"Sudah mendapatkan alamat rumahnya? Bagus, kirimkan langsung padaku." ucap seorang pria berjanggut cukup tebal juga kulit dagunya yang ditumbuhi kumis yang menutupi sebagian bibir pucatnya kini melangkah melewati trotoar jalan dengan satu paper bag kecil di tangannya.
"Ya, beritahu aku ketika kau telah sampai." ucapnya segera mematikan sambungan telepon lalu memasukkan benda mahal tersebut ke dalam saku celana bahan hitamnya.
Dengan langkah lebarnya pria itu melangkah melewati trotoar jalan yang lumayan sepi dan menghentikan langkah ketika ponsel miliknya berdering secara tiba-tiba dari dalam saku celananya.
"Ya, Tuan Collins?" tanyanya setelah menempelkan benda tersebut pada telinganya. "Saya sudah berada di San Diego dan tengah berada di perjalanan menuju ke sana." lanjutnya memutar pandangan memperhatikan nama-nama toko yang berada di sekitar.
"Will's Cafe? Sebentar..." Pria itu berbalik mencari nama bangunan yang baru saja dirinya sebutkan. "Saya menemukannya, terimakasih." lanjutnya memasukkan benda tersebut ke dalam saku celana setelah panggilannya berakhir.
Baru saja melangkah tiba-tiba pria itu menepuk keningnya pelan ketika mengingat sesuatu yang baru saja dia lupakan. "Sial, pesanan ibu." gumamnya kembali berbalik dan terbelalak kaget ketika dirinya menabrak tubuh seseorang.
"Oh Tuhan, kau tak apa nak?!" tanyanya langsung berjongkok melupakan paper bag miliknya yang terjatuh dan lebih mengutamakan keselamatan seorang anak yang baru saja dirinya tabrak.
"Awh!" pekikan seorang anak laki-laki tersebut terdengar dan dia meringis merasakan rasa perih pada kedua sikutnya yang sempat menghantam jalan. Lantas dirinya beringsut terduduk lalu mendongak ketika melihat seorang pria telah berjongkok di hadapannya dengan wajah cemas.
"Kau tidak apa?" tanyanya membuat anak itu hanya menggelengkan kepalanya seraya menurunkan tangan mencoba menyembunyikan luka pada kedua sikutnya yang berdarah. "Sebentar, sepertinya kau terluka." lanjutnya menarik pelan kedua tangan anak tampan tersebut.
"Oh Tuhan, aku minta maaf. Mari, akan ku obati lukamu." ucapan pria itu lagi lagi dibalas penolakan oleh anak tersebut yang hanya dapat menggelengkan kepalanya seraya beringsut berdiri.
Lantas pria asing tersebut ikut bangkit dan melangkah mundur membuat keduanya menegang ketika salah satu kaki pria tersebut tak sengaja menginjak Skateboard yang tergeletak di atas trotoar jalan hingga patah.
"Oh Tuhan! Skateboardku!" pekik anak tersebut kaget dan langsung mendorong kaki pria itu untuk meraih Skateboard miliknya yang telah patah menjadi dua. Kedua netra birunya bahkan kini berkaca-kaca melihat benda kesayangan miliknya ternyata telah hancur.
"Maafkan aku nak, bagaimana jika ku ganti yang baru?"
"T-tidak, kau tak perlu menggantinya. Lain kali berjalanlah dengan hati-hati Tuan, saya permisi." ucapnya hendak melangkah sambil menahan tangis namun dengan cepat pria tersebut berjongkok untuk kembali menahannya.
"Aku akan bertanggung jawab. Akan ku ganti Skateboard milikmu dan ku obati luka pada sikutmu. Bagaimana?"
"Maaf, ibu selalu melarangku untuk berbicara dan mempercayai orang asing." ucapannya berhasil membuat pria itu terperangah kaget. Namun dengan cepat pria tersebut kembali menahan tubuhnya.
"Ibumu akan marah jika melihat Skateboard milikmu rusak, jadi biarkan aku menggantinya. Percayalah, aku bukan orang jahat. Kalau aku berbuat jahat kau bisa berteriak agar orang-orang membantumu. Bagaimana?" tanyanya mulai mencoba meyakinkan dan melakukan penawaran pada anak tampan tersebut yang terdiam selama beberapa detik.
"Baiklah."
Pria tersebut langsung tersenyum lalu beringsut berdiri dan tangannya bergerak menuntun anak tampan itu agar melangkah mengikutinya yang mengarah pada salah satu mobil mewah yang terparkir di sisi jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
RICH MAN [H.S]
FanfictionJika kau berpikir memilih hubungan dengan pria kaya raya itu beruntung, maka kau salah. Karena jika kau tak punya apapun, maka mereka akan memperbudak dan memperlakukanmu dengan semena-mena. Kasta sangat dipentingkan dalam pertemanan orang kaya dan...