55- Perasaan

125 23 1
                                    

Jam semakin menunjukkan larut malam, namun hujan tak kunjung menunjukkan akan segera reda, malah hujan nampak semakin deras.

Dara nampak mulai resah akan hal itu, apalagi dirinya dan Gamal sudah berada di tempat ini dari siang. Terjebak berdua bersama Gamal bukanlah hal yang baik, Dara jadi ingat sendiri kejadian saat dirinya terjebak di gudang.

Dara melirik Gamal yang duduk tenang disampingnya padahal udara terasa sangat dingin dan menusuk.

"G-gamal,"panggil Dara sedikit gugup.

Gamal menoleh namun cowok itu tak menyahuti.

"Mau gantian pake jaketnya, pasti Lo kedinginan kan?"

Dara melepaskan jaket denim milik Gamal dari tubuhnya, gadis itu lalu menyodorkannya pada Gamal.

"Gak usah,"tolak Gamal lalu cowok itu menatap ke arah depan lagi.

Tangan Dara diturunkan, ia memperhatikan wajah Gamal yang terlihat jelas berusaha menahan dinginnya udara.

"Lo pake aja jaketnya,"suruh Gamal tanpa menoleh ke arah Dara.

Meski dengan keraguan di dadanya, Dara mengangguk menuruti saja, toh memang udaranya sangat tidak bersahabat dengan dirinya.

Dara menatap ke arah depan, keadaan hening seketika setelahnya. Namun beberapa saat kemudian, ditengah keheningan itu, senyum Dara tiba-tiba terukir tanpa sebab. Dara berusaha menahannya, menundukan kepalanya.

Entah mengapa perlakuan sederhana dari Gamal itu membuatnya senang. Senang, ini terasa seperti di dalam sebuah drama yang sering Dara tonton. Adegan hujan, dimana si cowok memberikan jaketnya dengan romantis kepada si cewek. Ah... Terdengar romantis bukan?

"Kalau dipikir-pikir, kenapa kita bisa sedekat ini ya?"tanya Dara, membuka keheningan.

Gamal menoleh sebentar, melihat ke arah Dara yang tengah menatap derasnya air yang jatuh dari langit.

"Dulu... Waktu awal kita satu kelas, gue sempat gak berfikir kalau Lo satu kelas sama gue. Bahkan gue gak berfikir juga kalau gue bisa kenal dan dekat sama Lo kaya sekarang. Tapi... Entahlah, Karna sebuah tugas... Kita jadi kaya gini?"

Gamal mengangguk-anggukan kepalanya mengerti.

"Lo gak senang ya setelah kenal gue?"tanya Gamal.

"Oh enggak! Justru awalnya gue pikir bakal akward dan emang itu terjadi sih, tapi setelah lama kenal, ngobrol sama Lo, Lo cukup luar biasa."

Gamal menoleh bebarengan juga dengan Dara yang ikut menoleh, kedua pandangan mereka bertemu dan terdiam untuk beberapa saat.

"Menurut Lo gue gimana?"

Gamal mengalihkan pandangannya, menatap ke arah depan.

"Kurang lebih, apa yang Lo rasakan saat kenal gue, adalah rasa yang sama saat gue kenal sama Lo. Meski Lo terlihat cukup akward kenal sama gue, tapi Lo cukup asik, kompeten."

Gamal menghela napas panjang. "Awalnya waktu gue ketemu Lo di SMP, gue pikir Lo benci sama gue."

Dara langsung menatap Gamal dengan kedua mata terbuka. "Sejak kapan gue benci sama Lo?"

Gamal menatap Dara.

"Gue sama sekali gak pernah benci Lo,"pertegas Dara.

"Lagian setiap gue gak sengaja ketemu Lo waktu kelas 8, Lo kaya ngehindar dari gue."

Dara mengerjap-ngerjapkan kedua matanya, berusaha mengingat apa yang sebenarnya terjadi saat itu.

"I-itu Karna... Gue... L-lo..."Dara gagap tiba-tiba, sulit menjelaskan.

"Gue jadi mikir saat itu, ini cewek kenapa selalu menghindar saat ketemu gue, bahkan waktu itu gue penasaran siapa namanya. Lo berbeda Ra."

