Chapter|49

4.9K 467 14
                                    

Zil mengangguk pelan saat merasakan kuah Ramen buatan suaminya, Dariel tampak tersenyum puas di sampingnya. Laki-laki itu menopang wajah dengan satu tangan, menatap Zil Gaia yang sedang makan sejak dulu selalu menjadi hiburan tersendiri baginya. Sesekali Zil menoleh pada Dariel dan menawari laki-laki itu untuk mencoba Ramen buatannya.

"Kamu mau?" berkali-kali Zil bertanya.

Jawaban Dariel masih sama beberapa kali dia bertanya.

"Habiskan!" balas laki-laki itu.

Zil kembali menikmati semangkuk Ramen, meskipun begitu dia masih bertanya karena Dariel menatap padanya dengan lekat. Gadis itu menjadi salah tingkah. Mau tak mau dia terdorong untuk bertanya kembali untuk mengalihkan kegugupan.

Zil Gaia bertanya lagi walaupun tak banyak tersisa Ramen itu dalam mangkuk, hampir tandas dia lahab sendirian.

"Kamu yakin tidak mau?" gadis itu terpaksa kembali bertanya.

"Mau."

Tanpa disangka, jawaban Dariel berbeda kali ini. Zil Gaia menoleh cepat, bergantian pada mangkuk Ramen dan laki-laki itu. Ramen yang tersisa tinggal sedikit dan Dariel justru baru mengatakan dia juga ingin makan. Gadis itu merasa bersalah. Zil bersiap-siap memprotes suaminya.

"Ih kenapa baru bilang mau se.."

Zil Gaia baru saja membuka mulut saat dagunya ditarik dari samping oleh jemari suaminya dan diangkat. Tak berselang lama sebelum bibirnya dilumat dengan ganas oleh Dariel. Zil tergagap. Meskipun begitu dia dengan cepat menyesuaikan diri, membiarkan bibirnya dikulum dan dibelai bibir lihai laki-laki itu. Dia pun tak kuasa untuk tak membalas ciuman Dariel. Gadis itu mengerang saat tubuhnya diangkat dalam pangkuan dan ciuman mereka semakin dalam. Pada satu titik, dia mendorong pelan dada suaminya karena butuh bernafas.

"It tastes good" Dariel berbisik dengan suara parau saat pagutan bibir mereka terlepas.

Zil Gaia melirik wajah laki-laki yang tersenyum puas, setelah meraup oksigen dan mengatur nafas. Gadis itu meninju pelan pundak suaminya saat pelukan tubuh mereka semakin ketat.

Dariel hanya tersenyum karena kepalan tangan mungil itu sama sekali tak menyakitinya. Satu tangannya melingkari pinggang Zil dan satu tangan lainnya menarik tengkuk istrinya sebelum melumat bibirnya. Mereka dibuai kembali oleh ciuman memabukkan. Desahan tertahan tercipta di sela-sela ciuman panas itu saat tangan Dariel bergantian meremas lembut dua puncak dada yang hanya terbungkus kaos putih itu.

Lama mereka berdua bercumbu di atas sofa, saling mengecup dan membelai, hingga Zil terpaksa mendorong dua lengan suaminya dan melonggarkan pelukan tubuh mereka. Meskipun menginginkan laki-laki ini, Zil benar-benar butuh mempersiapkan diri untuk malam pertama mereka.

"Why not?" Dariel berbisik lirih.

Zil mengelus rahang laki-laki itu dengan jemari. Gadis itu kembali mendekatkan wajah hingga bibirnya berada tepat di depan bibir suaminya, dia berpura-pura mengecup dan tersenyum tipis saat melihat Dariel kecewa.

"Dulu kamu bisa menahan diri kenapa sekarang tidak?" gadis itu balik berbisik.

Dariel berdecak pelan.
"Haruskah aku mengatakan padamu kalau kau membuatku kegerahan sejak bulan madu kita?" gumam laki-laki itu.

Zil mengernyit.
"Kita pergi bulan madu?" gadis itu bertanya lagi.

Dariel mengangguk.
"Papa yang menyiapkannya!" balas laki-laki itu lugas.

"Kemana kita pergi?" Zil masih penasaran.

"Dubai" timpal Dariel cepat.

Zil mengulum bibir.
"Lalu apa yang aku lakukan sehingga bapak Dariel bisa kegerahan?" malu-malu Zil bertanya.

A Girl With 5% of StocksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang