Chapter|46

4.2K 501 3
                                    

Bunyi bel pintu yang tak berhenti sejak tadi mengalihkan fokus Zil pada koper besar berwarna hitam, gadis itu sedang berkemas. Zil Gaia memutuskan kalau dia akan kembali ke Australia. Gadis itu merasa sangat tak bermoral karena bercumbu dengan laki-laki yang sudah beristri. Zil Gaia tak mau larut dalam dosa memalukan yang tak bisa ditanggungnya. Satu-satunya solusi adalah kembali ke Australia dan tinggal sementara dengan Phillipe. Zil tak yakin bisa lepas dari jerat pesona Dariel Bamantara bila masih bertemu laki-laki itu. Ketukan pintu dan bel yang semakin keras memaksa Zil untuk bangkit.

Pelaku yang meneror pintu rumah Zil siang ini tidak lain adalah sahabatnya sendiri dan pemilik kafe di lantai satu, Raline. Gadis itu ditugaskan Jeremy untuk memeriksa keadaan Zil, karena dia tak bisa langsung datang. Mau tak mau, Jeremy begitu khawatir dengan telpon dan perkataan saudarinya dini hari tadi. Sedangkan sejak pagi hari ini, Jeremy dan Ivanka disibukkan dengan seminar.

"Ada apa, Ra?" Zil yang tampak penat karena tak tidur semalaman bertanya.

"Zil Gaia Pandega, apa yang kamu lakukan?" Raline balik bertanya.

Raline melihat sahabatnya sedang bersiap-siap hendak pergi. Gadis itu memakai celana jeans panjang dan kaos pendek warna putih dari Celine. Sepatu kets putih pun sudah siap di depan pintu.

"Berkemas" balas Zil singkat.

"Mau kemana?" Raline bertanya lagi.

"Australia!" Zil masih menimpali setiap pertanyaan singkat saja.

Zil mengacuhkan Raline yang terkejut dan kembali ke ruang ganti, dia hampir selesai berkemas. Gadis itu akan berangkat sore ini juga. Dia sudah memesan tiket pesawat sejak pagi buta. Zil bahkan tak terpikir untuk berpamitan pada Ratu Hamzah atau rekan kerja di The Petra. Biar nanti Jeremy yang mengurus untuknya, Zil ingin secepatnya pergi.

"Kenapa memangnya kamu harus kembali ke Australia?" Raline kembali bertanya, dia mengekor langkah sahabat sejak kecilnya itu ke dalam ruang ganti. Zil tak menjawab.

"Jawab aku, Zil. Jeremy dan Ivanka ada di sini. Proses penyembuhan dan terapimu juga selama ini lancar-lancar saja" Raline merasa gusar karena Zil bergeming.

"Zil Gaia.." gadis itu bahkan mengeraskan suara.

Zil memejamkan mata karena kesal, gadis itu mencengkeram handle koper setelah menarik restleting dan mengangkat benda terisi baju dan barang-barang lain itu hingga berdiri. Raline yang tak mendapatkan jawaban meraih benda beroda itu dan menarik hingga terlepas dari pegangan sahabatnya.

Zil mendelik kesal pada gadis itu karena bersikeras menghalangi kepergiannya.

"Berikan padaku, Ra. Aku ingin pergi dari sini!" Zil mulai merajuk.

"Kenapa? Katakan padaku! Jeremy berpesan agar memeriksa keadaanmu. Aku tidak bisa membiarkan kamu pergi begitu saja. Apa yang akan aku katakan pada Jeremy?" Raline masih memaksa.

Mereka beradu pandang, dan Raline tahu sahabatnya sedang tidak baik-baik saja. Gadis itu bahkan hampir menangis. Zil Gaia menghela nafas panjang, lalu menengadah seolah sedang menahan emosi. Gadis itu duduk di sofa ruang ganti dan menopang kepala dengan kedua tangan.

"Aku bisa gila kalau masih tinggal di sini. Apa kamu tahu apa yang aku lakukan semalam?" Zil bergumam pelan.

Raline duduk berjongkok di hadapan sang sahabat. Dia menarik kedua tangan gadis itu hingga mata mereka kembali bertemu. Zil tampak sangat frustasi.

"Apa yang kamu lakukan?" Raline kembali bertanya.

Zil menggigit bibir bawah, menatap nanar pada Raline takut bahwa sahabatnya akan menilai buruk pada kelakuan tak senonohnya.

A Girl With 5% of StocksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang