Zil menoleh pada nyonya besar Kiraz yang sedang termangu di belakangnya. Sang grandma ngotot ingin menata rambut cucu perempuannya sebelum berangkat kerja, tapi saat ini dia diam dan menatap lekat kepala bagian belakang gadis itu. Padahal Zil harus cepat-cepat berangkat.
"Ada apa grandma?" Zil bertanya heran.
Kiraz Shahin menggeleng setelah tersentak karena pertanyaan cucunya.
"Tidak ada Zil, grandma tiba-tiba lupa bagaimana harus menata rambut indahmu ini sayang" ujarnya pelan.
Zil terpaku.
Dia menahan diri agar tak menumpahkan air mata seketika itu juga. Nyonya besar Kiraz sudah menata rambutnya sejak kecil. Sungguh tak masuk akal kalau grandma-nya lupa. Gadis itu berdiri seraya menggelung asal rambutnya dan meraih tas.
"Zil sudah telat grandma, besok saja menata rambutku..okay" ujarnya sembari mencium kedua pipi perempuan itu dan berjalan cepat menuju pintu. Tak lagi menoleh pada Kiraz Shahin.
Zil bersandar pada pintu tepat setelah menutupnya, setitik air mata tak lagi bisa dibendung. Semalam dia tak sengaja menyaksikan sang grandma mengonsumsi obat sebelum tidur, kala berniat menuju dapur. Saat dia bertanya, perempuan itu berkata hanya meminum vitamin. Grandma-nya mungkin sudah tua, tak heran jika didera dementia di usia sekian. Dia juga bukan satu-satunya yang menderita penyakit serupa, banyak di luar sana. Bahkan justru harus disyukuri bahwa Kiraz Shahin bisa sehat hingga di usia 85. Namun tak pernah ada kata siap bagi keluarga saat orang terkasih mereka sakit. Berapa pun usia mereka.
Zil berangkat bekerja dengan langkah berat hari ini.
Tak cukup dengan keadaan sang grandma yang mengkhawatirkan, Zil juga diteror oleh Harry Ayusman yang masih ingin bertemu dan menagih janji padanya. Zil mau tak mau mengacuhkan pesan-pesan dan panggilan telpon dari laki-laki itu. Sayangnya, Harry Ayusman tak menyerah.
Saat ini jam makan siang, Zil dan rekan kerjanya termasuk sang pimpinan Ratu Hamzah menikmati makan siang di restoran Itali di dekat The Petra. Tak selang beberapa waktu sebelum seorang laki-laki rupawan menaiki sebuah BMW berwarna putih berhenti tepat di restoran yang sama. Dia Harry Ayusman, yang sedang mengejar tipe idealnya.
"Hai, Zil.. kebetulan sekali bertemu di sini" ujarnya pura-pura.
Siapapun tahu kalau Harry sengaja mencari restoran dekat The Petra agar bisa bertemu sekali lagi dengan Zil.
"Oh, hai" Zil berdiri dan menyapa.
Tak mungkin dia bersikap kurang ajar dan mengacuhkan kenalan itu, walaupun sungguh Zil ingin menghindari Harry Ayusman yang dengan jelas menunjukkan ketertarikan padanya.
"Kamu tak membalas pesanku" laki-laki itu mengeluh.
"Maaf, Harry. Kami sedang sangat sibuk akhir-akhir ini" Zil mencari alasan.
Jawaban Zil ditanggapi Eddy, Ruby, Mikha, dan Ratu Hamzah dengan saling bertukar pandang. Jelas-jelas mereka sedang tak sibuk. Mereka paham dengan situasi ini, bahwa Zil sedang ingin menghindari laki-laki yang ditemuinya pada kencan buta.
"Kenalkan ini rekan kerjaku" Zil tak tahu harus bagaimana, Harry tampak tak mau pergi dari sana.
Laki-laki itu menjabat satu-persatu rekan kerja Zil, dengan senyuman menawan.
"Ini kak Ratu, pemilik The Petra" Zil mengenalkan atasannya.
"Hai kak Ratu, boleh aku pinjam Zil beberapa menit untuk secangkir kopi bersama, please" Harry memohon.
"Aku akan mengenalkan beberapa kenalan pada The Petra kalau kak Ratu berkenan. Aku lihat perusahaan kalian menawarkan jasa interior dan dekorasi yang sangat menjanjikan" laki-laki itu berusaha mencuri hati Ratu Hamzah.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Girl With 5% of Stocks
Lãng mạnAtas bujukan Noah yang gencar ingin mengalahkan Jamia sebagai kakak tertua, Dariel tiba-tiba diharuskan menikah di atas kontrak dengan gadis pemilik 5% saham Bamantara Airlines. Putri semata wayang salah satu pendiri perusahaan keluarga mereka, Zil...