Chapter|06

3.8K 521 3
                                    

Zil menyusuri restoran di hotel tempat kencan butanya sore ini dengan mata, mencari sosok yang seharusnya dia temui. Seorang laki-laki rupawan, berusia akhir dua puluhan dengan penampilan smart casual yang sedang duduk di meja menoleh dan mata keduanya bersirobok.

Laki-laki itu terpaku dan mengekor langkah Zil Gaia hingga gadis itu berhenti tepat di hadapannya.

"Harry Ayusman?"

Zil bertanya, lebih tepatnya mengonfirmasi karena foto profil yang dikirimkan grandma-nya diambil dari sisi samping laki-laki yang harus ditemuinya hari ini. Laki-laki yang menatap Zil dengan lekat itu tersenyum dan berdiri menyambut kedatangan sang gadis. Dia mengulurkan tangan demi sebuah jabat tangan.

"Silahkan duduk, Zil" ujarnya akrab.

Zil membalasnya dengan senyuman pula. Dia duduk begitu saja di hadapan laki-laki itu. Mereka mulai bercakap-cakap sembari menunggu makanan yang akan disajikan. Berbeda dengan tiga laki-laki yang dia temui sebelumnya, teman kencan butanya sore ini jauh lebih normal. Laki-laki itu seseorang yang menyenangkan untuk diajak bicara. Mereka bercengkerama dengan begitu akrab bahkan di pertemuan pertama.

Laki-laki rupawan di hadapannya mengajak Zil membicarakan mengenai banyak hal termasuk pekerjaan sang gadis yang dianggapnya menarik. Kencan buta kali ini tak begitu menyebalkan bagi Zil, untuk pertama kalinya.

Dua orang itu tak menyadari perhatian dari dua orang bersaudara yang duduk tak jauh dari mereka, dua putra keluarga Bamantara yang kebetulan duduk di restoran yang sama. Hingga kemudian dering telpon genggam Zil menginterupsi percakapan mereka. Sebuah panggilan internasional dari suami sang grandma, Phillipe.

"Sebentar" Zil mengangkat gawai di tangan dan mengisyaratkan kalau dia harus menerima panggilan.

Harry mempersilahkan sang gadis pergi tanpa keberatan sedikitpun.

"Yes, Phil" samar-samar terdengar suara Zil menyapa penelponnya di seberang.

Langkah Zil yang menjauh dari restoran masih diekori tatapan lekat dari teman kencan buta yang jatuh cinta pada pandangan pertama pada sang gadis.

Sebuah senyuman tipis menghias bibir laki-laki itu hingga sosok gadis menggemaskan yang ditemuinya sore ini tak lagi terlihat. Harry sejujurnya malas datang hari ini, untuk kencan buta. Siapa sangka, dia bertemu tipe idealnya setelah rangkaian kencan buta menyebalkan selama bertahun-tahun. Laki-laki muda pemilik Franchise Cafe yang cukup terkenal itu tak bisa menyembunyikan ketertarikan pada Zil Gaia.
"Kita sudah sepakat untuk bicara dengan gadis itu mengenai posisi kita masing-masing dan membiarkannya memilih untuk menikah denganku atau kau, Noah."

Suara Dariel memecah konsentrasi sang kakak yang memperhatikan teman kencan calon pengantin mereka.

"Gawat!" gumam Noah lirih.

"Jangan bilang kau berubah pikiran lagi" keluh Dariel mulai kesal.

Noah menoleh pada adik laki-lakinya dengan tatapan tajam.

"Itu pun kalau laki-laki itu tak merampas tiket kita, Dariel" Noah menunjuk teman kencan Zil dengan dagunya.

Dariel menoleh dan ikut memperhatikan laki-laki rupawan yang sedang tampak tersenyum saat menatap layar telpon genggamnya, teman kencan Zil Gaia.

"Apa maksudmu?" balas Dariel tak mengerti.

Noah berdecak pelan sebelum kembali menatap tajam pada adiknya.

"Kau tak lihat itu, adikku yang bodoh. Laki-laki itu sedang jatuh cinta pada calon pengantinmu" ujarnya.

Noah tak mengindahkan kesepakatan mereka tadi. Bagi Noah, Zil Gaia sudah pasti menikah dengan Dariel. Simple, karena dia tak akan pernah menikah untuk seumur hidup apapun alasannya.

A Girl With 5% of StocksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang