Renjun membalik posisi berbaring nya, jika tadi berbaring menghadap ke arah kanan, kini Renjun berbaring menghadap ke arah kiri.
Renjun tidak bisa tidur, jujur kejadian beberapa jam lalu masih terngiang dalam pikiran Renjun.
"Kenapa Lo harus kecewa waktu Lo tau kalo gue ini sebenarnya udah meninggal?"
Pertanyaan Yihua terus terngiang ngiang di benaknya, tadi saat Yihua bertanya seperti itu Renjun malah meninggalkan Yihua sendirian di halte tanpa menjawab pertanyaan Yihua, bahkan ia tak berucap satu kata pun.
"Bener kata dia kenapa juga gue harus kecewa?" Posisi Renjun kini berubah menjadi terlentang dan menghadap langit langit kamarnya yang bernuansa abu abu.
Setelah itu Renjun langsung menutup wajahnya dengan bantal, memukul bantal yang ada di genggamannya dengan kesal.
"Setengah hidup gue udah hancur," lirih Renjun sambil menatap nanar langit langit kamar.
"Sekarang hidup gue makin hancur pas tau Lo udah meninggal Yihua," Renjun menangis tanpa suara. Memikirkan semua masalah hidupnya yang tak pernah habis.
"Cih cowo kok nangis?" Saat mendengar suara yang sudah familiar di telinga nya Renjun langsung menyingkirkan bantal yang menghalangi wajahnya.
Renjun menyeka kasar matanya yang penuh dengan genangan air mata saat melihat Yihua berada di samping nakas sambil menatapnya dengan senyuman jahil.
"Kok Lo ada disini? Gimana masuknya? Rumah kan di kunci semua?"
"Gue kan roh, Lo juga pasti tau kali gimana caranya gue masuk." Yihua duduk di pinggiran ranjang di sebelah Renjun.
"Gue baru tau kalau cowo dingin kayak Lo ternyata bisa nangisin gue." Ledek Yihua yang membuat Renjun menatapnya mencebik.
"Siapa yang nangis? Gue kaga nangis juga!" Elak Renjun sambil memalingkan wajahnya dari Yihua.
"Beneran gak nangis?" Goda Yihua yang membuat Renjun mendengus.
"Gue beneran gak nang—is," di kata terakhir Renjun tak bisa berbohong, niatnya untuk berbohong pada Yihua menjadi gagal. Hatinya tiba tiba terasa sesak saat melihat senyuman kecil di bibir Yihua.
Yihua yang menyadari laki laki itu menangis, Yihua pun langsung menarik Renjun kedalam pelukannya.
"Gue banyak banyak terima kasih sama lo, karena Lo udah mau tulus sama gue." Yihua mengusap punggung Renjun.
Renjun tak menyahut, hanya tangisan kecil yang Yihua dengar.
"Gapapa keluarin aja semua, gue disini ada buat nemenin Lo." Yihua mengusap ubun ubun Renjun lembut, mencoba memberi ketenangan pada laki laki di hadapannya.
"Lain kali jangan pernah bohongin perasaan sendiri," Jelas Yihua, Renjun melepaskan pelukannya.
"Lo gak perlu merasa kehilangan Renjun, karena yang sayang sama Lo itu bukan cuma gue aja, ada banyak orang yang tulus sama Lo, bahkan lebih tulus dari gue." Jelas Yihua sambil menyeka air mata Renjun dengan penuh kasih sayang.
"Sorry juga kalau perhatian gue bikin Lo sakit sendiri, gue gak pernah tau kalau akhirnya bakal kayak gini, gue dulu cuma berfikir mau tolongin Jisung buat bantu jaga Lo sama yang lain, gue gak pernah berfikir kalo perasan ini bakal ada."
"Perasaan itu gak muncul di hati Lo aja, gue juga ngerasain hal yang sama Renjun." Yihua menatap tangan Yihua yang mengelus lembut pergelangan tangannya.
"kok kita jadi cengeng gini?" Tanya Yihua sambil tertawa kecil.
"Gue lebih suka Lo yang sering marah marah dibanding Lo yang cengeng gini " Renjun tersenyum saat Yihua tertawa padanya.
Renjun hanya menatap mata berbinar Yihua dengan tatapan sendu. Lalu ia beranjak dari posisi dan menatap ke arah cermin.
"Lo mau ngapain?"
Pertanyaan Yihua tak sempat Renjun gubris, Renjun sekarang lebih fokus pada pantulan dirinya di cermin.
Bayangan dirinya di cermin sudah benar benar berdeda dari biasanya, bahkan jauh lebih parah.
Keadaan wajah Renjun yang semakin terlihat pucat membuat Renjun sekarang percaya akan ucapan Yihua.
Yihua sama kagetnya dengan Renjun, Yihua menatap Renjun tak percaya.
Ternyata soal umur kematian itu benar benar nyata.
Jujur, meskipun Renjun kadang selalu mengeluh dan memohon pada Tuhan agar dirinya Segera lenyap di dunia itu hanya kekesalan belaka.
Pada nyatanya Renjun benar benar takut akan kematian.
"Tanggal sembilan belas Desember, Yihua." Ucap Renjun dengan tatapan kosong. Karena tanggal tersebut tepat di hari Senin depan.
"Iya, kalau Lo gak berubah umur kematian itu bakal jadi kenyataan Renjun—"
"Dan gue gak nyangka kalau tanggal kematian Lo bakal sama kayak tanggal kematian gue," Renjun menoleh pada Yihua.
"Tepat di tanggal sembilan belas Desember satu tahun lalu—gue dibunuh Taeyong."
"Dan tahun ini, nyawa kembaran Lo sama kembaran Lo yang bakal di ambil Taeyong."
"Masih ada waktu buat ngerubah semuanya Renjun, Lo mau Berubah Atau Lo mau mati?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Catastrophe | Huang Renjun
Fanfiction"The more you complain the more chances you have to die,"