1. My Seatmate

718 47 1
                                    

Setiap pagi, sebelum memasuki ruang kelas, aku selalu menyempatkan diri ke masjid sekolah untuk melaksanakan shalat Dhuha. Setelah mengetahui keutamaan shalat Dhuha, aku jadi enggan untuk meninggalkannya. Dengan Shalat Dhuha, kita bisa bersedekah meski kita tidak punya harta untuk disedekahkan.

Rasulullah SAW bersabda: “Dalam diri manusia terdapat 360 ruas tulang, hendaklah ia mengeluarkan satu sedekah untuk setiap ruas itu. Para sahabatnya bertanya, ‘Siapa yang mampu mengerjakan hal tersebut wahai Nabi Allah?’ Nabi berkata, ‘Dahak di masjid yang engkau pendam, satu aral yang engkau singkirkan dari jalan. Jika kamu tidak dapat mendapatkan yang sepadan, maka cukuplah bagimu dengan shalat Dhuha dua rakaat.’” (HR. Abu Dawud dan Ahmad dari Abu Buraidah).

Selain itu, Dhuha juga sebagai investasi amal kita untuk di akhirat nanti dan dicukupi kebutuhan (rezeki) hidupnya. “Wahai anak Adam, rukuklah karena Aku pada awal siang (shalat Dhuha), maka Aku akan mencukupi (kebutuhan)mu sampai sore hari.” (HR. Tirmidzi).

Pahala shalat Dhuha setara dengan pahala orang yang berhaji dan umrah, seperti dalam HR. Tirmidzi, “Barang siapa yang shalat Subuh berjamaah kemudian ia duduk berdzikir sampai matahari terbit kemudian mengerjakan shalat Dhuha dua rakaat, maka baginya seperti pahala haju dan umrah, sepenuhnya, sepenuhnya, sepenuhnya.”

Terampuni dosa meski sebanyak buih di laut. “Barang siapa yang menjaga shalat Dhuha, maka dosa-dosanya akan diampuni walau sebanyak buih di laut.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Dan Allah akan bangunkan istana di surga bagi orang-orang yang melaksanakan shalat Dhuha. “Barang siapa shalat Dhuha dua belas rakaat, maka Allah akan membangun baginya istana dari emas di surga.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Padahal, shalat Dhuha tidak menghabiskan waktu yang lama tapi lihatlah keuntungan yang Allah beri bagi hamba-Nya yang senantiasa menjaga shalat Dhuha. Masya Allah.

Seusai mengambil wudhu dan memasang kembali kerudungku, aku mengambil mukena dari dalam tas. Meski di masjid sekolah sudah tersedia mukena dengan jumlah yang cukup banyak tapi tetap saja aku harus membawa mukena dari rumah mengingat siswi di sekolah ini sangat banyak dan harus mengantri jika ingin menggunakan mukena sekolah untuk shalat, nanti waktu istirahatnya habis dengan menunggu, jadilah aku selalu membawa mukena kemana pun aku pergi.

Refleks aku menoleh kala melihat gorden di jendela samping kiriku hendak ditutup oleh seseorang. Pembatas masjid antara perempuan dan laki-laki tidak menggunakan tirai tapi tembok yang memiliki jendela dan pastinya menggunakan gorden agar laki-laki tidak bisa melihat langsung ke arah masjid perempuan.

Orang itu mendadak diam, terkejut melihatku. Kemudian ia tersenyum canggung namun masih terlihat manis. Entahlah, aku tidak tahu kalau senyuman laki-laki bisa semanis itu.

Eh? Astaghfirullah! Ini mata genit amat, kenapa aku malah terpaku pada senyuman cowok itu? Jagalah pandanganmu Bila! Aku membuang muka, malu karena sempat-sempatnya aku memandangi wajah cowok itu. Memang kuakui dia ganteng, manis lagi. 

Ahh mulai lagi! kugelengkan kepala beberapa kali. Sadarlah, pokoknya aku harus fokus, datang ke masjid untuk shalat, bukan tatap-tatapan sama cowok ganteng! 

Setelah melaksanakan shalat Dhuha, barulah aku masuk ke dalam kelas. Rasanya hari ini aku tidak mau sekolah saja, ada banyak tugas dan aku belum mengerjakannya sama sekali, ditambah dengan hafalan dialog bahasa Inggris membuatku ingin muntah pelangi rasanya. 

Aku menelungkupkan wajahku di atas meja. Bel pertanda masuk sudah berbunyi sejak dua menit yang lalu, tapi wali kelas kami yang biasanya datang untuk pembiasaan seperti literasi dan tadarus belum juga menunjukkan batang hidungnya.

BILANGIT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang