Bel pulang sekolah adalah bunyi surgawi yang ditunggu-tunggu oleh semua kaum pelajar di dunia ini. Siapa yang tidak menyukainya? Ayo angkat kaki. Pasti semuanya bahagia, kan, mendengar bel pulang sekolah? Bel yang menandakan waktunya untuk mengistirahatkan tubuh dari berbagai mata pelajaran yang memusingkan.
Dengan senang hati aku melangkahkan kakiku keluar kelas. Perasaan bebas menyergapku. Ahh, aku merindukan udara segar. Ditambah saat ini aku libur bekerja karena bosku sedang pulang kampung. Jadi bisa istirahat deh di rumah.
"Assalamu'alaikum, Bila!"
Refleks aku menoleh ke sumber suara. Terkejutnya aku melihat Yusuf sudah berdiri di depan kelas. Dia menghampiriku dengan senyuman manis yang selalu menyapa hatiku dengan hangat.
"Wa'alaikumussalam!" jawabku.
"Kamu ... lagi sibuk gak hari ini?"
Aku terdiam beberapa saat. Kenapa aku jadi kegeeran gini mau diajak jalan? Biasanya kalau di novel-novel atau film kan nanya begitu dulu, terus diajak jalan deh. Hehe.
"Enggak, kok."
"Aku mau bayar janji, untuk ngajarin kamu masak," ujar Yusuf.
Aku tertegun mendengarnya. Duh jadi deg-deg'an gini. Bayangan Yusuf yang akan mengariku memasak terputar jelas di otakku.
"Sekarang?" tanyaku.
"Kenapa? Gak bisa, ya?"
"Bisa, kok!" seruku mantap.
Yusuf terkekeh. Imanku seketika lemah melihat kekehannya. Ya Allah! Kuatkan hamba.
"Yaudah, yuk!" ajaknya.
Aku mengikuti langkah Yusuf dari belakang, tidak berani untuk mensejajarkan langkah dan berjalan berdampingan. Malu dan gugup rasanya. Memandang punggung Yusuf dari belakang saja sudah berhasil membuat jantungku dag dig dug gak karuan. Siluetnya benar-benar indah.
Sampai di halte, aku melihat seorang gadis cantik dengan jilbab lebar menghiasi kepalanya tengah melambaikan tangannya kepada Yusuf. Aku mengernyit bingung, apa itu pacar Yusuf? Tidak mungkin.
“Assalamu’alaikum! Bila, ya?”
Kembali aku dibuat bertanya-tanya. Dia ... tau namaku? Dari siapa?
“Eh? Wa’alaikumussalam. Iya aku Bila.”
“Aku Fatimah, sepupunya Yusuf, disuruh nemenin kamu katanya.”
Ohh ... aku mengangguk mengerti. Ternyata dia saudaranya Yusuf. Kenapa hatiku jadi lega begini ya dengarnya? Lagian tidak mungkin juga Yusuf pacaran.
“First time loh Yusuf bawa perempuan ke rumah. Jadi, curiga nih, hehe.”
Aku menatap Yusuf canggung, aku harus bagaimana?
“Lanjut di angkot aja ngobrolnya, nanti keburu sore.”
Huft ... Yusuf memang penyelamat. Setelah itu, aku, Fatimah, dan Yusuf naik angkot dengan jurusan yang arahnya berlawanan dengan rumahku. Aku duduk di paling pojok dekat jendela dengan di samping kikiku Fatimah dan Yusuf berada di depanku. Sengaja kita tidak duduk berdampingan, takutnya angkot penuh berdesakan dan jarak di antara kami jadi sangat dekat.
Di sepanjang perjalanan aku dan Fatimah mengobrol, sedangkan Yusuf diam saja. Beberapa menit kemudian, mataku beralih ke arah jendela untuk melihat jalanan. Pupilku refleks membesar ketika menangkap siluet indah yang sering kulihat. Langit yang ada di atas motornya mengikuti angkot ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
BILANGIT (END)
Teen FictionKARYA ORISINAL ADA DI AKUN YANG LAIN (@phytagoras_) DAN TIDAK AKAN LANJUT DI SANA. --------------‐-------------------------------------------------------------------------- Bila tidak mengerti mengapa hidupnya penuh dengan drama. Setelah ia memutus...