Chapter|43

4K 468 3
                                    

Zil Gaia benar-benar bekerja keras untuk desain interior kantor departemen keuangan Bamantara Airlines. Beberapa kali gadis itu bertukar email dengan sekretaris sang direktur. Sarah sering meminta pertemuan untuk makan siang bersama dengan sang atasan agar diskusi berjalan lebih baik tetapi Zil menolak. Gadis itu ingin secepatnya menyelesaikan projek ini dan tak bertemu lagi dengan Dariel Bamantara yang selalu menguji iman dan kewarasannya.

Zil tak memikirkan banyak hal, tetapi berfokus pada perubahan warna agar memberikan kesan berbeda bagi kantor itu. Kantor yang awalnya didominasi warna putih dan biru, akan diubah dengan furnitur serba jingga, putih gading, juga abu-abu. Dia juga menekankan kesan natural dengan menambahkan tanaman-tanaman kecil dalam setiap ruangan kantor departemen itu, khususnya pada area touch down yang diubah memakai konsep hibrid dan digunakan bersama oleh belasan pegawai departemen keuangan. Akhir pekan ini Zil dan Eddy akan menyelesaikan projek itu, karena pegawai libur sehingga ada banyak waktu untuk menyelesaikan kantor tersebut.

Beberapa furnitur yang dipilih secara pribadi oleh Dariel didatangkan dari perusahaan furnitur yang telah lama berpartner dengan Bamantara Airlines, beberapa yang lain khusus dipesan dari luar negeri.

Zil dan Eddy sudah sejak sabtu pagi berada di kantor, memeriksa penempatan furnitur, pencahayaan, dan lain sebagainya. Sebagaimana beberapa minggu yang lalu, hari ini pun mereka disuguhi kudapan-kudapan sehat. Zil sangat bersyukur dalam hati hari ini hanya ada Sarah.

Dariel Bamantara tak hadir karena ini akhir pekan. Tentu laki-laki itu sibuk, mungkin berkencan atau menghabiskan waktu dengan keluarga, demikian Zil berpikir. Eddy dan Sarah sedang berada di ruang rapat sedangkan Zil sedang memeriksa ruangan pribadi sang direktur. Setiap hal sudah dipasang dengan benar, kecuali lampu chandelier di atas sofa ruangan memanjang berwarna abu-abu silver itu yang terkesan agak miring. Lampu berwarna gold, berbentuk lima cincin berbeda ukuran yang dipesan khusus dari luar negeri itu belum terpasang dengan benar di mata Zil. Gadis itu menekan saklar. Dia kemudian berdiri tepat di bawah lampu untuk lebih meyakinkan diri.

Zil tersentak saat merasakan satu cincin berukuran paling kecil dari empat yang lain tampak tak lagi menggantung di tempat yang seharusnya saat dihidupkan. Bisa dipastikan furnitur itu cacat atau terjadi kerusakan saat dikirimkan. Gadis itu spontan menutup wajah saat merasakan benda berbentuk cincin itu seolah akan jatuh, tubuhnya kaku tak bergerak di tempat walaupun otaknya tahu dia harus menghindar agar benda itu tak mengenai kepalanya. Dia terperanjat saat tubuhnya ditarik dalam dekapan dan benda berbentuk cincin itu benar-benar terjatuh, menggelinding di lantai hingga membentur tembok.

"Zil Gaia..kenapa ceroboh sekali?"

Zil mengenal suara itu. Gadis itu membuka mata dan menemukan Dariel Bamantara sedang mendekap tubuhnya erat, dengan raut muka kekhawatiran. Dua tangan kokoh itu merengkuh punggungnya. Satu tangan laki-laki itu kemudian naik ke atas puncak kepala, memastikan tak ada yang terluka di sana dengan mata elangnya itu. Zil hanya bisa membatu dalam pelukan laki-laki itu. Otaknya mengatakan bahwa ini tak wajar, membiarkan laki-laki asing menyentuh begitu saja tetapi tubuhnya tak bereaksi dan merasa bahwa perlakuan Dariel Bamantara merupakan pelecehan. Dia sebaliknya merasa nyaman dan aman dalam dekapan laki-laki itu.

"Ada yang sakit?"

Suara Dariel Bamantara yang masih dibalut dan mengisyaratkan kekhawatiran menghentikan lamunan Zil. Gadis itu mendongak dan menemukan tatapan mata yang sama sejak mereka bertemu untuk pertama kali. Zil menggeleng pelan.

Mereka begitu dekat hingga Zil bisa melihat pantulan wajahnya sendiri pada bola mata laki-laki ini, aroma parfum yang nyaman saat tercium hidung, juga hembusan nafas hangat yang sama sekali tak mengganggu saat menerpa wajahnya. Gadis itu hanya bisa diam, karena jantungnya mulai kembali tak bersahabat saat dia sadar klien rupawan ini masih memeluknya dengan ketat dan dia bahkan tak kuasa untuk melepaskan diri.

A Girl With 5% of StocksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang