47. Mencari Rania

258 16 0
                                    

Happy Reading 💚

Flashback on

Setelah Angga mendapat telepon dari kantornya ia segera menuju kantor, walaupun sebenarnya dia benar-benar kurang nyaman karena meninggalkan istrinya sendiri di resto tersebut.

Ia memasuki kantor dan masuk keruangannya bertemu dengan sekretaris Bima.

"Gimana ceritanya? Kok bisa baru aja dimulai udah ada masalah?"

"Saya juga kurang tau pak, lebih baik bapak bertemu dengan Bu Luna saja."

"Luna?"

Sekretaris tersebut mengarahkan pada meja tunggu di ruangannya.

Angga yang menoleh dan sedikit terkejut, dia tidak menyadari ada Luna dari tadi disitu.

"Tegang amat mukanya ga, sampai gak nyadarin aku disini!" ucapnya dengan mulut cemberut.

Angga menghembuskan nafasnya kasar. "Ada apa ini lun? Kenapa bisa kalian semena-mena seperti ini pada perusahaan kami. Kalau memang dari awal ada niat lain, lebih baik hal ini tidak terjadi." kesal Angga.

Luna tersenyum lebar mendekati Angga. Angga yang merasa khawatir langsung menjauhkan dirinya.

"Ck, habisnya gue kesel Lo" rengeknya manja. "Bisa-bisanya Lo nolak gue ga, gue gak terima. Jadi kalau mau kerjasama ini berjalan dengan lancar, Lo harus nurutin kemauan gue."

Angga yang menyadari bau mulut tersebut mengerti wanita ini sedang mabuk.

"Bim, Lo urus dia. Sepertinya mabuk makanya ngomongnya ngelantur. Gue mau pergi." tutur Angga datar.

Bima yang mendengar itu mengangguk.

"Gue gak mabuk, gue masih sadar. Dan gue tau keputusan yang gue ambil ini. Lo gak bisa batalin kontrak ini begitu aja, Lo tau kan denda yang dibayar ini gak main-main?" tanyanya dengan senyum menggoda.

"Apa mau Lo?" tanya Angga dingin.

"Gue laper, kita makan yuk." ajak Luna dengan nada manja.

Angga terus beristighfar dalam hati meredakan emosinya. "Bim, bawa dia makan."

"Gue maunya Lo Angga! Ingat cuman Lo, kalau Lo gak mau tau sendiri akibatnya apa!"

Angga melihat Bima sekretarisnya yang juga bingung. "Pak, sepertinya Bu Luna gak main-main. Apa gak lebih baik bapak turutin aja?" bisik Bima yang khawatir. Ia tau Angga tidak akan mau melakukan hal ini, tapi dia juga tidak tau cara lain.

"Kalau gue turutin, apa yang akan gue dapatkan?" tanya Angga memberikan penawaran lagi.

"Emm, kamu boleh hapus salah satu syarat dari kami. Tapi kita harus berdua makan malam ini, gue gak mau ada yang ganggu."

"Gue akan setuju dan menerima penawaran Lo, tapi ini terakhir kalinya gue lihat Lo meminta hal seperti ini lagi. Ingat batasan, dan gue gak mau ada fitnah apapun itu." ucap Angga penuh penekanan.

Luna mengangguk tersenyum senang.

"Ayo Bim," Ajak Angga mulai melangkahkan kakinya.

"Siapa yang bilang Bima boleh ikut. Gak dengar aku bilang sebelumnya, hanya kita berdua dan naik mobil aku." tekan Luna, membuat Angga dan Bima berhenti dan saling pandang.

Lagi-lagi Angga terus beristighfar sembari mengingat istrinya. "Ya Allah, apa yang harus hamba lakukan." batinnya cemas.

"Oke, tapi hanya sebentar, paling lama satu jam terhitung sejak kita keluar dari kantor."

Luna mengerucutkan bibirnya kesal. "Gak bisalah, cepat amat!"

"Terserah, kok gak mau yaudah."

"Eh oke-oke gue setuju." jawab Luna segera.

KETIKA TAKDIR MENOLAK PERGI [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang