Part : 53

666 53 1
                                    

Happy reading



"Cel, jangan lupa online di grup chat, pas pulang sekolah!!." Teriak Qila mengingatkan.

Mereka akan menghabiskan waktu bersama-sama, lebih dekat dari sebelumnya. Sebelum mereka berpisah untuk sementara waktu, mungkin.

Hazel mengacungkan jempolnya tanda 'oke' pada Qila dan Lia yang berjarak beberapa meter dari arah ia berdiri.

Hazel melangkahkan kakinya, keluar gerbang utama sekolahnya. Dan sudah mendapati mobil kakak laki-lakinya yang berhenti disana.

"Masuk dek," titah Azlan. "Laper Abang." Lanjutnya.

Hazel yang terdiam selama beberapa saat di depan pintu mobilnya itu akhirnya masuk ke dalam, yang disuguhi pandangan heran dari kakak laki-lakinya.

"Kenapa begitu lihatnya?" Tanya Hazel heran.

Azlan menggeleng. "Pucet banget, dek. Kamu gak make yang warna-warna di bibir itu?"

Mendengar itu Hazel mengarahkan kaca di bagian atas mobilnya ke arah bibirnya yang memang seperti Azlan bilang. Sangat pucat.

"Iya, itu Acel gak make liptint" jawabnya gugup.

Gugup karena ia sendiri saja kaget, kenapa bisa sepucat itu. Namun helaan nafas terdengar dari arah gadis dengan tubuh yang bergetar seperti menggigil tapi tak kedinginan.

Tak berselang lama Azlan mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, Azlan sepertinya berniat akan pergi ke sebuah tempat yang menyediakan makanan kesukaannya. Sehingga arah mereka pulang tak searah dengan rumah mereka sebenarnya.

Mungkin ini baru setengah jalan, Hazel merasakan ada yang aneh. Kepalanya sangat pusing, hingga pandangannya beberapa kali menggelap. Namun ia berusaha bersikap layaknya tak terjadi apa-apa. Takut Azlan akan khawatir.

Gadis itu menutup bagian hidung dan mulutnya ketika merasakan ada yang keluar dari hidungnya. Itu mengalir begitu saja.

"Abang," ucapnya dengan mulut yang tertutup.

"Ha? Apa?" Tanya Azlan dengan pandangan yang tetap fokus pada jalanan di depannya.

"Acel minta tissue, tolong," pintanya dengan suara yang tak jelas karena mulutnya tertutup.

Azlan mengerutkan keningnya bingung. "Kamu ngomong apa si? Dek."

Hazel menunjuk kotak tissue yang tepat ada di depan Azlan, akhirnya Azlan mengambil beberapa lembar benda tipis itu dan memberikannya pada Hazel yang tengah sibuk menutupi mulut dan hidungnya agar tak terlihat oleh Azlan.

"Apa si dek?," Azlan malah tertawa kecil. "Sampe segitunya."

Namun tiba-tiba mobil yang dikemudikan oleh Azlan itu berhenti, lelaki itu dengan cekatan mengambil beberapa lembar tissue dan mengelap darah yang mengalir di sekitar leher adik perempuannya.

"Kenapa gak bilang?!" Ujar Azlan panik, lelaki itu membuka sabuk pengamannya dan mendekat ke arah gadis yang kini terlihat lebih pucat dari sebelumnya.

"Abang, udah Acel gak apa-apa," ucap gadis itu berusaha baik-baik saja agar kakaknya itu tak khawatir.

"Gak usah bohong, mau Abang anter ke rumah sakit atau--"

"Abang," potong Hazel. "Abang laper kan? Abang beli makan dulu aja, terus pulang ke rumah. Acel gak mau ke rumah sakit"

"Abang udah gak lapar, dek. Udah aja kita ke rumah sakit ya? Abang gak mau kamu kenapa-napa"

"Abang," dua sorot mata indah memandang kakaknya yang kini bernafas dengan terengah. "Acel yang lebih gak mau Abang sakit, Abang beli makan dulu ya. Atau perlu sampe rumah nanti Acel masakin? Biar Abang mau makan?"

Kennand Perfect BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang