Jodoh Terbaik #2

1.3K 138 61
                                    

Usai melakukan perkenalan secara resmi dengan para orang tua, So Eun dan Kim Bum diberi kesempatan untuk saling mengenal satu sama lain. Dara menyarankan agar So Eun mengajak Kim Bum keliling di sekitar villa yang memang dilingkup perkebunan. Kebetulan cuaca hari ini pun cukup mendukung, tidak begitu panas apalagi menjelang sore begini.

"Setahuku itu salah satu maskapai terbaik negeri ini. Orang yang bekerja di sana pasti hebat-hebat," komentar So Eun setelah Kim Bum selesai menceritakan latar belakang pekerjaannya.

"Iyakah? Menurutku semua maskapai penerbangan memiliki keunggulan masing-masing."

"Memang sih tapi kan keunggulan tempat kerjamu lebih banyak."

Kim Bum tersenyum tipis, sejauh ini berbincang dengan So Eun cukup membuatnya nyaman. Meskipun terkadang mereka suka tiba-tiba saling diam karena kehabisan topik obrolan. Mereka hanya jalan berdua saja, Julio sengaja diculik oleh para nenek yang semangat sekali mengatur situasi agar Kim Bum dan So Eun bisa berduaan.

"Kalau kamu sendiri bagaimana, apa kesibukanmu sehari-hari?"

"Tidak banyak, aku hanya mengajar di salah satu SMA swasta di pusat desa. Terus merecoki pekerjaan para pekerja di kebun."

"Mm, pantas saja sejak tadi banyak yang menyapamu. Ternyata kamu memang sangat dekat dengan para pekerja di sini."

"Tidak semua kok, hanya beberapa."

"Tapi tadi kulihat banyak yang memperhatikanmu dari jauh."

"Mereka bukan memperhatikanku tapi kamu."

Alis Kim Bum terangkat, baru dia mau angkat bicara namun terpotong omongan So Eun.

"Jangan pura-pura tidak sadar, aku tahu kamu pasti sudah merasakan kalau sejak tadi banyak pekerja yang memperhatikanmu."

Kim Bum merapatkan bibirnya sambil menahan senyum.

"Apa sandiwaraku terlihat jelas?" canda Kim Bum.

So Eun hanya membalasnya melalui senyuman. Mereka naik ke dataran tanah agak tinggi, So Eun sedikit kesulitan saat naik. Beruntung ada Kim Bum di belakang gadis itu yang membantunya naik dengan memegangi pinggang So Eun.

"Terima kasih," ucap So Eun sambil merasakan pipinya memanas.

Setelah tiba di dataran tinggi, pemandangan hamparan sawi putih menyapa mereka. Mata Kim Bum sangat dimanjakan dengan kesegaran alam yang selama ini jarang ia dapati.

"Semua perkebunan ini milik ayahmu?"

"Iya," jawab So Eun, ia kemudian duduk di pematang jalan yang menghadap ke perkebunan sawi putih. Kim Bum ikut duduk di samping gadis itu.

"Ayahmu hebat sekali bisa mengurus perkebunan seluas ini."

"Dia tidak sendiri, banyak pekerja yang membantunya sehingga perkebunan kami bisa berkembang seperti sekarang."

"Kamu sangat rendah hati, meskipun hidup dengan sangat mewah tapi hatimu selalu membumi."

"Terima kasih pujiannya tapi aku tidak sebaik perkataanmu."

"Entahlah, aku belum bisa menyimpulkan apakah kamu benar-benar baik atau tidak. Tapi berdasarkan kesan pertama yang kurasakan saat ini, aku merasa kamu orang yang baik. Persis seperti prediksi ibuku."

Latar belakang So Eun yang seorang guru dan kepribadiannya yang ramah membuat obrolan mereka mengalir dengan lancar. Kalau boleh jujur, dari semua teman kencan yang pernah Kim Bum temui, So Eun itu yang paling nyambung dengannya.

"Kamu sadar tidak kalau sifat ibu kita itu mirip?" tanya So Eun diiringi senyum geli.

"Sadar sekali, saat pertama bertemu dengan ibumu aku merasa dia seperti ibuku. Mungkin karena dulu mereka sahabat dekat."

Mini SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang