Chapter|13

3.2K 468 6
                                    

Dariel menggeliat saat terbangun. Laki-laki itu memicingkan mata saat melihat satu kaki Zil bertengger setia di perutnya. Ini hari ketiga bulan madu mereka, dan selalu sama setiap bangun. Dariel menahan tawa. Laki-laki itu kembali mengingat hari pertama mereka masuk ke dalam kamar hotel. Adam tak memesan sebuah suite atau vila untuk mereka tapi kamar dengan single bedroom untuk pasangan baru itu. Motif dan tujuan Adam sungguh mudah ditebak.

"Kak, biar aku yang tidur di sofa" Zil mencoba mencari solusi.

Dariel yang seorang gentleman tak bisa menerima ide Zil begitu saja. Laki-laki itu mengusulkan mereka tidur di ranjang yang sama, dengan bantal guling sebagai batas. Zil akhirnya menyetujui usul itu setelah Dariel bersikeras. Seempuk-empuknya sofa hotel bintang lima itu, tetap saja tak nyaman untuk tidur semalaman. Lagipula mereka harus terbiasa tidur di kamar yang sama. Di kediaman warisan sang papa, mereka harus tidur di kamar yang sama karena ada Kiraz Shahin yang harus mereka yakinkan.

"Tenang saja kak. Aku tidur seperti putri keraton. Aku tidak mungkin menendang bantal guling ini dan melewati batas" ucap gadis itu meyakinkan.

Zil memang tidak menendang jatuh bantal guling yang menjadi pembatas mereka. Tapi satu kaki gadis itu selalu berakhir bertengger di atas perut Dariel. Pagi pertama, laki-laki itu begitu terkejut, pagi kedua dia mulai terbiasa, dan sekarang pagi ketiga seolah jika tidak ada tungkai gadis itu di perutnya justru hal yang aneh. Dariel menahan tawa. Dia yang seorang gentleman sejati hanya menggeser pelan kaki sang gadis kemudian bangkit. Dariel tak pernah mengolok-olok Zil, biarlah gadis itu berpikir hingga akhir kalau dia memang tidur seanggun putri keraton.

Dariel meraih secangkir kopi dari coffee maker dan duduk menatap pemandangan dari jendela kamar hotel. Laki-laki itu menoleh saat Zil menggeliat dan bangun.

"Kak, kepalaku pusing sekali..lebih baik hari ini kita diam di hotel saja ya" gadis itu menyuara, kembali membujuk suaminya sejak bangun tidur.

Dariel menahan tawa. Zil belum menyerah, menghalangi suaminya untuk agenda sky diving hari ini. Semalam sebelum tidur, mereka masih duduk di lounge hotel dan menikmati kudapan. Zil tak berhenti membujuk, menunjukkan tempat-tempat lain yang bisa mereka tuju tapi Dariel bergeming.

"Bangun dan mandi air hangat. Aku akan membuatkan kopi untukmu. Kau tak akan pusing lagi" Dariel menimpali, pura-pura tak tahu tipu muslihat istrinya.

Zil kembali menjatuhkan tubuhnya di atas kasur dan menendang kesal selimut. Dariel hanya bisa menahan tawa. Bagi Zil, bukan ketinggian yang menjadi masalah. Toh, dia naik balon udara kemarin. Namun sky diving terlalu ekstrem, membayangkan terjadi kecelakaan saja membuat bulu kuduknya berdiri.

Perempuan itu mau tak mau menyerah karena kesepakatan, hari ini memang jatah Dariel menentukan tujuan mereka. Dia tak bisa ingkar dan egois. Dengan berat hati, Zil Gaia menuju ke kamar mandi kemudian mengganti baju dengan celana jeans dan kaos putih. Rambut kecoklatannya dicepol asal, tak mau lagi memakai aksesoris apapun kalau bukan grandma-nya yang menata rambut. Saat keluar, Dariel benar-benar menyiapkan secangkir kopi dan toast untuk sarapan istrinya. Laki-laki itu pun hanya memakai celana jeans dan kaos putih, hingga mereka tampak sangat serasi, layaknya pengantin baru.

Zil akhirnya diseret menuju tempat sky diving, kaki gadis itu bergerak gelisah selama perjalanan. Dia tak berhenti berdoa, tiba-tiba menjadi begitu relijius.

"Tuhanku yang maha pengasih dan penyayang, lindungilah kami berdua hari ini" gumamnya sepanjang jalan.

Dariel tak bisa lagi menahan tawa. Laki-laki itu terbahak mendengar doa istrinya hingga supir yang mengantarkan mereka menoleh keheranan. Tawanya tak kunjung reda hingga mereka tiba. Awalnya Dariel hanya ingin menggoda Zil karena gadis itu tampak begitu enggan. Namun, laki-laki itu mulai menyadari kalau istrinya begitu ketakutan. Wajah Zil mulai pucat dan tangan gadis itu mulai bergetar. Zil duduk dengan gelisah saat Dariel mulai menulis dan menanda-tangani form. Saat tangan mungil itu meraih lengannya, Dariel bisa merasakan kulit Zil begitu dingin.

A Girl With 5% of StocksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang