Udara pagi ini benar-benar menyegarkan. Aku harap, hari ini tidak akan seperti kemarin, aku tidak mau melibatkan orang lain lagi dalam urusanku. Kasihan Langit, gara-gara aku dia kena siram.
Mataku tertarik pada kerumunan siswa-siswi di depan mading. Mereka berseru agar seseorang di dalam sana nenyingkir. Aku yang penasaran langsung menghampiri kerumunan itu.
Kerumunan itu langsung menepi dan memberikan jalan saat melihatku. Mereka menatapku hina. Bahkan beberapa dari mereka berterus terang mengataiku jalang. Aku melihat seorang laki-laki sedang menyabut beberapa kertas yang tertempel di mading. Cowok itu menoleh, dan tampaklah Yusuf dengan wajah terkejutnya melihatku.
"Ada apa ini?" tanyaku pada Yusuf.
Cowok itu terlihat gelagapan.
"Udah, tunjukin aja kali, Suf. Jadi orang jangan terlalu baik!" sahut salah seorang dari kerumunan itu.
"Ikut aku," ucap Yusuf, cowok itu menghilang dari kerumunan. Aku mengikutinya dan sampailah kami di depan gazebo. Di sana cukup ramai dengan beberapa siswa dan siswi yang sedang sarapan atau sekedar ngobrol biasa.
Kami berdua duduk dalam jarak yang tidak terlalu dekat. Aku menunggu respon dan apa yang akan diucapkan Yusuf. Tapi, ia tetap bergeming dan memandang lipatan kertas di tangannya.
"Boleh aku lihat kertasnya?"
Yusuf meremas kertas itu. "Gak boleh."
Aku terkejut mendengar jawabannya. "Kenapa?"
"Gak kenapa-kenapa." Yusuf menunduk.
Aku tersenyum getir. Sepertinya aku tahu apa isi kertas itu. "Itu foto aku, kan?”
Yusuf langsung mendongak dan menatapku. Sepertinya dugaanku benar.
"Aku gak apa-apa, kok. Boleh lihat, ya?"
Yusuf terlihat bimbang. Sepertinya ia sedang menimang-nimang akan memberikan kertas itu atau tidak padaku. "Aku gak mau kamu nangis gara-gara ini," ucap Yusuf sendu.
"Aku gak apa-apa, kok," ucapku meyakinkan Yusuf.
Perlahan, tangan Yusuf bergerak dan memberikan kertas itu padaku. Aku mengambilnya dan segera membuka kertas itu. Satu kata yang terlintas saat aku melihat isi kertas itu. Jahat. Hanya itu yang dapat kukatakan atas pelaku yang telah melakukan ini.
Di sana, terdapat fotoku saat bersama Pak Ilham. Wajah Pak Ilham tidak terlihat karena pengambilan gambarnya dari belakang beliau. Aku yang tengah memegang uang dengan jumlah yang tidak sedikit, membuat judul dalam foto itu terlihat fakta. Bahwa aku telah menjual diriku demi uang.
Foto berikutnya saat aku bersama Langit. Ya, bagian Langit yang telanjang dada. Lagi-lagi foto itu hanya menampakkan wajahku. Foto ini menunjukkan bahwa aku akan melakukan hal yang tidak-tidak dengan Langit.
Aku langsung menangis. Sungguh, aku tidak tahan menahan sesak di dada ini. Kenapa mereka begitu jahat dan senang sekali memfitnahku? Apa tujuan orang yang telah melakukan ini? Apakah aku telah melakukan kesalahan padanya? Atau ia membenciku?
Yusuf merampas kertas itu dan merobeknya, lalu membuangnya ke tempat sampah. Wajahnya sudah memerah menahan amarah.
"Foto itu palsu, kan, Bil?"
Aku menggeleng membuat Yusuf menatapku penuh tanya. "Ma—maksudnya?"
Aku menghela napas panjang. "Aku gak maksa buat kamu percaya sama aku. Tapi, kalau kamu ingin mendengar penjelasannya, aku bakal cerita."
KAMU SEDANG MEMBACA
BILANGIT (END)
Teen FictionKARYA ORISINAL ADA DI AKUN YANG LAIN (@phytagoras_) DAN TIDAK AKAN LANJUT DI SANA. --------------‐-------------------------------------------------------------------------- Bila tidak mengerti mengapa hidupnya penuh dengan drama. Setelah ia memutus...