Chapter|14

3.4K 467 19
                                    

Bulan madu Zil dan Dariel hampir mencapai akhir, mereka menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan, makan malam di beberapa restoran, bahkan belanja. Zil Gaia mendapatkan sebuah black card dari Noah yang dimanfaatkan Dariel untuk membeli segala barang untuk istrinya, mulai dari baju, tas, sepatu, aksesoris. Dia bahkan membelikan gadis itu gadget baru, produk keluaran terbaru dari apple. Zil meringis setiap kali benda itu digesek dan berkali-kali merengek pada Dariel agar berhenti mengeluarkan kartu dari Noah.

"Kak, kalau kak Noah marah kita menghabiskan terlalu banyak uang bagaimana?" cicit gadis itu khawatir.

Dariel berdecak pelan. Laki-laki itu tak menggubris keluhan istrinya. Bagi Dariel, paling tidak Noah harus menghabiskan uang untuk Zil yang mendudukkan laki-laki itu di kursi direktur utama perusahaan maskapai penerbangan keluarga mereka. Belum lagi kepuasaan batin setelah mengalahkan Jamia, setelah bertahun-tahun lamanya. Dariel menyeret Zil dari toko brand kenamaan yang satu ke toko yang lain.

Hari terakhir, mereka habiskan dengan desert safari, tentu saja menggunakan paket premium serba VIP. Mereka mencoba setiap hal kecuali hal-hal ekstrem karena Dariel tak sanggup lagi menghadapi kekhawatiran Zil dan wajah menahan tangis itu.

Mereka menikmati pemandangan gurun pasir yang seolah tak memiliki batas dan berboncengan menaiki ATV. Zil Gaia bahkan mencoba henna, yang dibubuhkan dalam tenda karena gadis itu ingin dilukis di dada bagian atas, tepat di bawah lekuk pundaknya. Henna bertuliskan namanya yang begitu artistik. Gadis itu puas, merasa memiliki tattoo secara tiba-tiba.

Pada malamnya sebelum menuju vila di tengah-tengah gurun, mereka menghabiskan waktu untuk makan malam sembari menikmati tarian. Seorang penari perempuan menarik Zil untuk menari bersama mereka, gadis itu awalnya malu-malu. Namun pada satu titik dia mulai mengikuti gerakan penari, sangat luwes dan terampil hingga orang-orang memuji dan memberikan tepuk tangan. Dariel terpaku menyaksikan Zil Gaia yang begitu gembira, senyum dan binar mata ceria tak lepas dari wajahnya. Dan gadis itu sangat...cantik.

Zil memiliki kecantikan alami yang menarik setiap mata untuk terkunci padanya. Bukan kecantikan glamor dengan tubuh yang tinggi semampai dan 36-24-36 yang dipatokkan sebagai ukuran ideal juga bukan kecantikan dari wajah yang menghipnotis seperti yang dimiliki aktris kenamaan seperti Emma, tapi kecantikan yang hangat dan meneduhkan. Gadis itu manis dan menggemaskan. Zil hanya menyemprotkan face mist dan pelembab bibir setiap kali mereka akan keluar, rekor waktu tercepat bagi Dariel saat menunggu seorang perempuan berdandan.

Dariel dan setiap orang di sana begitu terpaku pada penampilan dan tarian Zil hingga gadis itu selesai dan menunduk malu, berjalan kembali ke samping suaminya dengan diantarkan tepuk tangan dan sorakan dari penari dan penonton.

Dariel berdeham pelan sebelum berkata,

"Aku tidak tahu kamu pintar menari, terakhir kali kakiku menjadi korban karena acara dansa" laki-laki itu berusaha menetralkan suasana.

Zil Gaia berdecak pelan.

"Sampai kapan kau akan mengataiku karena acara dansa itu kak? Itu karena kita harus menari berpasangan jadi aku tak terampil" keluh gadis itu.

Dariel tak lagi menjawab hingga tiba waktunya mereka menuju vila. Bangunan itu kecil dan artistik, akan ditempati Zil dan Dariel hanya berdua. Ada dua kamar sehingga Dariel tak akan menemukan tungkai istrinya di atas perut besok pagi. Ada dapur kecil, ruang makan, ruang tamu, dan di depannya ada sebuah kolam. Vila itu akan tampak begitu eksotik dan indah jika itu pagi atau siang hari, tapi di malam hari tak tampak apapun. Gelap dan mencekam, kecuali mereka masuk dan hanya berdiam di dalam vila. Zil meraih lengan Dariel saat baru turun dan mulai kembali parno.

"Kak, tidak akan ada harimau atau singa memakan kita malam-malam kan" cicitnya pelan.

Dariel mendengus pelan dan kembali harus menahan tawa.

A Girl With 5% of StocksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang