"Nana udah Lo telpon?" Haechan Yang sibuk melamun pun langsung melirik Jeno yang fokus menghembuskan asap rokoknya.
"Udah, tapi ga di angkat."
"Renjun!!" Lanjut Haechan saat melihat Renjun yang berjalan menuju gerbang. Renjun menoleh, dan tatapan ketiganya saling bertemu.
"Lo liat Jaemin?" Haechan agak sedikit berteriak, karena posisi mereka memang agak jauh.
Renjun hanya mengedikan bahunya, dengan wajah ketusnya. Tanpa berkata apapun Renjun malah pergi menuju halaman luar sekolah.
"Dia ga punya mulut apa gimana ya? Kerjaanya diem Mulu kayak batu." Haechan terlihat agak kesal.
"Dasar lembek, digituin aja masa kesel?" Cuek Jeno sambil menghisap rokoknya.
Haechan menatap Jeno semakin kesal.
"Ck..lah Lo sama dia sama aja." Haechan menyandarkan punggungnya ke tembok.
Haechan mengernyit, "Apa dia balik duluan kali ya?" Tanya Haechan, Jeno hanya mengedikan bahu.
"Coba Lo liat ke kelasnya,"
Haechan menatap Jeno malas.
"Lo aja Sono, gue lagi males jalan sana sini." Jelas Haechan sambil mengambil bungkus rokok milik Jeno dan mengambil satu batang rokok untuk ia hisap.
Jeno yang mendengar balasan Haechan yang terdengar sangat malas pun akhirnya beranjak berdiri dan membuang rokoknya.
"Biasanya juga Lo hiperaktif, anjir." Jeno menginjak puntung rokok yang ia buang tadi sampai rokok itu benar benar padam.
"Lah mau kemana Lo?" Mark menahan bahu Jeno.
"Mau nyusulin Jaemin,"
"Dia ga ada dikelas," Mark mengambil helm dan memakainya.
"Iya gue tadi nyusulin dia, tapi ga ada." Mark berbicara lagi, seakan akan ia tahu arti tatapan Jeno dan Haechan.
"Dia udah balik duluan kali ya? Tumben banget dia balik sendiri." Jeno berjalan kearah motornya lalu memakai helmnya.
"Coba lo telpon sekali lagi Chan, siapa tau dia nyaut." Titah Mark, Haechan mengeluarkan ponselnya dan mulai menekan nomor Jaemin.
"Memanggil—" Haechan menunjukan layar ponselnya ke arah Mark dan Jeno.
"Dia kemana sih? Ga biasanya dia kayak gini. Gue agak aneh sama dia, gue liat liat dari pagi dia agak aneh kayak ada yang disembuyiin gitu dari kita." Sahut Jeno.
"Gue kira gue doang yang ngerasa kayak gitu," Mark menyalakan mesin motornya.
"Gue juga ngerasa gitu, dan gue ngerasa Jaemin mulai aneh waktu dia keluar dari kamar mandi. Semalem Jaemin mual kan?"
"Iya, terus apa hubungannya?"
"Gue kan nyuruh Chenle buat nyusulin Jaemin, dan Chenle cerita—"
"Dia cerita apa?" Tanya Jeno cepat.
"Jaemin muntah darah katanya,"
Tok..tok..tok...
Jaemin tersenyum saat seseorang didalam rumah tiba tiba membuka kunci pintu dan membuka pintu secara perlahan.
"Jaemin?"
Jaemin tersenyum saat Yoona tersenyum ke arahnya lalu memeluk dirinya.
"Kok kamu ga kabarin Tante dulu sih, kalo kamu mau kesini?"
"Kalo dikasih tau bukan Surprise dong namanya," Jawab Jaemin ramah.
"Si kembar sama yang lain pada kemana? Kok kamu sendiri?" Tanya Yoona sambil mengajak Jaemin masuk kedalam rumahnya.
"Iya Tante, Nana kesini sendiri. Jaemin juga nggak bilang bilang sama yang lain mau kerumah Tante."
"Loh kok gitu? Kamu lagi berantem ya?"
"Nggak kok Tante, Nana kan anak baik mana mungkin Nana berantem kan?" Jaemin mengeluarkan tatapan imutnya.
"Kamu tuh padahal udah mau dewasa, tapi di mata Tante kayaknya kamu imut terus bawaannya." Jaemin terkekeh kecil saat Yoona mengacak Surai rambutnya pelan.
"Kita terakhir ketemu waktu pas kamu umur 7 tahun ga sih? Udah lama banget Tante ga liat kamu,"
Jaemin terkekeh.
"Iya, terakhir Nana ketemu Tante. Waktu Tante tutup mata batin Nana kan ya?" Tanya Jaemin yang membuat Yoona mengangguk.
Iya, Jaemin memang anak yang sedikit istimewa dari yang lain. Dimana ia memiliki kemampuan di dalam hal seperti itu, yang terkadang tak semua orang lain miliki.
Yoona menutup mata batin Jaemin saat lelaki itu berusia tepat tujuh tahun, itu semua terjadi karena Yoona khawatir akan keadaan Jaemin yang belum waktunya mengenal hal hal seperti itu dan bahkan Jaemin sempat stres, tertekan dan ketakutan akibat kelebihannya itu. Terpaksa Yoona menutup mata batin Jaemin sampai sekarang.
"Nana boleh minta tolong ga Tante?"
"Minta tolong apa? Biar Tante tolongin, ada masalah apa?" Tanya Yoona lembut.
"Tolong buka mata batin Nana, Tante."
Yoona agak sedikit terkejut akan permintaan Jaemin.
"Kamu udah bilang sama mama?"
Jaemin menggeleng.
"Nana ga kasih tau siapapun kecuali Tante, tolongin Nana boleh ya?"
Yoona masih menatap Jaemin tak percaya.
"Nana janji kok Tante, Nana ga bakal stres ataupun ketakutan kayak dulu lagi. Sekarang Nana udah dewasa,"
"Bentar—alasan kamu kayak gini karena apa?"
Tatapan Jaemin berubah menjadi lebih redup.
"Nana ngerasa, ada yang nggak beres Tante."
Yoona mengernyit.
"Gak beres gimana? Coba ceritain masalahnya sama Tante." Jawab Yoona agak serius.
"Nana sama si kembar jadi bahan incaran Tante."
KAMU SEDANG MEMBACA
Catastrophe | Huang Renjun
Fiksi Penggemar"The more you complain the more chances you have to die,"