20- Not sure

151 28 0
                                    

Sehabis jam istirahat, Gamal meminta dispensasi untuk latihan bandnya. Sebelumnya mereka sudah menyepakati hal itu agar setidaknya mereka tetap bisa belajar materi hari ini.

Gamal berjalan cukup santai seperti biasanya, meski seluruh anggota sudah menunggunya Karna cowok itu yang datang paling akhir.

Lagi-lagi saat dirinya masuk, hanya aura kekosongan yang ada. Kening Gamal berkerut, bingung dengan ekspresi dari ketiga orang yang duduk didepan alat musik yang merek mainkan.

"Kenapa?"tanya Gamal, ia mengambil kursi dan membuka sarung yang menutupi gitarnya.

"Gue pikir setelah Diana pergi, dia bisa diganti Kirana. Tapi... Kirana nolak ajakan gue buat gabung. Katanya dia dilarang sama orang tuanya, dia gak boleh terlalu aktif di sekolah,"kata Angga memberitahu dengan wajah yang ia tekuk, sedih.

"Terus gimana?"tanya Gamal bingung, ia menatap Vino dan Rio yang duduk bersampingan.

Vino dan Rio menggeleng tanda tak tahu, wajah keduanya sama persis dengan Angga, suram.

Vino mendesah berat. "Gimana lagi? Hanya ada dua kemungkinan yang terjadi Mal."

Kening Gamal semakin berkerut dalam, ia tak paham dengan apa yang Vino maksud.

Vino menatap satu persatu anggota band. "Antara kita gak jadi tampil atau salah satu dari kita harus jadi posisi vokalis juga."

Mendengar usulan Vino, Angga membulatkan kedua matanya. "Gak mungkin!"ia melihat satu persatu anggota. "Diantara kita gak ada yang bisa nyanyi."

Vino membalas dengan tatapan datar. "Bukannya Lo bisa nyanyi ya?"tanya Vino.

Angga menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Iya sih, sedikit. Tapi kan gue drummer, gak ada sejarahnya drummer jadi vokalis."

Vino menatap yang lain, hanya Rio dan Gamal. "Rio? Dia pegang keyboard, tapi dia gak bisa nyanyi."

Sontak seluruh tatapan langsung tertuju pada satu sosok, si cowok yang duduk paling santai.

Menyadari seluruh sorot mata menuju ke arahnya, Gamal langsung mengelak. "Apalagi gue. Gue gak bisa nyanyi."

Angga berdecik, ia resah. "Masa sih kita gak jadi? Padahal kepala sekolah bener-bener berharap kita tampil di acara itu loh. Kalian tau kan acara itu cukup penting bagi kita? Bagi sekolah juga."

"Iya-iya gue tau itu, tapi mau bagaimana lagi? Kita gak ada vokalis,"kata Vino.

"Gimana kalo kita rekrut anak paduan suara?"usul Rio yang langsung disetujui oleh Angga.

Vino menghela napas pelan. "Mereka kan tampil di event yang sama, gak mungkin. Lagian Lo lupa? Di event kali ini tuh ada 2 katagori perlombaan. Band sama paduan suara,"jelas Vino.

Angga menggeleng-gelengkan kepalanya. "Enggak, gak mau, gue gak mau kita gagal tampil hanya Karna gak ada vokalis."

Angga menoleh, menatap Gamal yang sedang ikut berfikir. "Mal, mikir dong. Kita perlu jalan keluar,"desak Angga.

Gamal menoleh. "Gimana lagi? Gak ada cara lain."

Tatapan Angga turun, tingkat semangatnya hancur tiba-tiba. "Masa sih taun ini kita gak hadir di event besar itu? Padahal SMA Pelita ngirim perwakilan mereka. Ini semua gara-gara gue, harusnya gue gak ngajak Diana makan seblak Minggu lalu."

Vino menggeleng-gelengkan kepalanya. "Gak ada harapan."

Setelah mengatakan itu, Vino berjalan membereskan kursinya lalu mematikan sound sistem yang menyala sedari tadi.

Sementara itu, Angga yang kecewa masih berupaya mencari jalan keluar, ia terus mendekati Vino agar cowok itu tak menyerah dan segera mencari solusi baru.

"Tapi gimana sama lagu kita?"

"Lagu kita udah selesai. Ya itu, gak ada vokalis yang nyanyiinnya,"jawab Vino.

Angga berdecak kesal, ia menghentakkan kakinya 3 kali. "Ih.... Gusti aku harus ottoke?"

-oOo-

Gamal keluar dari rumahnya, ditangan kanannya ia memegang sebuah paper bag, sementara tangan kirinya sibuk memegang ponsel.

Cowok itu tersenyum kecil saat membaca pesan yang masuk. Setelahnya cowok itu lalu memasukkannya kedalam saku dan segera mengeluarkan motornya dari halaman rumah.

Gamal tak percaya dengan apa yang ia lakukan, siang tadi ia memasukan nasi goreng yang sebelumnya pernah ia buat untuk orang yang sama, ya! Dara.

Mengingat bahwa Dara benar-benar menyukai masakannya dan kebetulan gadis itu sedang ditinggal ibunya menjaga cafè, Gamal menawarkan nasi goreng kepada Dara.

Bukan hanya itu alasan ia mengunjungi rumah Dara, Gamal juga sekalian memberikan hardisk eksternal pada Dara yang berisi tentang informasi dan foto-foto untuk tugas mereka.

Langit di cakrawala amat cantik, matahari yang mulai tergelincir itu memancarkan warna oranye yang indah, sedikit menyorot wajah Gamal yang lembut.

"Dara pasti masakin gue kan?"

Sepanjang perjalanan Gamal memikirkan satu hal. Meski kecurigaannya terhadap Dara memang sangat tinggi apalagi setelah ia mendapatkan beberapa bukti yang saling berhubungan namun masih membuat Gamal jadi sedikit kebingungan.

Meski ia tak bisa membuat Dara mengatakan bahwa ia adalah pemilik dari akun itu, namun dari segi suara, selera musik, Dara memang mirip dengan pemilik akun tersebut.

Namun balik lagi, Gamal tak lupa kalau bukan hanya ia yang mengikuti akun itu, hampir semua orang yang ia kenal di sekolah juga menyukai video cover yang orang misterius itu unggah.

Tak menutup kemungkinan bukan kalau Dara juga hanya ikut-ikutan?

Setelah ia melihat rumah Dara yang tak jauh lagi. Dari arah kejauhan sorot mata Gamal menangkap dua sosok yang berdiri tepat didepan rumah Dara.

Seorang cowok memeluk erat tubuh gadisnya. Kedua mata Gamal menyipit, memastikan apa yang ia lihat.

"Dara?"

-oOo-

Ngantuk:(

Kapan-kapan lagi

Tomorrow (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang