Jika ada kesalahan dalam penulisan mohon diingatkan ya 😙
🔸🔸🔸
Sosok rupawan tersebut mengerjapkan matanya, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam bola mata coklat gelapnya.
"Sudah bangun?" Leandra melirik Elliot dari pantulan cermin, ia sedang merias diri saat ini.
Elliot mendudukkan dirinya dan menyandarkan punggungnya ke kepala ranjang. "Ini hari libur, Lea. Kenapa pagi-pagi sudah berdandan?" Ia menyugar rambutnya ke belakang, menatap Leandra yang sekarang sedang duduk di depan meja rias.
"Sudah jam 10, El." Sahut Leandra karena Elliot mengira ini masih pagi.
Elliot lantas melirik jam yang berada di atas nakasnya. Tidurnya begitu nyenyak hingga membuatnya bangun kesiangan.
"Aku ingin pulang ke rumah. Sejak menikah, aku belum pernah kembali ke rumah." Leandra bersuara kembali, memberitahukan rencananya hari ini pada Elliot.
Mendengar Leandra ingin pulang, Elliot seketika beranjak menghampiri Leandra. Berdiri di belakang Leandra dan menatap Leandra melalui cermin. "Kenapa pulang? Aku tidak memberikan ijin, Lea." Wajah Elliot sedikit mengetat ketika berucap.
Leandra membalikkan tubuhnya, masih dalam posisi duduk ia mendongak untuk menatap Elliot. "Kau ini kenapa? Aku hanya pulang sebentar, untuk sekedar mengecek keadaan rumah." Leandra berbicara dengan wajah kebingungan, wajah Elliot dalam mode cukup horor sekarang.
Elliot melembutkan wajahnya sembari menggaruk tengkuknya. Mungkin kesadarannya belum terkumpul sepenuhnya setelah bangun tidur, ia pikir Leandra akan meninggalkannya.
"El?" Leandra menarik-narik piyama satin hitam yang di kenakan Elliot. "Kenapa tidak boleh?" Tanyanya kemudian.
"Maksudku, aku akan mengantarmu. Tunggu sebentar." Elliot berkilah demikian, ia lantas melangkahkan kaki ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Kebetulan ini adalah hari libur, ia bisa menghabiskan waktu liburnya bersama Leandra.
Leandra tidak menolak. Tidak masalah jika Elliot ingin mengantarkannya. Leandra kembali melanjutkan memoles wajahnya yang sempat tertunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's My Destiny
General FictionTidak ada perlawanan ketika tubuhnya dihempaskan ke lautan luas tersebut. Otaknya tidak merespon bahwa ia berada dalam keadaan berbahaya, tidak ada rasa panik ataupun takut. Dinginnya air laut seakan menyayat kulit, hatinya semakin membeku melihat s...