Chapter|12

3.3K 478 12
                                    

Adam Bamantara menyiapkan sebuah paket bulan madu ke Dubai untuk Zil dan Dariel.

Mereka tiba hari ini, menginap di sebuah hotel bintang lima, menempati kamar pengantin selama seminggu penuh. Kamar pasangan itu menyuguhkan pemandangan kolam utama dan pohon-pohon palm, juga pemandangan pantai. Hotel yang mereka tempati menyediakan masakan khas Middle Eastern, Asia, juga Barat dengan seorang chef bergelar Michelin. Sore itu mereka baru datang setelah menaiki balon udara dan menikmati pemandangan gurun, oasis, sesekali hewan seperti unta atau kijang yang tampak dari atas.

Pasangan suami-istri itu selanjutnya akan dimanjakan dengan couple spa, saat Zil belum juga keluar dari kamar mandi. Perempuan itu sedang mengganti baju. Dariel terpaksa mengetuk pintu karena istrinya tak juga keluar.

"Zil, kamu baik-baik saja?" Dariel kembali mengetuk pintu.

Tak ada jawaban selama beberapa detik, sebelum pintu kemudian membuka dan Zil yang tampak meringis dan tersenyum secara bersamaan. Perempuan itu sudah mengganti baju dengan kimono dress berwarna merah maroon.

"Ada apa?" tanya Dariel lagi.

"Kak, hairpin-ku tersangkut dan tak mau lepas. Rasanya sakit sekali" ucap gadis itu seraya menunjuk kepala bagian belakangnya.

Dariel mendengus pelan.

"Aku kira kamu sedang sakit, ck..sini aku bantu" Dariel menawarkan bantuan, tak tahu bagaimana parahnya hairpin itu tersangkut di rambut kecoklatan pengantinnya.

Mereka berdua berdiri di dalam kamar mandi, berkutat dengan hairpin yang entah bagaimana bisa tersangkut dengan begitu rumit dan membelit rambut Zil. Perempuan itu meringis dan bahkan menjerit saat Dariel berusaha melepaskan hairpin itu dari rambutnya. Dariel terpaksa berhati-hati dan memfokuskan diri.

Menit demi menit berlalu, tapi benda itu tak mau terlepas. Seolah kembali ke tempat semula setiap kali berusaha dikeluarkan dari rambut sang gadis. Dariel menengadah sejenak karena lehernya yang mulai terasa sakit, tubuh mungil pengantinnya memaksa laki-laki itu menunduk selama bermenit-menit. Zil Gaia memang hanya setinggi pundak Dariel.

"Zil, apa kamu tak terpikir untuk potong rambut saja hm?" laki-laki itu mulai tak sabar.

"Kak.." Zil menoleh dan merengek.

Dariel merasa tak tega melihat Zil yang mulai ketakutan kalau dirinya benar-benar akan memotong habis rambutnya.

Jika mengingat posisi hairpin yang berada di tengah-tengah, bisa dipastikan rambut pengantin perempuannya harus dipotong sangat pendek agar benda itu bisa terlepas. Laki-laki itu menoleh pada meja wastafel, tak berpikir lama sebelum meraup tubuh mungil itu dan mendudukkannya di sana. Paling tidak dia tak usah menunduk saat Zil duduk di atas meja wastafel. Zil sempat memekik pelan karena terkejut. Tak mengindahkan wajah Zil yang memerah, Dariel membalik sang gadis menghadap kaca dan kembali berkutat dengan hairpin itu.

Sesekali Dariel melihat wajah Zil meringis dari pantulan kaca setiap kali rambutnya tertarik. Mereka berkutat dengan benda sialan itu hampir selama satu jam, sampai akhirnya terlepas dari rambutnya.

Dariel menghela nafas panjang setelah hairpin yang tersangkut itu terlepas sepenuhnya.

"Apa kau keberatan kalau aku membuang benda sialan ini ke tempat sampah?" tanya laki-laki itu dengan senyum lega tak lepas dari bibirnya.

Zil menggeleng penuh keyakinan, terdorong oleh perasaan bersalah dan lupa kalau itu salah satu aksesoris mahal yang dibelikan Noah untuknya.

"Aku bersumpah tak akan memakainya lagi kak" balas perempuan itu cepat.

A Girl With 5% of StocksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang