"Dia ada di dalem, masuk aja ga apa apa." Jelas Taeyong saat Kun Baru datang membuka pintu.
"Dari kapan Lo anter dia kesini bang?"
"Sekitar dua hari yang lalu, dia sempet nolak sih di masukin kerumah sakit jiwa, tapi akhirnya Yangyang mau."
"Gue masuk dulu ya," Kun menepuk bahu Taeyong sedangkan Taeyong hanya mengangguk samar sambil menyeringai kecil.
Kun menghampiri Yangyang secara perlahan. Yangyang yang menyadari kehadiran Kun pun langsung menatap Kun dengan tatapan dingin.
"Ngapain kesini?"
Kun menatap adiknya itu, lebih tepatnya menatap luka di sekujur tubuhnya yang agak menghitam.
"Lupain Yihua, oke?"
Yangyang mendengus saat Kun berbicara seperti itu. Bagaimana bisa Kun menyuruhnya untuk melupakan kembarannya sendiri? Apa saja yang Taeyong katakan sampai sampai kakaknya jadi segila ini?
"Lo gila bang, gue ga akan pernah lupain Yihua."
Kun menghela nafas.
"Tapi gue khawatir sama keadaan Lo yang kayak gini,"
Yangyang melepaskan usapan pelan Kun di tangannya yang penuh dengan luka. Padahal nyatanya luka ini ulah Taeyong bukan ulah Yangyang sendiri.
"Kenapa Lo harus peduli sama gue?"
"Karena gue kakak Lo, Yangyang."
"Kalau Lo kakak gue, udah berapa banyak Lo denger omongan gue? Udah berapa banyak omongan gue yang Lo percayain?" Tanya Yangyang dengan nada serak.
Kun diam.
"Ngga ada kan? Lo ga pernah dengerin omongan gue bang! Jadi Lo peduli sama gue pun sia sia aja,"
"Yangyang, gue bukan gak denger ucapan Lo tapi—"
"Lo lebih percaya sama omongan si Taeyong sialan itu kan?"
"Lo ga bo—"
"YANG GILA ITU DIA! BUKAN GUE!!" Jerit Yangyang dengan suara yang semakin parau. Mata Yangyang pun berkaca kaca.
"YANG HARUSNYA MASUK RUMAH SAKIT JIWA ITU DIA!!! BUKAN GUE!!!!" Yangyang meringis pada Kun, berharap Kun percaya dengan semua ucapannya. Namun nihil, sepertinya itu mustahil.
Kun memeluk Yangyang yang terlihat menangis perih.
"Kenapa Lo ga pernah percaya sama omongan gue hah?"
Kun diam, dia hanya mengusap ngusap rambut Yangyang. Tanpa sepengetahuan Yangyang, Kun juga menangis secara diam diam.
"Harus berapa kali gue bilang—kalo gue itu gak gila!!!"
Hati Yangyang semakin terasa pedih saat Kun hanya merespon dengan usapan lembut di ubun ubun kepalanya.
"Taeyong yang bunuh Yihua! Dan kenapa Lo ga pernah percaya sama omongan gue? Apa yang gue omongin itu selalu bener sama kayak faktanya. Dan luka luka ini juga bukan sama gue, tapi karena ulah Taeyong."
Kun melepas pelukannya, saat melihat seorang suster masuk ke dalam ruangan Yangyang.
"Suster?"
Suster itu menoleh.
"Iya? Ada yang bisa saya bantu?"
"Suster apa adek saya sudah minum obat? Kayaknya sakitnya kambuh lagi." Yangyang menatap Kun tak percaya.
"Belum kak, biar saya ambilkan obatnya dulu." Kun mengangguk kecil saat suster itu berlalu keluar.
Lagi lagi Kun menganggap semua omongan itu hal konyol yang terlihat tidak waras?
"Bang—"
"Iya kenapa? Sakit gak kepalanya?" Tanya Kun lembut.
"Kenapa gue harus minum obat?"
"Ya biar sakit mental Lo sembuh lah, gue kan udah bilang jangan terlalu pikirin Yihua. Dia pasti udah tenang kok Disana."
"Maaf kak ini obatnya," Kun mengambil alih obat dari suster tersebut.
"Makasih ya," suster itu mengangguk seraya berjalan keluar ruangan.
"Bentar ya gue ambil minumnya dulu," Kun menerima obat tersebut pada Yangyang lalu pergi ke arah sofa untuk mengambil air minum miliknya.
Yangyang menatap kesal obat tersebut, lalu ia menumpahkan semua tablet obat itu dan menginjaknya.
Kun yang melihat itu pun langsung menghentikan ulah Yangyang.
"Kenapa Lo malah buang obatnya sih? Gue kan bilang tunggu bentar!!"
"Gue ga perlu minum obat! Gue itu ga sakit bang!"
"Yangyang—"
"Buat apa gue hidup kalo tangisan gue aja ga pernah Lo denger bang."
"Di sangka sakit jiwa itu sakit bang—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Catastrophe | Huang Renjun
Fanfiction"The more you complain the more chances you have to die,"