Dengan tergesa Renjun mengambil jaketnya dan memakainya, semua orang di rumah pergi ke kantor polisi untuk melaporkan kasus kehilangan Jaemin.
Senyuman Jaemin tulus tadi benar benar masih menjadi pertanyaan di benak Renjun, kenapa ia dan Jisung bisa melihat Jaemin sedangkan yang lain tidak?
Dengan kejadian tak logis itu, Otomatis pikirannya langsung menyimpulkan jika ada sesuatu yang Jaemin sembunyikan dari dirinya dan saudara yang lain.
Baru saja Renjun hendak keluar, saat ia membuka pintu utama ia malah berpapasan dengan Jeno.
"Mau kemana?" Jeno bertanya dengan wajah masamnya.
Sepertinya Jeno mabuk lagi.
"Bukan urusan Lo! Minggir!" Renjun mencoba menyingkirkan Jeno dari pandangannya namun Jeno malah menghempas pelan Renjun.
"Lo mau apa sih?"
"Lol!"
"Jaemin hilang dan Lo malah santai santai gini? Lo punya otak gasih?"
Renjun tak menjawab, padahal ia pergi pun dengan niat untuk mencari Jaemin. Karena Renjun tahu pasti jika polisi belum bisa menindak lanjuti kasus ini karena Jaemin belum hilang selama 24 jam.
"Gue bilang minggir!"
Renjun menerobos Jeno yang berdiri dengan lunglai. Semenjak ayah dan mamanya berpisah kehidupan Renjun dan saudara saudaranya malah memburuk.
Apalagi Jeno yang selalu mengandalkan alkohol untuk obat penenang ya jika ia stres.
Renjun sebenarnya peduli, ia ingin memarahi Jeno yang terus mabuk mabukan namun rasanya ia terlalu gengsi untuk menyatakan semua hal itu.
Bahkan sekarang pun Renjun tak mau mengakui jika ia pergi tengah malam begini untuk mencari jaemin.
Renjun memberhentikan motornya tepat di pinggir jalanan, jalanan sangat sepi karena waktu sudah menunjukkan pukul setengah satu malam.
Renjun meraih ponselnya untuk menelpon Jaemin. Namun panggilan Renjun tak kunjung di jawab juga.
Dan akhirnya ia memutuskan untuk menelpon ayahnya.
"Tu—"
"Hallo Renjun? Ngapain malem malem nelpon?"
Renjun tersenyum saat ayahnya mengangkat panggilan darinya.
"Ayah,"
Jhonny berdehem.
"Kenapa? Kok kamu belum tidur?"
"Jaemin hilang, mana bisa Renjun tidur." Jelasnya dengan nada khawatir.
"Apa? Jaemin hilang? Kok bisa?"
"Renjun juga gak tau, Jaemin juga gak bilang apa apa sama yang lain."
"Kamu udah coba telfon dia?"
"Udah yah, tapi ngga di angkat terus, Renjun harus gimana? Renjun takut Jaemin kenapa Napa."
"Tenang dulu, kamu udah lapor polisi?"
"Udah yah, mama sama yang lain udah lapor polisi tapi katanya belum bisa di selidiki karena Jaemin belum hilang satu hari penuh,"
Jhonny menghela nafasnya.
"Yaudah, kamu sekarang dimana? Masih cari Jaemin?"
"Iya, tapi tetep ga Nemu juga yah."
"Oke, mending gini. Sekarang kamu pulang, udah malem juga nggak baik takutnya malah kamu yang celaka. Besok ayah kerumah buat bantu cari Jaemin,"
"Tapi kalo Jaemin kenapa Napa gimana yah?"
"Jaemin pasti baik baik aja, dia itu anak baik. Tuhan pasti jaga dia. Udah sekarang kamu pulang kerumah, ayah gamau nanti kalo kamu malah celaka gara gara nekat cari Jaemin sendirian."
"Yaudah deh," Renjun mematikan sambungan teleponnya lalu kembali merenung memikirkan Jaemin yang entah pergi kemana.
Pukk
Renjun menoleh ke belakang saat bahunya ditepuk dari belakang. Ternyata seseorang perempuan berambut sebahu tiba tiba ada dibelakang Renjun.
Dan sepertinya itu—
Yihua?
Karena wajahnya sama persis seperti perempuan yang diperpustakaan itu.
"Elo? Ngapain disini? Lo ngikutin gue?"
Yihua tak merespon apapun, wajahnya terlihat biasa saja.
"Pulang, bentar lagi disini ada yang kecelakaan."
"Hah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Catastrophe | Huang Renjun
Fanfiction"The more you complain the more chances you have to die,"