"Sebagai seorang istri aku kurang apa sih, Rin?" tanya So Eun diiringi desah napas berat.
Dari kalimat itu saja sudah tergambar sejauh apa rasa frustrasi perempuan 27 tahun itu. Dia benar-benar tidak paham dengan tingkah suaminya yang seakan tak pernah menganggap So Eun ada.
"Kau tidak salah menanyakan hal itu padaku?"
"Aku harus bertanya pada siapa lagi selain padamu, hanya kau satu-satunya orang yang bisa kuajak diskusi masalah ini. Mustahil kan kalau aku membicarakan tentang masalah rumah tanggaku pada orang tua apalagi mertuaku?"
So Eun membenarkan posisi duduknya, semula ia menelpon Arin sambil berbaring di sofa ruang tamu. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam namun mata gadis itu belum bisa terpejam karena sang suami belum pulang. Pria itu tidak memberi kabar akan lembur atau sekadar menyampaikan alasan kalau dia akan pulang terlambat saja tidak.
"Menurutku malah lebih baik kau cerita pada mertuamu, siapa tahu dia punya solusi untuk menyelesaikan masalah rumah tanggamu yang belunder."
Ini bukan kali pertama So Eun curhat tentang masalah rumah tangganya pada Arin, sedikit banyak perempuan yang berprofesi sebagai psikolog anak itu sudah paham sebobrok apa kondisi kehidupan pernikahan So Eun.
"Tidak Rin, aku tidak bisa mengatakan masalah ini sekarang. Ibu Kim Bum sedang sakit, mana mungkin aku tega memberitahunya tentang masalah kami."
Terdengar Arin menarik napas dalam, "Ini solusi terakhir yang bisa kuberikan padamu jadi tolong dengarkan baik-baik, Sso. Kau harus mengambil langkah berani mulai sekarang, ajak Kim Bum bicara dan lerai benang kusut yang menjerat rumah tangga kalian hingga benar-benar tuntas."
"Aku sudah mencobanya Rin, tapi kau tahu sendiri kan sikap dia seperti apa? Dia selalu punya 1001 alasan untuk menghindariku. Awalnya aku kira kami hanya perlu waktu untuk saling beradaptasi tapi ini sudah keterlaluan, Rin. Enam bulan ... bayangkan, selama itu dia mengabaikan kehadiranku dan menganggapku semu di rumahnya. Banyak hal yang sudah aku korbankan setelah menikah dengannya. Karir, kebebasan, bahkan cinta, aku tinggalkan semua itu hanya demi dia. Namun coba lihat, apa yang aku dapatkan? Hanya pengabaian dan rasa kecewa setiap harinya. Jujur aku lelah."
Kim Bum dan So Eun menikah enam bulan lalu setelah melewati masa perjodohan kurang lebih tiga bulan. Keduanya dikenalkan oleh kedua orang tua mereka yang memang sudah bersahabat dari lama. Saat perjodohan itu berlangsung posisinya So Eun sedang tidak sendiri. Dia memiliki kekasih yang sudah dikencaninya selama dua tahun. Hubungan harmonisnya dengan laki-laki itu terpaksa kandas di tengah jalan karena keputusan So Eun yang tidak bisa menolak perintah kedua orang tuanya.
Tentu saja dalam kasus ini So Eun yang berinisiatif memutuskan mantannya kala itu. Beberapa kali sebelum pernikahan berlangsung mantan So Eun terus menghubungi gadis itu, meminta bertemu untuk meyakinkan perempuan yang dia cinta agar tidak jadi menikah dengan Kim Bum. Tapi saat itu keputusan So Eun sudah bulat, walau berat harus berpisah dengan kekasihnya tapi So Eun yakin pilihan kedua orang tuanya adalah yang terbaik untuknya. Akan tetapi ternyata dugaan So Eun salah, sebenarnya dia tidak ingin menyesali keputusannya sendiri. Apalagi dianggap menjilat ludah sendiri, sungguh So Eun tidak mau. Makanya dia berusaha mencintai suaminya, mengabdi pada laki-laki itu sebaik yang dia bisa. Sayang, semua usaha dan kerja kerasnya berakhir sia-sia. Sungguh menjengkelkan!
"Kau tidak akan pernah tahu apa yang terjadi pada suamimu jika menyerah sekarang, Sso. Sekali pun misalnya kau memilih jalan terburuk dari pernikahan kalian, I mean divorce, kau harus tetap tahu alasan yang melatarbelakangi sikap dingin Kim Bum. Bukankah di awal pertemuan kalian dia sangat ramah dan baik?"
So Eun kembali mengulang pertemuan pertamanya dengan sang suami dalam ingatan. Ya, saat itu So Eun sempat terpesona akan paras dan sikap lembut pria itu. Walau itu adalah pertemuan pertama mereka tapi Kim Bum berhasil membuat So Eun nyaman dalam waktu singkat. Bahkan saat itu So Eun sudah bisa menyisihkan pikiran tentang kekasihnya saat bersama Kim Bum. Makanya So Eun beranggapan bahwa menikah dengan Kim Bum bukan hal yang buruk. Tidak sulit untuk jatuh nyaman pada pria itu. Yang mana kenyamanan adalah hal paling utama bagi So Eun untuk menentukan apakah dia akan menjatuhkan hatinya pada orang itu atau tidak.