Chapter|23

3.5K 492 13
                                    

Laki-laki itu memeriksa kaki Zil dari atas hingga bawah, memastikan tak ada pecahan gelas yang menggores sedikit pun kaki gadis itu. Tak peduli dengan setiap mata dalam restoran yang masih terkunci pada mereka berdua. Zil hanya mampu mengangguk. Dariel berdecak pelan, lambat laun dia mulai sadar dengan sikapnya yang marah dengan begitu berlebihan. Jika itu menyangkut Zil Gaia, dia memang sering kehilangan kendali. Gadis itu tak bisa membuatnya bersikap datar-datar saja seperti selama ini. Dariel mulai berpikir kalau dia tertular sikap terlalu khawatir dan risau berlebihan sejak menikah dengan Zil Gaia. Orang-orang berkata, setelah menikah pasangan saling mempengaruhi sifat dan kebiasaan.

Itu benar adanya, Zil Gaia menularkan ini padanya. Dulu Dariel ak pernah bersikap seperti sekarang. Berapa kali pun otak laki-laki itu mengingatkan diri sendiri untuk tak terlalu sensitif, tubuh dan hatinya selalu menang jika itu berkaitan dengan perempuan yang dinikahinya.

Jika dipikir-pikir lagi, Zil Gaia memang sudah melekat di benaknya sejak pertama kali bertemu. Dulu Dariel pikir karena malam itu mereka berbagi momen tak terlupakan, momen saat lamaran yang disiapkan begitu apik batal begitu saja. Saat tak sengaja melihat gadis ini lagi, dia langsung mengenalinya begitu saja. Kemudian kejadian tak terduga mendorong mereka menikah dan dengan cepat mereka menjadi dekat. Tak pernah sekali pun Dariel merasa tak nyaman dengan Zil Gaia meski pun mereka orang asing satu sama lain yang dipaksa keadaan untuk menikah.

Zil mengisyaratkan waiter yang masih ketakutan untuk segera pergi, sebelum Dariel yang sedang sibuk memeriksa kakinya melihat laki-laki itu lagi dan kembali marah. Begitu pun dengan manajer yang berdiri kaku karena diabaikan oleh Dariel sejak tadi. Dua orang waitress datang membersihkan kekacauan yang diperbuat rekan kerja mereka, meminta para pekerja The Petra untuk pindah ke meja lain untuk sementara.

Pelan-pelan para tamu restoran itu kembali duduk. Baik di meja pegawai The Petra mau pun meja bawahan Dariel, sunyi tak ada suara. Sesekali mereka hanya melirik pasangan suami-istri di sana. Dariel masih sibuk memeriksa kaki istrinya yang wajahnya sudah merah karena malu. "Lebih baik ke dokter!" Ujar Dariel tiba-tiba. Dia tak tahu bagaimana Vin Chaud yang jelas-jelas dimasak dan masih hangat itu melukai kulit istrinya di balik jeans panjang yang menutup penuh betis dan paha perempuan itu.

Zil menggeleng.

"Pulang, aku ingin pulang saja kak." Dariel mendongak. Dia menemukan wajah istrinya memerah. Laki-laki itu meraba kening, memeriksa suhu tubuh Zil Gaia yang dia kira tiba-tiba sakit, tak tahu bahwa gadis itu menahan malu sedari tadi karena mereka menjadi tontonan baik oleh rekan kerjanya mau pun oleh bawahan suaminya. Satu hal yang paling tidak dia inginkan justru terjadi. Entah bagaimana dia harus menghadapi rekan kerjanya besok di kantor?

"Oke kita pulang, aku akan meminta dokter ke rumah." Dariel meraup tubuh istrinya dari atas meja dengan mudah, menuju meja pegawai The Petra untuk mengambil clutch hitam yang dibawa Zil hari ini dan berpamitan pada rekan kerja istrinya.

"Kak, turunkan..biar aku jalan sendiri."

Zil memohon sedangkan Dariel bergeming. Tak mengindahkan rengekan istrinya, laki-laki tak mau menurunkan Zil dan membopong pergi gadis itu. Zil terpaksa menenggelamkan kepalanya di leher Dariel karena tak kuat lagi menanggung malu, Zil tak tahu bagaimana harus bereaksi atau sekedar melihat wajah rekan kerjanya. Tak berselang lama sebelum mereka tiba di meja itu. Dariel meraih tas istrinya.

"Maaf, kami pulang dulu. Saya takut kami harus ke dokter kalau kaki istri saya terluka." Laki-laki itu santai saja, tak peduli wajah-wajah di meja itu masih dibalut keterkejutan.

"Silahkan." Ratu Hamzah menyahut cepat, sedikit tercekat karena masih kaget. Dariel menimpali dengan senyuman menawan. Laki-laki itu hampir membuat Mikha dan Ruby menjerit di sana. Laki-laki itu kemudian berlalu membawa Zil menuju kasir. Dia membayar makan malam untuk meja bawahannya juga untuk meja rekan kerja istrinya. Kemudian keluar begitu saja, membuka pintu mobil, dan mendudukkan Zil di kursi penumpang di sebelah kemudi. Dia bahkan masih sempat memasangkan seat belt.

A Girl With 5% of StocksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang