"Bu, Bu!" ujar seorang pegawai yang kontan saja mengejutkan So Eun."Ah, iya?" sahut So Eun akhirnya.
"Bu So Eun sakit? Sejak tadi Ibu banyak tidak fokus dan wajah ibu juga merah sekali. Apa Ibu demam?"
So Eun refleks memegangi pipi, suhu tubuhnya memang lumayan tinggi hari ini. Ada sedikit pusing juga tapi itu bukan perkara serius. Mungkin ini hanya efek karena ia tidak bisa tidur semalaman. Tindakan Kim Bum kemarin membuat gadis itu sulit tidur. Terus terbayang-bayang dan menjalarkan sensasi membahagiakan pun membingungkan. Bahagja karena akhirnya pria itu menunjukkan sikap manis pada So Eun. Bingung karena memikirkan apa alasan Kim Bum berubah sedrastis itu. Apa mungkin ada sesuatu yang tidak So Eun ketahui? Tapi apa?
"Hari ini aku memang agak kurang enak badan, Min."
"Kalau begitu Ibu pulang saja, butik aman kok, saya dan yang lain bisa handle."
"Tapi nanti aku ada meeting dengan pelanggan jam tiga sore. Tidak mungkin dibatalkan."
"Biar saya yang mewakili, Bu. Meeting dengan nyonya Liu, kan?"
"Iya, tapi apa kau yakin?"
"Yakin, Bu So Eun jangan khawatir. Ibu istirahat saja, mau saya panggilkan driver untuk mengantar Ibu pulang?"
"Tidak usah, aku masih sanggup menyetir. Kalau begitu aku titip butik ya, kalau ada apa-apa hubungi saja."
"Siap Bu, laksanakan."
So Eun tersenyum, ia berdiri dan mengambil tasnya. Saat hendak melangkah tubuhnya agak limbung sampai Mina harus memeganginya.
"Bu So Eun yakin mau pulang sendiri? Sebaiknya diantar driver butik saja, ya? Atau mau saya panggilkan pak Kim Bum untuk menjemput anda? Ini jam makan siang, sepertinya pak Kim punya waktu senggang."
"Tidak usah, aku bisa sendiri. Ya, sudah, aku duluan ya."
"Iya Bu, hati-hati."
***
"Nah, nah, kenapa lagi sekarang heh?" tutur Karel saat melihat temannya tiba-tiba terkekeh geli sendiri di sela kegiatan makan siang mereka di kantin rumah sakit."Tidak, tidak apa-apa," elak Kim Bum lanjut makan.
"Otakmu jadi tidak waras sejak kencan dengan So Eun. Apa yang membuatmu seperti ini?"
"Mau tahu saja."
"Hmm ... ini mencurigakan ini."
"Tidak usah memasang tampang begitu, kau terlihat menyebalkan," ejek Kim Bum karena Karel menatapnya tanpa kedip.
"Kau yang menyebalkan, diajak ngobrol malah mesem-mesem seperti orang kasmaran."
Karel terdiam, tiba-tiba menyadari sesuatu.
"Ah, benar, kau pasti sedang kasmaran, kan? Iya, kan?!"
"Entahlah, aku hanya baru merasakan ternyata menikah itu asyik juga."
Karel memasang tampang tak habis pikir. Dia mendesah berat kemudian meneguk air mineral di gelas hingga tandas.
"Bisa-bisanya kau baru mengatakan itu di saat aku sudah merasakan beratnya menjadi seorang suami dan ayah. Ke mana saja selama ini woy?! Lambat sekali."
"Proses orang kan beda-beda. Tidak bisa disamakan. Kalau kau sudah melewati fase yang aku alami sekarang ya itu kan prosesmu. Tidak ada kata terlambat untuk berproses menjadi lebih baik asal kau tahu!"
"Ya memang tapi ini mengherankan saja. Orang normal pasti menganggap pernikahan asyik itu di bulan pertama atau tahun pertama. Lah ini sudah dua tahun baru merasakan."