"Aduh ... enggak bisa, Sso, aku enggak bisa lanjutin. Kepalang stres ahhhh, kenapa salah muluuu?" emosi Liana saat sistem yang sudah ia rancang tak berfungsi ketika diuji coba.
So Eun mencoba membaca ulang semua rumus coding yang sudah mereka buat tapi benar-benar tak bisa menemukan dimana letak salahnya. Sudah hampir tiga jam mereka mengotak-atik sederet rumus memusingkan itu tapi hasilnya tetap nihil.
"Aku juga gak paham kenapa gini, ya? Harusnya pas kita tekan search maka hasilnya auto muncul. Aku udah cek kode bagian itu tapi udah bener kok ngodingnya. Terus ini salahnya dimana?" kata So Eun masih fokus ke laptopnya.
"Kayaknya kita salah deh milih bikin aplikasi beginian, repot bener astaga. Apa kita ganti app-nya gitu?" tukas Rose yang tak kalah putus asa.
"Enggak bisa gitu, mana ada waktu kalau harus merancang dari awal. Ide rancangan aplikasi kelompok kita udah bagus, kok. Aku yakin hasilnya bakal spekta kalau ini berfungsi," tutur So Eun masih positif meskipun menemukan kebuntuan ide.
"Ya itu kan kalau berhasil, kalau gagal? Auto D woy nilai kita," tegas Rose.
"So Eun bener, Rose. Waktu pengumpulan tugasnya tinggal tiga hari lagi. Kita ini sudah sampai finalisasi masa harus ngulang. Lagian proposal yang udah di-approve dosen juga kan tentang aplikasi ini. Enggak semudah itu buat kita ganti proyek," tambah Liana.
Rose menempelkan kepalanya di meja, rasa lelah dan frustrasi menguras semua energinya. Mereka masih ada di perpustakaan kampus, mengerubungi tugas mata kuliah yang sungguh menguji kesabaran lahir batin.
"Kita minta bantuan ahli aja gak sih buat analisis apa yang salah?" ide Liana langsung membuat Rose duduk tegap.
"Setuju! Kita gak bisa gini terus kalau mau semua ini sukses."
"Tapi aturannya proyek ini harus murni rancangan kita. Enggak boleh dibantuin yang lain, nanti kan kalau sukses mau langsung didaftarin HAKI," jelas So Eun begitu hati-hati. Ia tidak ingin gegabah mengambil tindakan.
"Kita sama sekali enggak melanggar aturan dan ketentuan, Sso. Aplikasi ini kan murni rancangan kita bertiga. Kita cuma mau minta saran dari ahli biar tahu letak salahnya dimana. Aku pikir masih wajar banget, enggak akan menimbulkan masalah plagiasi atau hal lainnya. Iya enggak, Rose?"
"Bener, aku setuju. Saran Liana ini masuk akal, Sso."
So Eun berpikir lama sampai akhirnya dia merespons, "Terus siapa yang bisa bantuin kita buat analisis kesalahan aplikasi ini?"
"Tahun lalu kak Kim Bum dapat nilai sempurna di tugas proyek ini, Sso," kata Rose dibareng senyum penuh maksud.
Liana menangkap sinyal itu dan langsung membantu Rose meyakinkan So Eun.
"Ahh, cocok banget ini, sih. Kak Kim Bum, bisa jadi penyelamat kita. Aku yakin dia lebih paham soal beginian," timpal Liana memasang senyum yang tak kalah menjengkelkan.
"Enggak, enggak," tolak So Eun tegas.
"Ihhh, kenapa?" balas Rose.
"Jangan ngerepotin kak Kim Bum, lagian dia juga belum tentu mau."
"Tahu dari mana kalau ini bakal merepotkan dia, hm? Kita juga gak akan tahu respons dia kalau gak dicoba."
"Iya ih, Sso, cuma dia satu-satunya harapan kita. Aku yakin kak Kim Bum bakal dengan senang hati bantuin kita. Lagian nih ya, kalau kita cari orang lain pasti susah dengan waktu semepet ini. Coba dipikirkan baik-baik, Sso. Sebagai ketua kelompok kamu harus ngambil keputusan yang bijak."
Bukannya So Eun tidak ingin mengambil langkah bijak, dia tahu saran kedua temannya memang cukup solutif dan baik. Hanya saja jika Kim Bum orangnya, So Eun takut terjadi kesalahpahaman. Akhir-akhir ini komunikasi mereka cukup intens. Keduanya lumayan sering bertukar pesan dan membahas banyak hal. So Eun hanya takut Kim Bum berpikir bahwa dia memanfaatkan kedekatan mereka untuk masalah seperti ini. So Eun tidak ingin dicap memanfaatkan situasi dan keadaan. Dia juga tidak sedekat itu untuk gamblang meminta tolong ini itu pada Kim Bum. Bagaimana pun pria itu senior yang sangat dihormatinya.