Masih pagi begini aku sudah berakhir di ruang BK karena menjadi pelaku atas kasus pencurian ponselnya Abil. Aku sungguh tidak mengerti, bagaimana bisa ponselnya Abil ada di dalam tasku? Aku tidak pernah mengambilnya, bahkan saat aku berada di kelas tadi, aku sama sekali tidak melihat ponsel siapapun tergeletak di atas meja. Ini sangat mencurigakan.
“Ibu tanya sekali lagi, benar kamu mencuri handphone ini?” Lagi dan lagi Bu Ayu bertanya dengan pertanyaan yang sama hingga bosan telingaku mendengarnya.
“Bukan.”
“Lalu kenapa bisa ada di dalam tasmu? Tidak mungkin benda mati bergerak sendiri.”
“Saya bukan pelakunya, Bu. Bila gak mengambil barang orang lain. Kenapa gak ada yang percaya sama Bila?”
“Ibu ingin percaya, tapi semua bukti sudah mengarah padamu. Kamu yang terakhir berada di kelas. Dan ada saksi yang melihat keberadaan handphone milik Abil, tapi saat kamu datang handphonenya sudah tidak ada. Selain itu, handphone ini juga ada di dalam tasmu.”
“Memangnya ada orang yang melihat kalau saya benar-benar mengambilnya?”
Bu Ayu terdiam, sepertinya beliau tengah berpikir. “Tapi kenapa bisa ada dalam tasnya Bila?”
“Bila gak tau, Bu. Tapi bukan Bila pelakunya.” Harus bagaimana lagi aku menjelaskannya. Aku tidak tahu kenapa bisa ponsel itu berada di dalam tasku. Dan apa alasan orang itu menjebakku seperti ini.
“Begini saja, supaya orang tuanya Abil tidak menggugat kamu ke pengadilan, lebih baik kamu mengaku dan meminta maaf pada Abil, setelah itu pihak sekolah akan menghukummu sebagai jalan damai.”
Mataku terbelalak mendengar penuturan Bu Ayu. “Di sini saya korban, Bu. Saya dijebak, tapi kenapa malah saya yang dihukum bahkan hendak ditindak pindana?”
“Maaf Bila, tapi semua bukti mengarah kalau kamu pelakunya.”
“Kenapa pihak sekolah tidak mencari kebenarannya dulu? Bisa jadi kalau hal ini diselediki lebih lanjut saya terbukti tidak bersalah.”
“Ibu juga ingin membantu. Tapi mau bagaimana lagi? Ibu tidak ingin kamu digugat atas kasus pencurian oleh orangtuanya Abil. Untuk kali ini saja tolong menurut, agar masalah tidak semakin rumit.”
Ya Allah! Bila tidak mencuri. Tolong beri mereka petunjuk kalau Bila bukanlah pelakunya.
*****
Hasil rapat kepala sekolah dengan kesiswaan dan juga orang tuanya Abil sepakat untuk menghukumku membersihkan taman belakang sekolah dan membantu petugas kebersihan bersih-bersih selama seminggu. Mereka akhirnya tidak jadi untuk menuntutku ke pengadilan, tapi dengan syarat aku mendapat peringatan satu dari sekolah. Jika aku mendapat peringatan satu sebanyak tiga kali, aku harus siap-siap angkat kaki dari sekolah.
Kejam bukan? Aku harus menanggung resiko dari hal yang tidak kulakukan. Tentu hal ini menuai kontroversi. Banyak teman-teman yang mulai menjauhiku, meskipun ada beberapa yang masih mau menjadi temanku.
Menjadi pusat perhatian dan selalu dibicarakan apalagi tentang hal yang tidak-tidak rasanya sangat menyiksa. Aku harus kuat mental dimana pun aku berada. Karena setiap aku keluar kelas dan bertemu orang lain, aku selalu mendengar mereka membicarakanku.
Keadaan kelas kini membuatku tidak nyaman. Ada kubu yang mempercayai Abil, dan ada kubu yang percaya padaku. Dan yang tidak kusuka adalah kubu yang lebih percaya pada Abil. Bagaimana tidak? Mereka begitu terang-terangan mengusikku. Dari mulai menyindir dengan kata-kata pedas, menggangguku, mengolok-olok, bahkan sampai merundungku.
KAMU SEDANG MEMBACA
BILANGIT (END)
Teen FictionKARYA ORISINAL ADA DI AKUN YANG LAIN (@phytagoras_) DAN TIDAK AKAN LANJUT DI SANA. --------------‐-------------------------------------------------------------------------- Bila tidak mengerti mengapa hidupnya penuh dengan drama. Setelah ia memutus...