Chapter|33

3.2K 426 5
                                    

Pekerjaan Dariel hari ini hanya satu. Dia berusaha menghubungi Emma yang menolak panggilan telponnya selama seharian, dengan alasan sibuk dengan proses syuting. Dia harus tahu alasan Emma dengan mengambil keputusan yang begitu sembrono dan tak logis seperti saat ini.

Pada percobaan ke beberapa puluh kali hari itu akhirnya panggilan telponnya diterima oleh Emma.

"Ada apa, sayang? Aku sedang sibuk, Dariel!" suara mendayu Emma menyambutnya.

"Jelaskan alasannya padaku, Emma!" balas Dariel lugas.

"Aku tidak ingin menyangkal lagi, Dariel! Kau memang kekasihku!" timpal perempuan itu.

Dariel menahan tawa kesal.
"Kenapa sekarang? Dulu kau selalu menyangkalnya!" Dariel hampir marah.
"Kamu tidak memikirkan reputasimu, kamu baik-baik saja dituduh sebagai penggoda suami orang?" lanjut Dariel lagi.

"Untuk apa, Dariel? Toh aku akan dihujat cepat atau lambat! Semua orang akan mengetahui hubungan kita di masa depan setelah kontrak pernikahanmu berakhir. Suatu saat pun aku akan dituduh sebagai perusak rumah tangga orang. Aku tidak mau dihina munafik di masa depan dengan menyangkalnya sekarang, Dariel!" Emma pun mulai tersulut emosi.

"Lalu kamu tidak memikirkan Zil dan grandma dengan keputusanmu, iya?" Dariel benar-benar marah saat ini.

Terdengar tawa kesal Emma di seberang sana.
"Begitu rupanya, Dariel! Kau tak mengkhawatirkanku sedikitpun, hanya Zil Gaia yang ada di pikiranmu! Aku dihujat seharian di televisi, di koran, di media sosial, dan yang kamu khawatirkan hanya gadis itu" Emma mengeluh penuh kekecewaan.

Dariel tertegun singkat, dia mulai sadar bahwa dirinya memang bersalah pada Emma. Namun hati manusia sungguh semudah itu mengalahkan akal.

Berapa kali pun dia mengingatkan bahwa sikapnya pada Emma tak adil, yang terpikir hanya sosok istri dan kesehatan grandma. Bagi Dariel, penyangkalan yang bisa diberikan agensi Emma seperti biasa adalah solusi yang bisa dilakukan dan dengan mudah menyelesaikan semua masalah sesegera mungkin.

Masa depan yang dibicarakan Emma masih belum terjadi. Tetapi apa yang didera Zil dan grandma-nya sedang terjadi. Dia tak bisa mengendalikan amarah. Dariel tak bisa memikirkan apapun selain mencari solusi tercepat, termasuk hujatan yang diterima Emma. Sungguh, manusia bisa seegois itu.

"Maafkan aku, Emma! Bukan seperti itu maksudku. Grandma sedang tidak sehat. Aku mohon mengerti lah!" laki-laki itu menjadi serba salah karena keluhan Emma.

"Entahlah, Dariel. Kamu berubah!"

Emma menutup panggilan telpon. Dariel mengumpat lirih. Dia benar-benar tak bisa mengerti jalan pikiran Emma kali ini. Dariel pulang setelah seharian berkutat dengan masalah perselingkuhannya. Tak sedikitpun dia bisa fokus bekerja hari ini. Saat melewati The Petra, sekali lagi jantungnya serasa diremas kasar karena mengingat sosok Zil yang harus berhadapan dengan puluhan reporter karena kesalahannya, juga karena dia tak berdaya menghadapi pemberitaan media.

*

Namun dari segala yang dihadapi Dariel hari ini, yang ditemuinya saat pulang adalah yang paling menyakitkan. Laki-laki itu bisa melihat dari kejauhan para pembantu rumah tangga mereka menggunakan payung karena sedang hujan deras dan menyebar di halaman. Seolah sedang mencari seseorang. Dariel mempercepat laju mobil, tak menuju garasi tetapi berhenti tepat di depan pintu utama kediaman warisan Adam.

Dariel disambut kepala pembantu rumah tangga mereka yang menuturkan bahwa grandma tak bisa ditemukan di mana pun. Padahal selama ini Kiraz kesusahan berjalan.
Kiraz Shahin mengamuk pada Zil dengan seharian melemparkan barang-barang dan tak berhenti melontarkan kata-kata seperti,

A Girl With 5% of StocksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang