Malam telah tiba dan sejak pagi setelah sarapan Karleen hanya terdiam di atas kasur memikirkan pilihan yang tentunya masih Harry berikan untuknya. Pilihan di mana harga dirinya dipertaruhkan hanya untuk kemewahan.
Berkata 'ya' atau 'tidak' tak akan ada hasilnya untuk Karleen yang pastinya akan langsung dipaksa menerima tawaran tersebut oleh Harry yang pagi ini bahkan hampir memerkosanya.
Jujur, Karleen juga menginginkan kemewahan. Tapi jika harus mengorbankan tubuhnya, bukankah ia sama saja dengan para pelacur di pinggir jalan? Yang menjual tubuhnya untuk dinikmati pria hidung belang hanya untuk mendapatkan uang?
Suara pintu terbuka membuat detak jantung Karleen berpacu cepat dan tanpa menolehpun ia sudah tahu siapa orang tersebut. Aroma tubuhnya sudah menjadi khas untuk gadis tersebut yang kini terpejam ketika merasakan ranjang bergoyang pelan.
"Kenapa kau tidak bergabung makan malam, sayang?" tanya suara bariton tersebut dengan nafas yang menggelitik daun telinga Karleen. "Aku tahu kau belum tidur." lanjutnya membaringkan tubuh di belakang gadis tersebut.
"Mungkin kita bisa mengobrol sebelum tidur." bisik Harry memeluk erat perut Karleen dan menenggelamkan wajah pada tengkuk gadis tersebut yang sedikit terhalang oleh helaian rambutnya.
"Pembicaraan apa? Menjadi pelacurmu?" sahut Karleen bertanya pelan tanpa menoleh pada Harry yang kini mengulas senyuman miring dan pria itu membalik tubuh gadis tersebut hingga berhadapan dengannya.
"Bukankah tawaranku begitu menarik?" tanya Harry menaikkan kedua alisnya disertai senyuman miring dan Karleen menghembuskan napas kasar seraya beralih terduduk dan bersandar pada kepala ranjang.
Diikuti Harry yang kini terduduk di hadapan Karleen yang tengah menunduk memainkan jemarinya. Berusaha mengabaikan tatapan lekat pria tersebut yang menelusuri lekukan tubuhnya.
"Kau siapa?" tanya Karleen mendongak menatap Harry datar yang mana membuat pria itu menaikkan salah satu alisnya heran.
"Kau ingin aku mengenalkan diriku sendiri?"
"Tentu saja, aku bahkan tak tahu siapa dirimu." balas Karleen meremas kedua tangannya dengan kepala yang bersandar pada kepala ranjang. Menunggu pria asing tersebut untuk membuka pembicaraan.
"Oke... Harusnya aku melakukan ini sejak kemarin." ucap Harry mengalihkan pandangan selama beberapa detik dengan bibir terlipat lalu kembali menoleh pada Karleen yang menatapnya lekat. "Namaku Harry Styles, aku... Aku berusia tiga puluh tahun---"
"Tunggu, apa?" Harry langsung mengatupkan bibir mendengar suara Karleen dengan kening berkerut bingung. "Kau... Tiga puluh tahun? Apa kau serius?! Kau terlihat masih 24." lanjutnya heran yang mana membuat si mana hijau menyeringai.
"Ya... Anggap saja kelebihan. Jadi... Ingin kulanjut?" tanya Harry membuat Karleen mengangguk cepat seraya meletakkan kedua tangan di atas pangkuannya.
"Tentu, lanjutkan. Maaf telah memotong pembicaraanmu."
"Baiklah... Aku bekerja sebagai presiden di perusahaan... Ayahku." ucapnya memelan suara pada kata 'ayahku', entah mengapa. "Um... Maksudku... Perusaan lain milik ayahku dan... Hanya itu. Tak ada lagi hal menarik di dalam hidupku." lanjut pria tersebut tersenyum tipis.
"Itu kehidupan yang bagus. Kenapa tak tinggal bersama orangtuamu?" tanya Karleen yang berhasil membuat Harry tersenyum meremehkan.
"Apa yang akan kau pikirkan ketika pria lajang berumur 30 tahun masih tinggal bersama orangtuanya?"
Benar, Karleen terkekeh pelan menyadari pertanyaan konyolnya sendiri dan menunduk meremas kuat kedua tangannya lalu mendongak menatap Harry yang masih memperhatikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
RICH MAN [H.S]
FanfictionJika kau berpikir memilih hubungan dengan pria kaya raya itu beruntung, maka kau salah. Karena jika kau tak punya apapun, maka mereka akan memperbudak dan memperlakukanmu dengan semena-mena. Kasta sangat dipentingkan dalam pertemanan orang kaya dan...