Dara jadi mematung sesaat, cerita macam apa ini? Kenapa ia baru tahu kalau ternyata Gamal dari dulu ingin mengenalnya?

Dara menatap ke arah depan, kemudian gadis itu menundukkan kepalanya lalu memainkan kukunya.

"Mungkin waktu itu gue sangat canggung dan gue juga sering ngerasa..."Dara menggantung ucapannya, sedikit malu mengakuinya. "Deg-degan setiap ketemu Lo. Makannya gue selalu ngehindar."

Gamal menoleh, cukup terkejut mendengar pengakuan dari Dara.

Kedua mata Gamal memperhatikan wajah Dara yang tiba-tiba berubah aneh. Mata Gamal menyipit, wajah gadis itu memerah.

"Ra?"

Dara mengangkat kepalanya, menoleh menatap Gamal.

Belum sempat ia menyahuti Gamal, tiba-tiba saja tangan Gamal diletakan di kening Dara. Sial! Ini membuat Dara terkejut.

Gamal meletakan punggung tangannya satu lagi di atas keningnya.

"Oh ternyata Lo demam,"Gamal menurunkan tangannya dari kening Dara. "Pantes muka Lo merah."

Dara langsung menyentuh keningnya, kemudian gadis itu menyentuh kedua pipinya yang malah terasa dingin. Apa ini? Sebenarnya apa yang terjadi? Wajahnya memerah? Mengapa?

"Lo gak papa? Demam Lo tinggi."

Dara merasa Bingung sendiri. "Enggak papa, gue gak ngerasa apa-apa."

Gamal berdecak. "Sorry, karna gue Lo jadi demam dan kita kejebak disini."

Dara hanya diam tak menanggapi itu, Gamal sudah mengucapkan maaf terlalu sering, sampai-sampai Dara bisa menghitungnya. Cowok itu mengucapkan maaf setiap satu jam sekali.

Keadaan hening sesaat dengan Gamal yang melipat kedua tangannya, sementara Dara memperhatikan wajah Gamal dengan lekat.

Perlahan tanpa disadarinya, tangan Dara bergerak menyentuh kening Gamal, Dara hanya ingin memastikan apakah cowok itu demam seperti dirinya atau tidak.

Telapak tangan Dara merasakan suhu hangat di kening Gamal, sudah bisa dipastikan cowok itu juga terkena demam, sama sepertinya.

Dara melepaskan tangannya dari kening Gamal, kemudian gadis itu benar-benar melepaskan jaket dari tubuhnya lalu memakainya pada tubuh Gamal.

"Ra, gak usah biar Lo aja yang pak--"

Perkataan Gamal terhenti saat melihat Dara yang sudah geleng-geleng kepala, memberikan tanda bahwa gadis itu tak mau dibantah.

"Gue tau Lo juga kedinginan Gamal, jangan terlalu jadi pahlawan. Nanti kalo sakit Lo makin parah gimana? Lo kan harus tampil di acara festival itu kan?"

Gamal mematung, ia baru mengingat hal itu.

"Lo harus jaga kesehatan Gamal, temen-temen Lo udah berjuang keras biar kalian bisa tampil di acara bergengsi itu."

Gamal benar-benar mencerna dengan baik setiap kata yang keluar dari mulut Dara, tatapan matanya juga tak lepas dari wajah Dara yang entah mengapa membuatnya diam dan ingin terus menatapnya.

Deg

Deg

Deg

Detak jantung Dara mulai terasa berdetak naik, kecepatannya mulai berubah perlahan. Semakin lama ia menatap wajah Gamal, semakin tak terkendali juga detak jantungnya.

Perasaan ini sulit untuk dijabarkan, benar-benar tidak bisa berkata-kata.

Tatapan keduanya semakin dalam, jarak diantara mereka semakin tak bersisa.

"Ra?"

Suara berat Gamal terdengar hingga ke kedua telinga Dara. Suaranya bergetar.

"Kayanya gue suka sama Lo."

-oOo-

Meski tugas numpuk, tapi ini harus diselesaikan. Oke

Tomorrow (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang