Karleen yang baru saja terlelap tersentak kaget ketika merasakan goncangan pada kasur yang ia gunakan dan menemukan Harry yang kini meletakkan dua cangkir ke atas nakas setelah terduduk di sampingnya yang terbaring.
"Tidurlah kembali jika kau masih mengantuk." ucap Harry seraya bersandar pada kepala ranjang dan menyelimuti kemudi kakinya juga tubuh Karleen yang masih terbaring di sampingnya.
Merasa kesadarannya belum terkumpul Karleen hanya memperhatikan Harry yang kini mematikan televisi dan menyesap teh hijau dari cangkir yang dirinya pegang.
"Kau tahu Karleen, dulu aku juga memiliki orang tua yang lengkap sepertimu." ucap Harry tiba-tiba dan menatap ke depan dengan tatapan menerawang. Pembicaraan pria itu rupanya membuat Karl tertarik seraya beringsut terduduk lalu bersandar pada kepala ranjang. "Sayangnya ayah tak pernah pulang ketika aku berusia lima tahun." lanjutnya meletakkan cangkir ke atas nakas.
"Ke mana dia pergi?" tanya Karleen pelan yang mana hal itu berhasil membuat Harry menoleh disertai senyuman miris juga kedua mata memerah menahan air mata.
"Ibu bilang ayah bekerja, tapi pekerjaan apa yang membuat ayah tak pernah pulang? Tidak, pria bajingan itu ternyata membangun keluarga baru dengan wanita lain." ucapnya menunduk menjatuhkan air matanya yang mana hal itu berhasil membuat hati Karleen terenyuh.
"Kau mengetahuinya?"
"Aku melihatnya." sahutnya menoleh pada Karleen dengan kedua pipi basah. "Ibu tak pernah mengatakan yang sebenarnya dan aku melihat ayahku bersama dengan wanita lain saat itu. Sekarang kau tahu mengapa aku tak berhasil menjadi seorang pria yang bertanggung jawab, bukan?"
Merasa iba akhirnya Karleen untuk pertama kalinya selama tujuh tahun ini menarik tubuh Harry ke dalam pelukan eratnya. Pria itu bahkan kini terisak di ceruk lehernya dan mengeratkan pelukan pada pinggul wanita tersebut.
"Aku minta maaf telah mengusirmu. Aku sungguh tak bermaksud melenyapkan Adrien. Satu-satunya hal yang membuatku takut adalah pengulangan masa lalu yang mungkin bisa aku lakukan seperti ayah lakukan di masa lalu. Tidak Karl, aku sama sekali tak mau melakukannya pada Adrien." ucap Harry terisak pilu dan menenggelamkan wajah pada ceruk leher Karleen.
"Aku paham sekarang, tapi aku masih sakit hati oleh perilakumu."
"Aku tahu, aku tahu begitu sulit memaafkan dan melupakan masa lalu yang buruk." Harry berucap seraya menarik wajahnya sedikit menjauh tanpa melepaskan pelukan pada pinggul wanita tersebut. "Tapi sungguh, aku menyesali semua perbuatan burukku padamu. Aku minta maaf Karl, aku tak bermaksud melukaimu." lanjutnya menunduk dan kembali terisak.
"Hei, jangan menangis." bisik Karleen menarik dagu Harry dan menatap kedua mata memerah Harry yang berlinang air mata kesedihan. Tidak, tidak ada kebohongan ataupun kepalsuan di sana.
"Aku bahkan tak tahu jika anak kita masih hidup Karl, aku sama sekali tak tahu." ucap Harry meremas kedua sisi pinggul Karleen yang kini terdiam dengan wajah bingung. Bagaimana bisa dia tak tahu?
"Kau... Tidak tahu?"
"Tidak, saat aku bertanya pada Elliot, dia mengatakan padaku jika kau melakukan aborsi sebelum pergi dari Cambridge. Kupikir itu nyata, ternyata selama ini dia terus membohongiku." Harry menghapus kedua pipi basahnya dengan kedua telapak tangannya.
"Lalu, dari mana kau tahu Adrien ada?"
"Aku mengintai Elliot dan pintarnya dia terus menyembunyikan kalian selama tujuh tahun ini. Namun pada akhirnya aku dapat menemukan kau dan anakku di sini. Entah itu merupakan sebuah kebetulan atau takdir dari Tuhan." ucap Harry tersenyum miris lalu beringsut turun dari ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
RICH MAN [H.S]
FanfictionJika kau berpikir memilih hubungan dengan pria kaya raya itu beruntung, maka kau salah. Karena jika kau tak punya apapun, maka mereka akan memperbudak dan memperlakukanmu dengan semena-mena. Kasta sangat dipentingkan dalam pertemanan orang kaya dan...