Chapter|29

3.2K 410 14
                                    

Ini malam terakhir liburan keluarga. Minggu siang mereka harus kembali ke kota dan bekerja lagi. Saat kembali, Noah dan Jamia tak akan sedamai seperti liburan. Mereka akan kembali bersebrangan di setiap rapat walaupun posisi Noah jauh lebih tinggi sekarang. Meskipun begitu harus disyukuri bahwa saat liburan mereka bisa menjaga diri dan tak menimbulkan pertengkaran tak penting. Liburan itu berakhir damai dan menyenangkan, hingga tiba waktunya mereka pulang hari ini.

Adam melepaskan kepergian keluarga dengan wajah datar saja, sama seperti saat menyambut kedatangan mereka. Meskipun begitu, laki-laki 65 tahun itu tampak puas karena mendapatkan kunjungan dari putra-putri, menantu, dan cucunya selama tiga hari. Mereka menaiki mobil masing-masing seperti saat pulang, kecuali bahwa grandma dan perawatnya ikut naik mobil Dariel karena camping car harus dikembalikan. Mereka tiba di rumah sore harinya.

Zil mengantarkan nyonya Kiraz Shahin ke kamarnya sebelum kembali ke lantai dua. Dariel sedang duduk di sofa kamar mereka saat dia naik. Laki-laki itu menyandar pada kepala sofa, memejamkan mata dan tampak kelelahan.

"Kak, kamu capek karena menyetir lama?" gadis itu ikut duduk di sebelah suaminya.

Dariel tak menjawab, hanya mengangguk pelan. Dia ingin tidur tapi ini masih sore dan sebentar lagi waktu makan malam.

"Aku akan membantumu" timpal Zil.

Dariel membuka mata saat Zil menarik lengan dan tubuhnya yang bersandar pada sofa. Gadis itu mulai memberikan pijatan di pundak, tengkuk, dan punggung suaminya. Dariel menikmati pijatan dan kebaikan Zil Gaia sore itu.

Dariel terlena saat tangan mungil istrinya memijat dan meregangkan ketegangan tubuhnya karena menyetir lama. Mereka tak sempat beristirahat sedikitpun di perjalanan.

"Kamu belum berniat memberitahu apa alasan malam itu aku ditinggal sendiri?"

Dariel kembali mengungkit insiden dan masih mempertanyakan alasan Zil tak tidur di tenda malam itu. Apalagi jelas-jelas Zil begitu antusias sejak sore dan ingin segera mencoba tenda yang mereka pasang bersama. Tak bisa dipungkiri kalau laki-laki itu kerap kepikiran. Dariel merasa dia melupakan satu hal penting dan tak tahu apa. Malam itu, Dariel memang melewati batas toleransinya terhadap alkohol dan takut kalau dia berbuat salah.

Zil berdecak pelan mendengar pertanyaan sama yang masih dilontarkan suaminya. Sampai kiamat pun dia tak akan menjelaskan tentang malam itu pada Dariel. Apalagi tuhan sedang dipihaknya, dengan membuat Dariel lupa.

"Aku merasa melupakan sesuatu!" gumam laki-laki itu.

Dariel sesekali mengerang saat Zil mengeraskan pijatan di punggung dan pundaknya.

"Kak, kalau kau melupakan sesuatu bisa dipastikan itu bukan hal penting untuk diingat! Bisa jadi itu justru hal yang tak menyenangkan" sanggah Zil cepat.

Dariel menoleh

"Semua hal yang dilupakan sudah pasti tak penting, begitu menurutmu?"

Dariel mengangkat sebelah alis, karena Zil tampak menimbang-nimbang jawaban dan sedang berpikir. Bagi Dariel, masalah ada pada dia yang berada di bawah pengaruh alkohol malam itu dan dia tak bisa mengingat momen setelah dia berbaring begitu saja di atas matras di dalam tenda mereka. Laki-laki itu sangsi tak terjadi apa-apa karena perubahan sikap Zil padanya hari itu, istrinya menghindarinya sepanjang hari. Seolah Zil tak nyaman berada di dekat Dariel dan hal tersebut belum pernah terjadi sebelumnya. Maka dari itu dia menyimpulkan dia berbuat salah pada Zil malam sebelumnya.

Dariel belum pernah mengalami blackout setelah minum karena dia belum pernah melewati batas toleransinya pada alkohol, kecuali malam itu. Alasan dia minum terlalu banyak tidak lain dan tidak bukan adalah Zil Gaia Pandega sendiri, istrinya.

A Girl With 5% of StocksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang