Part : 48

700 53 2
                                    

Happy reading

(Hazel's birthday special chapter, yay)


Pagi ini Jio masih juga ada di rumah Hazel. Alasannya, ia malas pulang malam tadi. Ingat hanya alasan, padahal aslinya ia memang lebih suka tidur di rumah Hazel dibanding kamarnya sendiri di rumah.

"Kamu dianterin sama Jio dulu, Abang ada urusan skripsi" kata Azlan yang tengah membereskan berkas-berkas kuliahnya.

"Oke, tapi bukannya kak Jio lagi ujian?"

"Jam sembilan eneng, nganterin kamu dulu bisa" timpal Jio menjawab.

"Orang gak tau, dikira jam tujuh atau delapan"

"Enggak, sarapan dulu cepet"

Hazel melangkah, mengambil dua buah roti dan mengisinya dengan beragam rasa selai. Sarapannya pagi ini.

"Abang" panggil Hazel dengan mulut penuh roti.

"Apa? Kunyah dulu telen itu makanan"

"Acel udah mutusin," Hazel menjeda katanya.

"Kamu mutusin Kennand?!" Seru Jio dengan nada tinggi.

"Bukan itu, maksudnya keputusan yang om Abhi itu"

Azlan meneguk salivanya agak ragu. "Gitu? Apa keputusan kamu?"

Hazel menggeleng. "Nanti aja sekalian kalau ada om Michael sama Tante Alana"

Azlan mengangguk, tersenyum kecil. "Apapun keputusan kamu, selagi seratus persen dari hati kamu, Abang setuju"

Hazel mengangguk serius. "Ini udah Acel pikirin mateng-mateng"

"Yang penting kamu sembuh, hidup Abang gak akan tenang kalau kamu gak sembuh"

"Acel sembuh Abang, Acel pasti sembuh kalau udah ketemu ibu" jujur, Hazel berkata seperti ini hanya berniat bercanda.

"Apa maksud ketemu ibu?" Jio menimpali, Jio sensitif sekarang.

"Bercanda kak Jio, serius amat"

"Gak lucu, lagian" omel Jio yang juga tengah memakan potongan roti.

"Abang," panggil Hazel lagi.

"Apa? Jangan ngomongin yang aneh-aneh" peringatnya sebelum adiknya itu melanjutkan kata yang akan ia sampaikan.

"Enggak, Acel mau tanya doang, kenapa di sebelah makam ibu tanahnya kosong?"

Agaknya, Hazel bertanya seperti ini hanya didasarkan rasa penasaran. Tapi hati Azlan mengarah ke arah yang lain. Sungguh.

Azlan menggeleng. "Abang juga gak tau, cuma waktu itu ayah beli emang sepanjang itu, gak tau buat apa"

"Kalau seandainya ya, seandainya inget. Acel gak dikasih umur lagi, Acel mau di sebelah ibu"

Perkiraan Azlan benar, ia tidak bisa mengelak jika adiknya sudah berbicaralah seperti itu. Jangankan Azlan, Jio pun sama diamnya.

Azlan hanya bisa menatap adiknya lembut. Ia ingin sekali marah jika Hazel sudah membicarakan soal kematian. Tapi lagi-lagi ia teringat perkataan Abhi alias ayahnya.

"Abang? Kenapa gak jawab?"

"Udah, ssttt jangan ngomongin itu dulu sekarang kamu fokus sekolah udah mau ujian kelulusan, biar bisa masuk universitas yang bagus"

"Kalau Acel mati sebelum ujian gimana?"

"Adek," Azlan melengguhkan pandangannya. "Abang mau liat kamu pake baju toga, kamu bisa wujudin impian Abang?"

Kennand Perfect BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang