Chapter|21

3.6K 465 1
                                    

Dariel memarkirkan Bentley hitam itu dengan kasar di salah satu sudut taman. Laki-laki itu menoleh pada Zil Gaia yang sudah tampak kacau karena terlalu banyak menangis, dengan tatapan mata penuh emosi.

Zil bahkan tak berani sekedar menoleh pada Dariel yang sedang menatap lekat padanya. Gadis itu menatap lurus ke depan, pada taman yang disinari lampu kuning temaram di malam hari dengan perasaan takut, sedih, dan merasa bersalah menjadi satu.

Selama beberapa waktu, mereka diam di dalam mobil hingga Dariel mulai menyuara dengan suara yang jauh lebih lembut dari pada tadi. Laki-laki itu berusaha meredam kemarahan sedari tadi, mendiamkan Zil yang jelas-jelas didera kegundahan.

"Apa sebenarnya yang kamu lakukan? Apa ini yang kamu maksud dengan menangani masalahmu sendiri?" tanya laki-laki itu.

Meskipun melembut jelas masih ada kemarahan dari suara suaminya.

Zil kembali terisak.

Seberapa keras pun dia berpikir, Zil tak bisa menemukan kesalahannya. Dia sudah berusaha menangani masalah dengan Harry seorang diri dan gadis itu pikir dia berhasil melakukannya. Dia berusaha keras menangani masalah dengan Harry sedewasa mungkin, demi tak melanggar pasal-pasal dalam kontrak pernikahan mereka agar masalah pribadinya tak mempengaruhi dan merugikan Dariel. Kejadian dia hampir diseret masuk ke dalam kamar hotel oleh laki-laki itu jelas bukan hal yang pernah terpikir dalam benaknya.

"Maafkan aku kak" cicit gadis itu di sela-sela tangis kecilnya.

Dariel mendesah resah. Bukan ini yang dia inginkan. Dia ingin bicara baik-baik dengan istrinya mengenai masalah Harry, tapi Dariel terlanjur marah. Bagaimana tidak, Zil Gaia hampir saja dipaksa menghabiskan malam dengan laki-laki lain. Jika saja dia tak datang hari ini ke hotel, entah apa yang akan terjadi. Saat membayangkan hal buruk terjadi pada gadis ini, amarah memenuhi dirinya dan tak terkendali.

Terdorong oleh rasa iba saat melihat Zil masih menangis dan menunduk karena takut akan kemarahannya, Dariel menangkup wajah gadis itu dan mempertemukan mata mereka.

Dia dapat merasakan kalau istrinya sungguh-sungguh ketakutan. Bibirnya bergetar karena tangis yang tak kunjung berhenti. Pelupuk mata yang digenangi air mata menghalangi sang gadis untuk melihat bahwa kemarahan suaminya bukan ditujukan padanya.

"Berhenti menangis, agar kita bisa bicara" pinta Dariel lembut.

Laki-laki itu mengusap air mata yang masih setia membasahi kedua pipi istrinya. Satu tangan Dariel meraih punggung gadis itu dan menepuk pelan, berusaha menenangkan istrinya. Entah butuh berapa lama hingga tangisan Zil Gaia berhenti, pada satu titik tersisa hanya suara sesenggukan kecil dari bibirnya. Namun gadis itu masih menunduk takut, sesekali meremas jari-jemarinya sendiri.

"Kenapa tidak bercerita padaku kalau laki-laki itu mengganggumu selama ini? Apa kamu pikir aku tidak bisa menghadapinya? Kamu tidak percaya padaku?" tanya Dariel setelah memastikan istrinya mulai berhenti menangis.

Zil Gaia menoleh dan menggeleng keras.

"Bukan seperti itu, kak" jawabnya dengan suara yang hampir habis.

"Aku takut dia juga mengganggu kau dan kekasihmu. Selain itu aku juga takut kalau kemudian akibat kelakuan Harry akan mempengaruhi kesehatan grandma" gumamnya.

Dariel menatap gadis yang tak berhenti meremas jari-jemarinya hingga memerah, dia juga menggigit bibir bawahnya dengan gelisah. Terdorong oleh perasaan ingin menghentikan ketakutan istrinya, Dariel meraup tubuh mungil gadis itu dalam pelukan. Dia tak bisa lagi melihat Zil Gaia ketakutan.

Laki-laki itu bisa merasakan tubuh Zil menegang dan suara menahan nafas yang terdengar nyaring di telinga saat tubuh mereka menempel. Satu tangannya masih setia menepuk punggung gadis itu, sedangkan satu tangan Dariel naik mengelus puncak kepala istrinya.

A Girl With 5% of StocksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang