0. Prolog

2.3K 72 0
                                    

Apa itu hijrah? Berubah dari yang buruk menjadi lebih baik? Seperti itukah definisi hijrah? Yang aku tahu dari kakak-kakak rohis sih begitu, bukan berarti hijrah itu kita harus berpindah-pindah tempat. 

Sudah seminggu aku memutuskan untuk berhijrah setelah membaca buku 'Ku Tinggalkan Dia Karena DIA' karya @duniajilbab. Isi buku itu menceritakan beberapa kisah nyata yang tentu semua nama tokohnya disamarkan. Buku tersebut menceritakan tentang haramnya berpacaran dan setelah kita meninggalkan hal haram tersebut karena Allah, maka Allah akan ganti dengan sesuatu yang lebih baik dan tidak akan pernah kita duga sebelumnya. 

Setelah membaca buku itu, tepat hari itu juga aku langsung memutuskan pacarku. Jangan bilang aku ini berlebihan. Aku tahu, mungkin pacarku saat itu pasti sangat terkejut karena aku memutuskannya secara sepihak, karena sebelumnya hubungan kita baik-baik saja. Tapi mau bagaimana lagi? Aku tidak mau terus-terusan berada di jalan yang salah. Aku merasa hatiku seperti ditusuk ribuan jarum ketika membaca buku itu, tanpa sadar air mataku luruh begitu saja karena merasa jijik dengan diriku sendiri yang penuh dengan dosa. Di saat itulah aku rasa Allah masih sayang padaku, Ia memberiku hidayah dengan menyadarkanku, bahwa semua hal yang kulakukan selama ini salah dan sangat menyimpang dari aturan-Nya.

Dulu, aku tidak tahu apa itu yang namanya pacaran. Aku juga tidak pernah berdekatan dengan lawan jenis. Selain aku tidak menarik di mata laki-laki, aku juga selalu merasa takut jika dekat-dekat dengan mereka. Tapi sekarang? Aku benar benar berubah semenjak menginjakkan kaki di SMA. Rasa takut berlebihan ketika dekat-dekat dengan lawan jenis sedikit demi sedikit memudar, bahkan aku sampai pacaran segala.

Aku baru pacaran sekali tapi, aku sangat menyesal karena telah melakukannya. Aku menerimanya dulu karena aku begitu penasaran dengan yang namanya pacaran, semua teman-temanku selalu membicarakan pacarnya, kadang membicarakan hal yang sangat membahagiakan karena seorang pacar kadang juga sebaliknya. Rasa penasaran mendominasiku hingga aku menerima ajakan pacaran itu walau aku tidak menyukainya. Meskipun aku tidak pernah berkontak fisik dengan pacarku ah ralat maksudnya mantanku tetap saja aku merasa jijik.

Sekarang aku merasa lega karena sudah terbebas dari hal merugikan itu. Saat ini aku sedang memperbaiki diri meskipun belum sepenuhnya aku menjadi baik. Semuanya'kan butuh proses, tidak bisa seratus persen kita langsung berubah dalam sekejap.   

Siang ini terasa lebih panas daripada biasanya, kipas angin yang menggantung di langit-langit kelas mati, sepertinya dia lelah karena terus berputar untuk memberi kesejukan dan kenyamanan pada murid kelas yang tidak mau berterima kasih dan menganggapnya ada.

Sekarang, setelah kepergian kipas angin ini anak-anak kelas baru menyadari betapa pentingnya peran kipas angin di kelas demi mendinginkan otak mereka yang mengepulkan asap akibat terlalu banyak tekanan dan gesekan pelajaran di otak yang menghasilkan percikan api kelelahan.

Aku mengibaskan buku catatan untuk mendapatkan angin segar walau sedikit, setidaknya aku bisa mengurangi hawa panas dan keringat di tubuhku, bisa-bisa aku dikatai bau ketek lagi. 

Pernah waktu itu, kududuk di dekat Mutia di lapangan. Saat itu materi olahraga basket, aku yang menyukai olahraga basket langsung semangat bermain bola basket hingga berkeringat peluh. 

Mutia menggeser duduknya lalu menepuk bahuku pelan. "Bil! ketek lu bau sumpah, kalau jadi cewek tuh jangan jorok napa?" ucapnya dengan suara yang keras, tentu saja teman-teman yang lain menoleh ke arahku dan Mutia. Oleh karena itu, semua teman-temanku di kelas tahu kalau ketekku bau ketika berkeringat.

"Ya maaf, gue jarang pake minyak wangi."

"Jangan cuma pake minyak wangi, pake deodoran juga biar ketek lo gak cepet bau." Kemudian Mutia langsung mengajariku cara memakai deodoran, bahkan dia juga mengajariku cara menggunakan parfum. Memang sebegitu bodohnya ya aku dalam merawat diri sampai diajari dan diomongin tiap hari? Karena capek dengar omelan Mutia, akhirnya aku turutin perintahnya, walaupun aku belum memakai deodoran setiap hari. Gak tahu kenapa sering banget lupa dan males juga untuk merawat diri, padahal itu untuk diri sendiri juga.

Kembali lagi ke awal, kini aku berada di kelas. Di depan sana ada Bu Karin yang mengajar mata pelajaran Sastra Inggris. Baru saja aku membuka mata karena jam kosong selama dua jam membuatku ingin bermain di alam mimpi sebentar. Namun, acara bermainku sekarang kandas dan digantikan oleh mata pelajaran yang paling tidak kusukai, pokoknya yang menyangkut bahasa Inggris aku menyerah. Otakku langsung mengeluarkan perisai untuk menolak semua yang guru ajarkan tentang bahasa Inggris. 

Semua nyawaku belum terkumpul sepenuhnya, aku masih saja suka menguap. Aku menoleh ke belakang, melihat ke arah Rahma yang sedang fokus mendengarkan Bu Karin. "Rahma," panggilku dengan suara yang sangat pelan.

"Apa?"

"Bu Karin ngomong apa sih di depan? Gak ngerti gue."

"Entah, gue juga gak tau beliau ngomong apaan," ucapnya polos membuatku ingin menjitak dahinya.

"Lo'kan dari tadi dengerin beliau ngomong sampe tu muka cengo saking fokusnya, masa gak tau, sih?"

"Justru ini muka cengo karena gue gak paham beliau ngomong apaan." Aku menggelengkan kepalaku tidak percaya, tidak habis pikir kenapa otak kita bisa samaan kayak gini. Sama-sama begonya. 

Kemudian mataku mengarah pada Zeli yang duduk di samping Rahma. "Zel, kamu ngerti?"

Zeli mengangguk lalu kembali memfokuskan dirinya kepada Bu Karin yang sedang menerangkan materi di depan kelas. "Kalau gitu Bu Karin lagi ngajarin kita tentang apa?" tanyaku.

"Sastra Inggris," jawabnya. Aku menghela napas mendengar jawaban Zeli.

"Iya ... aku tau beliau ngajar sastra Inggris, tapi sekarang lagi bahas apa? Ngomong tentang apaan?"

"Bahas dan ngomong tentang bahasa Inggris?" Tanyanya balik membuat diriku frustasi.

"Astaghfirullah!" Seruku dengan suara yang lantang. Tentu hal itu membuatku menjadi pusat perhatian di kelas. 

“Ekhem!!”

Dengan kikuk aku membalikkan tubuhku ke arah depan. Di depan kelas sana aku bisa melihat Bu Karin yang menatapku tajam sambil berkacak pinggang. "Seru ngobrolnya?" tanyanya dengan suara yang sinis dan menyeramkan. Aku menelan salivaku susah payah. Habislah aku!

"Sekarang kamu keluar! Puas-puasin ngomong sendirian sana!" Kudengar suara teman-teman sekelasku cekikikan dan tertawa diam-diam. Ya kali aku ngomong sendiri, nanti dikira gila. 

Aku beranjak dari kursiku dan berjalan menuju ke luar kelas. Ini pertama kalinya aku diusir di jam pelajaran. Ya ampun, imageku langsung buruk seketika di depan Bu Karin. Tapi, gak apa-apa deh yang penting jangan dicap buruk di hadapan Allah.

Aku berdiri di luar kelas seperti anak ayam yang hilang. Sinar matahari yang menyengat seolah membakar kulitku. Makin gosong deh ini kulit. Merasa bosan, aku hanya bisa melirik ke sekitar sekolah.

Ada suatu pemandangan yang menarik perhatianku di depan sana. Aku memicingkan mata untuk melihat lebih jelas, maklum mataku ini minus.

Ya Allah apa Engkau telah menurunkan bidadara-Mu dari surga? Siapa gerangan cowok jangkung berkulit putih dengan wajah yang mirip artis korea tapi ada campuran bulenya itu? Cowok itu mengenakan kemeja kotak-kotak dan celana jeans yang tidak terlalu ketat, dia berada di depan gazebo bersama Ibu kepala sekolah dan juga seorang wanita paruh baya, apa itu ibunya? Ah aku tahu! Sepertinya dia ibu mertuaku. Hehe.

Kulihat dia sedang berbincang di sana, aku juga melihat Ibu kepala sekolah seperti sedang menunjukkan isi sekolah padanya. Aku takut Ibu kepala sekolah akan melihatku. Bisa habis nanti aku kalau ketahuan diusir dari kelas. 

Diam-diam aku memperhatikan cowok itu, aku menebak-nebak siapa dia sampai Ibu kepala sekolah turun tangan langsung dan menemuinya, apalagi sepertinya wanita yang ada di dekat cowok itu juga terlihat sangat akrab dengan Ibu kepala sekolah. 

Apa cowok itu akan menjadi guru? Atau murid? Bisa juga dia pemilik sekolah ini seperti di novel-novel? Tapi rasanya tidak mungkin karena ini sekolah negeri.

Aku terperangah kaget karena mata kami bertemu. Ya, cowok itu melihat dan menatapku beberapa saat, aku jadi gugup dan deg-deg’an gak karuan begini. Segera aku memalingkan wajah dan berlari menuju toilet, aku merasa wajahku memanas tanpa sebab. Ada apa ini?

BILANGIT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang