yang mengunjungi perpustakaan terlebih di jam pulang sekolah nanti.
Jennie menghela nafas lelah ketika dihadapkan dengan buku-buku yang berjibun di depannya. Ia segera mencari posisi orang yang meninggalkannya tadi.
"Kau ini benar-benar!" ujarnya pelan namun terkesan ketus.
KAMU SEDANG MEMBACA
When POISON Becomes MEDICINE
Fanfiction(Selesai) FRIENDSHIP Jennie x Lalisa Mereka tak pernah tau mengapa takdir membuat mereka saling berinteraksi jika hanya untuk berseteru. Namun, seiring berjalannya waktu, Lalisa yang dibencinya ternyata menjadi penyembuh traumanya~ Start : 03-02-22 ...