Chapter|22

3.5K 492 14
                                    

Zil bangun agak kesiangan hari ini karena semalam dia susah tidur, berkutat dengan debaran jantungnya yang tak kunjung berakhir dan memaksanya terjaga hampir semalaman. Dia menemukan Dariel yang sudah rapi untuk berangkat ke kantor sedang bercengkrama dengan Kiraz Shahin. Gadis itu menyandar di bibir pintu, menyaksikan keakraban dua manusia dalam ruang makan. Sungguh berbeda dengan pertemuan antara dirinya dan sang suami yang sangat dramatis tadi malam. Sebaliknya pertemuan pertama dengan sang grandma sangat manis pagi ini.

Gadis yang dibalut celana jeans berwarna biru langit dan kemeja putih gading berbahan satin, dengan rambut digelung rendah pagi itu tersenyum bahagia melihat keakraban suami dan grandmanya. Bahwa dia telah benar-benar memberikan hadiah terakhir yang begitu Kiraz Shahin inginkan. Terlebih saat kesehatan perempuan lanjut usia kesayangannya semakin lama semakin memburuk.

Suara tawa kecil dari bibir grandmanya yang sedang duduk di atas kursi roda membuyarkan lamunan Zil. Nyonya Kiraz Shahin memang sudah lama agak susah berjalan hingga kemana-mana sejak beberapa bulan terakhir dibantu dengan kursi roda, termasuk saat berjalan-jalan di taman kediaman ini. Satu hal yang menjadi kegiatan favoritnya sejak mulai tinggal di rumah ini memang berjalan-jalan di taman ditemani perawat atau salah satu pembantu rumah tangga mereka. Sesekali melihat segerombol kijang di taman bagian belakang atau sekedar menghirup udara segar dan memandangi tanaman-tanaman yang mulai berbunga. Buru-buru sang gadis duduk bergabung dengan keduanya dan menikmati sarapan sebelum berangkat ke kantor.

Pagi itu seperti biasa Zil berangkat bersama Dariel, tak lagi menyetir sendiri ke kantor.

"Sebenarnya apa yang kalian bicara sehingga grandma begitu gembira kak?" tanya gadis itu dalam perjalanan.

"Emm..tentang hobi Benedict, berkemah" balas Dariel.

Zil tersenyum simpul mendengar penuturan Dariel. Sejak bertemu dengan putra ketiga keluarga Bamantara, Kiraz Shahin memang sangat sering membicarakan mengenai suami pertamanya, kakek kandung dari Zil Gaia.

"Phillipe tak akan menyukai ini" gumam gadis itu di sela-sela senyuman tipis di bibirnya.

"Bagaimana kalau kita mengajak grandma liburan" Dariel mengajukan usulan.

"Pekan ini, kita ajak Noah dan Kimberly" lanjut laki-laki itu.

"Berlibur, kemana?" tanya Zil.

Dia sedikit sangsi karena alasan kesehatan grandmanya walaupun tak ingin menolak ajakan yang tampak menyenangkan dari suaminya. Dariel tak menjawab, seolah sedang berpikir.

"Bagaimana kalau mengunjungi papa di vilanya kak" Zil yang justru memberi jawaban.

Jika dipikir-pikir, sejak pesta pernikahan mereka berbulan-bulan yang lalu belum pernah mereka sekalipun mengunjungi Adam Bamantara di vila peristirahatannya. Dariel berpikir selama beberapa saat sebelum menjawab,

"Aku akan bertanya pada sekretaris papa" balas laki-laki itu kemudian.

Zil tersenyum mengangguk.

Mereka tak lagi bicara karena sudah tiba di depan kantor The Petra. Setelah mengucapkan terima kasih atas tumpangan suaminya, gadis itu buru-buru keluar dan masuk ke dalam kantor. Seperti biasa, beberapa detik setelah istrinya menghilang di balik pintu, Dariel pun melaju pergi.

*

Seharusnya, sore ini pun mereka kembali pulang bersama. Namun Ruby yang sedang berulang-tahun dan meminta makan malam bersama para rekan kerjanya di restoran yang baru dibuka di sekitar daerah perkantoran mereka memaksa Zil pulang lebih lambat. Tak lupa dia mengirimkan pesan pada Dariel. Laki-laki itu tak membalas, tetapi panggilan telpon tampak setelah beberapa detik pesannya dibaca.

A Girl With 5% of StocksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang