Chapter|32

3.3K 443 1
                                    

Saat Zil bangun pagi ini, dia menemukan Kiraz Shahin sudah rapi dan segar.

Sang grandma duduk di kursi roda dengan perawat di sampingnya.

Gadis itu bangkit dari atas kasur grandma-nya, memeluk obsesif Kiraz dari belakang, menciumi pipinya dan membuat perempuan tua kesayangannya tergelak.

Perawat Kiraz Shahin ikut tertawa saat perempuan tua itu mengisyaratkan kalau Zil bau dan meminta gadis itu segera mandi. Isyarat saja, karena Kiraz Shahin sudah di tahap susah untuk bicara.

Zil keluar sembari bersungut kesal, sesekali menciumi tubuhnya sendiri dan tak menemukan bau yang dimaksud grandma-nya.

Zil masuk ke dalam kamar utama di lantai dua dan masuk ke kamar mandi, sedikit bergegas karena sudah agak kesiangan. Gadis itu hampir menggeser pintu walk in closet saat Dariel muncul dari dalam. Suaminya sudah rapi untuk berangkat ke kantor.

Zil tersentak karena berpikir tak ada orang di kamar mereka, dia pikir Dariel tak pulang dan menghabiskan malam dengan kekasihnya.

Bola matanya melebar dan mulutnya membuka walaupun tak ada suara yang keluar. Saat Zil ingat penuturan Dariel semalam mengenai kejadian di tenda, semburat merah tercipta di pipinya pagi itu dan dia menunduk cepat.

Gadis itu berdiri saja di depan pintu tak bergerak, hingga Dariel menyentil dahinya. Zil menyeru kesakitan dan meraba dahinya yang memanas.

"Cepat siap-siap! Aku akan menyapa grandma dan menunggu di meja makan" laki-laki itu menyuara.

Zil mengangguk cepat dan menggeser tubuhnya dari pintu agar Dariel bisa keluar.

Gadis itu masuk ke dalam walk in closet dan meraih celana jeans panjang dan sebuah pullover.

Setelah mencepol rambut, mengoleskan pelembab bibir, dan menyemprotkan face mist, Zil siap berangkat ke kantor.

Saat turun, Dariel sudah duduk di meja makan bersama Kiraz Shahin. Selesai sarapan dan berpamitan pada grandma-nya, mereka pun berangkat seperti biasa ke kantor.

Zil duduk kaku di kursi penumpang hari ini. Gadis itu menatap lurus ke depan. Dia persis seperti pencuri yang tertangkap dan menunggu hukuman. Dariel berdeham pelan sebelum menyuara,

"Bisa kita menyelesaikan pembicaraan yang belum selesai semalam?" ucap laki-laki itu.

Zil gelagapan. Dia sudah bersiap-siap untuk meminta maaf pada Dariel. Namun karena semua terbongkar tiba-tiba, gadis itu bahkan tak sempat menata kata. Alhasil segala yang keluar dari bibirnya adalah hasil meracau karena merasa terpojok.

"Maafkan aku, kak!" balas Zil cepat.

Dariel mengerutkan keningnya, bingung dengan respon gadis itu. Seharusnya dia yang minta maaf, malam itu dia yang memaksakan kehendak dan menyerang Zil.

"Maaf untuk apa?" tanya laki-laki itu tak mengerti.

"Aku benar-benar tidak mencoba untuk memanfaatkanmu malam itu! Kau mabuk dan seharusnya aku bisa mengendalikan diri. Aku hanya terbawa suasana karena belum pernah mencium siapapun. Bisakah kau melupakan dan menganggapnya tak pernah terjadi? Atau anggap saja itu hanya kecelakaan atau sumbangan atau apapun. Jangan marah padaku, ah..tidak kau boleh marah padaku" gadis itu menggeleng kasar.

"Wajar kalau kau tersinggung. Aku yang salah. Oh ya..Tuhan, aku tidak tahu sedang bicara apa!" seru Zil pelan.

Zil menutup penuh wajah dengan kedua tangan. Dia merasa frustasi karena setiap kata yang keluar dari mulutnya sangat tidak masuk akal. Ini sungguh memalukan, baginya. Dari segala hal yang bisa dicuri di dunia, Zil mencuri sebuah ciuman. Dariel mengedipkan mata beberapa kali karena tak percaya dengan jawaban Zil.

A Girl With 5% of StocksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang