Happy Reading 💚
Angga menghempaskan barang apa yang dilihatnya dirumah. Ia kesal, marah, bingung, cemburu, kali ini emosinya benar-benar tidak terkontrol.
Dengan wajah memerah dan rambut yang sudah berantakan ia menghempaskan dirinya di sofa dengan mengusap wajahnya kasar. Tanpa sadar cairan bening itu keluar dari sudut matanya.
Jaya yang melihat itu sangat tidak tega, sangat khawatir melihat sahabatnya itu.
"Gue ngerti apa yang Lo rasain, tapi tenangin diri dulu. Istighfar ga, kembali ke Allah, Insyaallah semuanya akan baik-baik aja." tutur Jaya mencoba menenangkan.
"Enggak! Allah gak peduli sama aku, apa yang aku dapat setelah begitu banyak Ibadah yang aku kerjakan? Lihat, semuanya begitu berantakan. Apa ini yang dinamakan sayang?"
"ANGGA! ISTIGHFAR." bentak Jaya yang tak habis pikir bisa-bisanya sahabatnya ini berbicara seperti itu.
"Dimana Angga yang selalu husnudzon, dimana seorang Angga yang selalu memotivasi orang lain dan menjadikannya sebagai bahan muhasabah diri, dimana diri Lo dulu yang benar-benar percaya dengan skenario Allah adalah yang terbaik. Lo tau itu semua, bahkan ilmu Lo juga lebih luas dibandingkan gue. Tapi— kenapa Lo jadi seperti ini, Ha?" kesal Jaya.
"Gue sakit Jay, istri gue gak ngomong kalau laki-laki yang dia temuin di kantor itu adalah Alan mantannya." lirih Angga dengan pandangan kosong.
"Itu cuman masa lalu Rania, dan Lo mempermasalahkan itu? Bisa aja dia memang memiliki alasan untuk bertemu saat itu, dan Lo gak bisa suudzon gitu aja ga, dia istri Lo dan Lo harus percaya sama dia." jelas Jaya mencoba membantu sahabatnya tersebut.
"Tapi gue gak suka Rania nyembuiin ini! Seakan-akan dia takut ketahuan gue."
"Mungkin dia mau jaga perasaan Lo. Emangnya saat Lo tau tentang itu Lo akan diem aja? Enggak kan? Lo bakal lebih posesif sama dia, dan itu bisa jadi tolak ukur untuk dia tidak memberi tahu."
Angga menggeleng lemah, ia bangkit dari kursi meninggalkan Jaya sendirian. Jaya mengusap wajahnya frustasi, bagaimanapun dia turut merasakan permasalahan yang di alami pasutri tersebut.
***
Ziah menatap sahabatnya itu yang sedari tadi di depan cermin dengan pandangan bingung.
Rania mendirikan tubuhnya dengan melihat dirinya dicermin secara keseluruhan.
"Ziah,"
"Hmm."
"Hati gue masih sakit mengingat yang tadi malam. Apa gue sanggup melihat dia?" tanyanya dengan wajah melamun.
"Kalau memang belum bisa gak usah dipaksa Nia. Jujur kalau gue sih ogah, tapi gue ngerti ini ngidam pertama Lo dan gue gak mau nyakitin ponakan gue." tuturnya dengan merebahkan dirinya kembali di kasur.
Rania menoleh kepada sahabatnya itu. Rania kembali menatap dirinya. "Apa gue gak cantik ya zi sampai-sampai gue lagi-lagi ditinggalin." ucapnya lesu.
Ziah yang mendengar itu menoleh. "Lo cantik. Mata mereka aja yang buta."
Rania sedikit terkekeh mendengar hal itu. "Apa gue sanggup ngejauhin mas Angga?"
"Aku gak maksa Ni, kalau memang bahagia nya Lo disana gue gak bisa cegah. Tapi kalau Lo sakit gue gak akan tinggal diam."
Rania dengan cepat memeluk sahabatnya itu. "Tengkiyuuuu ziahhhee, Lo memang sahabat terbaik gue."
"Lepas gak! Sesak gue." tutur Ziah yang mencoba melepaskan pelukan erat Rania tersebut.
Rania hanya terkekeh dengan nyengir kuda, ia melepaskan pelukannya itu. " Oke, gue putuskan untuk menjauh sejenak dari kehidupan mas Angga dan gak kepo tentang dia! bismillah semoga bisa." ucapnya dengan tangan mengepal semangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
KETIKA TAKDIR MENOLAK PERGI [END]
TienerfictieKetika dua insan di pertemukan dalam ikatan cinta yang suci, namun tak di landaskan rasa cinta dan karena keadaan yang memaksa, apa yang akan terjadi? Ketika saling mempertahankan harga diri, hingga tak ada satupun mengalah untuk mengakui kata hati...