Chapter 41

261 36 167
                                    

Elliot dengan wajah cemas kini melangkah masuk ke dalam rumah megah yang telah Harry sewa sebelumnya dan terbelalak kaget ketika menemukan Amber telah terduduk di atas sofa ruang tamu bersama bayi mungil di gendongannya.

"Oh Tuhan, Loren!" pekik Elliot begitu lega melihatnya dan langsung terduduk di samping wanita tersebut yang kini tersenyum sambil menepuk-nepuk pelan bokong loren di pangkuannya.

"Dia kembali." bisik Amber tersenyum haru dan membiarkan Elliot mengambil alih bayi mereka seraya menciumi pipi bayinya dengan begitu gemas. Mungkin akibat rasa rindunya yang sempat tertahan.

"Kapan Harry---"

"Setengah jam yang lalu." sahutan Benjamin mengalihkan pandangan keduanya yang kini menoleh menemukan Harry bersama Ben yang melangkah mendekat pada mereka.

"Jangan ambil bayiku lagi." ucap Elliot sedikit menarik bokongnya mundur ketika Harry melangkah mendekat dengan wajah datar andalannya.

"Terimakasih untuk kerjasamamu." balasnya sebelum meletakkan selembar kertas putih di atas meja hingga membuat Elliot dan Amber saling menoleh dengan wajah bingung.

"Apa maksudnya?"

"Anggap sebagai bayaran biaya yang telah kau keluarkan untuk Karleen dan Adrien." ucapan Harry berhasil membuat mereka berdua terbelalak kaget dan tak mampu mengatakan apapun ketika melihat total cek yang pria kaya raya itu tuliskan di sana.

"Kau tidak perlu membayarnya, Harry. Aku sudah menganggap Karleen sebagai adikku sendiri selama ini."

"Kalau begitu anggap uang itu sebagai pembelian untuk rumah lamamu. Sekali lagi terimakasih, kau bisa pulang ataupun pergi sesuka hatimu sekarang. Ben akan mengantar kalian." ucapnya sebelum melangkah pergi meninggalkan ruang tamu dengan wajah yang begitu lelah.

"Dia kenapa?" Amber bertanya pada Benjamin setelah Harry melangkah pergi menuju kamarnya dan pria tampan bermata biru itu hanya mengedikkan bahunya acuh.

"Mungkin karena efek penolakan dari Karleen." jawabnya berhasil membuat Elliot terdiam lalu menunduk menatap bayinya dengan tatapan yang sulit diartikan.

***

Besok paginya Karleen hanya dapat melamun setelah menyiapkan sarapan dengan tak berminat dan Adrien yang baru saja keluar dari dalam kamar dengan ransel sekolahnya kini mengernyit bingung melihat tatapan kosong ibunya yamg tengah terduduk di kursi meja makan.

Bahkan di kedua bawah matanya sedikit membengkak juga menghitam, menandakan jika Karleen memang telah menangis dan tidak dapat tertidur nyenyak semalaman.

"Selamat pagi, ibu." sapaan Adrien berhasil membuyarkan Karleen dari lamunannya dan wanita itu mengulas senyum seraya memberikan segelas susu putih kepada putranya.

"Minumlah, sebentar lagi kau harus pergi ke sekolah." ucapnya yang dibalas anggukan pelan dari Adrien yang mulai menyantap sarapan bersama ibunya tanpa ada percakapan.

"Mmh... Ibu?" Karleen menoleh menghabiskan suapan terakhirnya dan menatap Adrien dengan tanda tanya setelah mulutnya yang tertutup mengeluarkan gumaman samar. "Apa benar pria asing semalam adalah ayahku?"

Karleen yang tengah mengunyah tersedak mendengar pertanyaan Adrien dan langsung meneguk air putih miliknya untuk meredakan tenggorokannya yang sempat tercekat oleh makanan.

"Bukan sayang, untuk apa mempercayai orang asing?"

"Tapi..." Adrien menggantungkan ucapannya lalu menoleh memperhatikan Skateboard baru yang berada di sudut ruangan. Mengerti ke mana arah pandang putranya membuat Karleen hanya dapat tersenyum miris mendengarnya.

RICH MAN [H.S]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang