SELAMAT MEMBACA ^_^
Jangan lupa vote agar Author semangat update😘
[FLASH BACK]
Setelah menikah, Ran harus pindah ke apartemen milik Kenzo. Meskipun Kenzo masih mahasiswa, namun dia memiliki penghasilan sendiri. Lebih tepatnya dia diberikan posisi pekerjaan oleh sang ayah dengan gaji yang setara dengan pegawai lain. Alasannya adalah agar Kenzo sedikit demi sedikit belajar untuk memahami perusahaan karena setelah lulus, sang ayah akan menyerahkan jabatannya sebagai CEO kepada Kenzo.
Memulai hidup baru bersama Kenzo, otomatis kehidupan Ran berbeda drastis. Dia harus memasak, membersihkan rumah, dan lainnya layaknya ibu rumah tangga. Namun satu bulan kemudian sang mertua mengusulkan agar Kenzo menyewa pembantu harian karena kasihan terhadap Ran. Wanita itu masih berstatus mahasiswi yang seharusnya fokus pada belajar bukan pekerjaan rumah. Setelah mempertimbangkannya, akhirnya Kenzo setuju.
Namun tidak ada kata 'bahagia' dalam pernikahan Ran. Dia selalu mengalami tekanan batin melihat tingkah laku Kenzo yang selalu bersikap seakan - akan Ran tidak ada dalam hidupnya. Apalagi sering kali Ran memergoki Leon menelpon ponsel Kenzo. Hingga suatu hari Ran dan Kenzo bertengkar hebat karena pria itu.
"Kalau begitu, mengapa kamu menikahiku?! Mengapa kamu tidak bersama kekasih gay mu itu?!!"
BRAK! Kenzo menggebrak meja makan dan melototi Ran. "Seharusnya dari awal kamu menolak pernikahan ini!!"
Air mata Ran mengalir. Mengapa sekarang malah dia yang disalahkan?
"Bukan. Seharusnya dari awal keluargamu itu tidak datang ke kami hanya demi perusahaan yang sudah semestinya mati." Kenzo memberi penekanan saat mengucapkan kata 'mati'.
Ran mengepalkan tangan. Kata - kata Kenzo sungguh keterlaluan. Baginya secara tidak langsung Kenzo sudah menghina keluarganya.
PLAK! Tamparan keras mendarat di pipi Kenzo. Hal ini membuat pria itu geram.
"KAUUU!!!"
"Jaga ucapan mu. Apa kamu tahu betapa sulitnya Papa membangun perusahaannya? Bahkan Papa sering kali mengabaikan kesehatannya hanya demi perusahaan itu. Aku dan Mama yang selalu khawatir mencoba untuk menghentikannya. Namun Papa tetap bersikeras. Papa bilang bahwa mendirikan perusahaan adalah cita - citanya."
Melihat mata Ran yang memerah, Kenzo terdiam. Dia tahu kini wanita itu sedang dilanda amarah dan sedih sekaligus.
"Aku tidak tahu mengapa perusahaan Papa bisa bangkrut. Papa tidak pernah bilang padaku. Aku kecewa. Padahal jika aku tahu, aku bisa membantu Papa. Tapi yang jelas, aku tidak terima jika kamu menghina perusahaan itu."
Setelah itu Ran masuk ke kamar dan membanting pintu dengan keras.
"Hikks..hikkss.."
Ran menunduk menatap jari manis kirinya yang sudah tiga bulan terpasang sebuah cincin. Tentu saja cincin pernikahannya dengan Kenzo. Hatinya bertanya - tanya. Sebenarnya, keputusan menikahi Kenzo apakah pilihan yang tepat atau tidak?
***
Dua tahun pun berlalu. Akhirnya Ran dan Kenzo wisuda. Di hari yang sama, kedua keluarga pun berkumpul makan malam untuk merayakan kelulusan mereka.
"Sini. Biar aku ambilkan." Kenzo mengambilkan Ran lauk yang ada di depannya.
Kedua keluarga saling memandang dan tersenyum. Mereka senang seiring berjalannya waktu, hubungan Ran dan Kenzo semakin dekat.
"Oh ya, bagaimana dengan rumah yang kau bangun?" Tanya Papa kepada sang menantu.
"Beberapa hari lalu aku berkunjung kesana dan ternyata sudah selesai di bangun. Mungkin aku dan Ran akan pindah dalam waktu dekat."
"Hm. Baguslah."
"Ranya bagaimana dengan tawaran Papa? Apa kamu setuju bekerja di perusahaan bersama Kenzo?" Tanya sang mertua.
"Emm.. aku masih tidak tahu. Tapi temanku mengajak ku membuka butik di daerah XXX. Sejak kuliah kami sebenarnya sudah merencanakan hal ini."
"Jadi kamu ingin membuka butik bersama temanmu itu?" Tanya Papa Kenzo dengan suara seperti menekan namun nyatanya tidak. Memang seperti itulah sifat sang mertua. Maklum, mantan tentara.
"Pa, biarlah Ran memilihnya sendiri. Aku tidak ingin dia merasa dipaksakan." Sela Kenzo.
Plak. Mama Kenzo memukul pelan punggung sang suami. "Dasar. Bukankah sudah ku bilang jangan membuat menantu kesayanganku tertekan? Tapi Papa tetap saja begitu."
"Baiklah baiklah. Aku mengaku salah." Papa Kenzo tidak bisa melawan jika sang istri memarahinya. Mungkin bisa disebut dengan suami takut istri. Hal ini membuat Ran tertawa kecil.
Setelah makan malam, mereka semua keluar restoran dan berjalan menuju parkiran mobil.
Ran menunduk kepada kedua mertua. "Selamat malam, Ma, Pa."
"Jaga kesehatan kalian, ya." Pesan Mama Kenzo yang dibalas dengan anggukan Ran.
Setelah kedua mertua pergi, Ran dan Kenzo berpamitan kepada Mama dan Papa.
"Kenzo, jaga Ranya baik - baik." Pesan Papa sambil menepuk pundak Kenzo.
"Pasti, Pa."
"Kalau begitu, kami pulang." Kenzo langsung menggandeng tangan Ran dan menariknya.
"Dah Ma, Pa." Pamit Ran lalu dia mengikuti langkah Kenzo.
Plak. Ran menepis tangan Kenzo saat suasana sepi. "Hebat. Perkembangan yang sangat bagus. Kamu terlihat sungguhan peduli padaku. Padahal itu semua hanya akting. Di dalam hati dan perasaanmu, aku yakin tidak pernah ada sedikit pun diriku disana."
Kenzo tidak menjawab. Dia malah mengarahkan kunci ke mobil dan membuka pintu. Bersiap untuk masuk.
Merasa diabaikan, Ran menjadi kesal. "Pergi. Aku tidak ingin pulang denganmu."
Ran memutarkan tubuhnya dan berjalan meninggalkan Kenzo.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beauty Husband (Sedang Proses Revisi Dan Penamatan)
RomanceMemiliki suami yang tidak percaya akan adanya cinta yang tumbuh dalam kehidupan antar lawan jenis? Bagaimana kelanjutan hubungan ini? Apakah pernikahan yang telah dibangun selama 5 tahun akan kandas? Atau memilih untuk tetap bertahan demi keluarga? ...