Haechan melirik kearah pergelangan tangannya yang di usap lembut oleh ayahnya.
"Kenapa jam segini belum tidur?" Tanya Johnny dengan tatapan teduh.
"Haechan gak bisa tidur, Yah." Jawab Haechan sambil bersandar pada tembok.
"Masalah kamu di sekolah kan udah selesai, terus sekarang kamu pikirin apa lagi?" Haechan menatap Johnny intens.
"Emang muka Echan keliatan banyak pikiran ya yah?" Tanya Haechan yang membuat Johnny mengedikan bahunya kecil.
"Coba kamu liat di cermin," Haechan menatap bayangan wajahnya di cermin yang Johnny pegang.
"Muka Haechan gak keliatan banyak pikiran ah, malah Echan keliatan makin ganteng." Johnny tertawa saat mendengar kepedean Haechan.
"Ganteng ganteng kok kantong matanya kek panda," Sindir Johnny yang membuat Haechan nyengir kuda.
"Sayang kalo gamenya ditinggal Yah,"
"Tapi jujur, ayah akhir akhir ini sering liat kamu ngelamun di teras sendirian. Kamu kenapa hah?"
"Haechan gak kenapa Napa kok, emang gak boleh apa Haechan ngelamun? Kayaknya aneh banget ya kalo Haechan diem?"
"Iya, ayah malah lebih takut kamu mendadak jadi pendiem. Biasanya juga hiperaktif, kalo ada masalahnya tuh cerita sama ayah."
"Cuma masalah kecil doang kok. Lagian gak begitu penting juga, Yah."
Johnny menyipitkan matanya.
"Aneh," Johnny menatap Haechan dari rambut sampai ujung kaki.
Haechan yang merasa risih dengan tatapan ayahnya pun menggaruk tengkuknya dengan senyuman kaku.
"Aneh kenapa? Haechan ngerasa biasa aja tuh."
"Kamu hamilin anak orang ya?"
Haechan yang mendengar itu tersedak ludah sendiri.
"IH AYAH SEMBARANGAN!!! HAECHAN GAK GITU YA!" kaget Haechan yang membuat Johnny terkekeh.
"Masa sih?"
"Haechan emang anak nakal, tapi Haechan nggak brengsek ya yah, ada juga Haechan tuh tukang bikin bengek orang orang." Johnny tersenyum sembari memeluk Haechan dari samping.
"Ayah kangen meluk kamu kayak gini," Haechan tersenyum samar di sela sela pelukan Johnny.
"Terakhir ayah meluk itu, waktu kalian umur sepuluh tahun. Kita pisah udah cukup lama ternyata,"
Haechan hanya diam, memejamkan kedua matanya mencoba menikmati pelukan hangat itu yang sudah lama tak ia rasakan.
"Diem Mulu, tidur ya?"
Masih dalam posisi memeluk Johnny Haechan menengadahkan kepalanya.
"Haechan juga kangen semuanya. Haechan kangen banget suasana rumah yang dulu, Haechan sering ngelamun karena mikirin itu yah, Haechan gak ada masalah kok."
"Kadang Haechan iri sama keluarga orang orang yang kayaknya suasananya manis banget, beda sama keluarga kita."
Senyuman Johnny agak memudar.
Ternyata dibalik ego dirinya dan Saera, ada perasaan yang lebih tersakiti.
"Yah,"
Haechan melepaskan pelukannya saat Indra penciuman nya menyium aroma aneh.
"Kenapa?"
Haechan masih mengendus ngendus lingkungan sekitar.
"Ayah nyium bau dupa ga sih?"
"Anak anak jadi ikut sama Johnny?" Saera mengangguk lemas.
"Padahal hak asuh kan ada di aku, harusnya dia gak boleh kayak gitu." Kesal Saera yang membuat Taeyong memeluknya dari samping.
"Nanti juga kalau dia ngerasa kewalahan ngurus mereka juga nanti pasti dia balikin anak anak ke kamu lagi."
"Iya, tapi aku masih kesel sama dia. Aku gak suka karena dia jelek jelekin kamu lah, dia juga bilang aku gak becus lah. Padahal kan anak anak gak pernah cerita sama aku, padahal aku juga udah nyuruh mereka buat lebih terbuka sama aku."
"Yaudahlah gimana maunya dia aja, lagian anak anak juga pasti ada saatnya kangen sama kamu."
"Sebentar, aku angkat telepon dulu."
Taeyong meraih ponselnya.
"Hallo dengan siapa ya?" Tanya Taeyong sambil melirik Saera sekilas.
"Maaf pak, kami dari rumah sakit jiwa ingin melaporkan jika Yangyang kabur dari rumah sakit pak."
Taeyong melotot kaget.
"APA? YANGYANG KABUR DARI RUMAH SAKIT?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Catastrophe | Huang Renjun
Fanfiction"The more you complain the more chances you have to die,"