"Serius, hari ini kamu mau bertemu laki-laki itu, Sso?"
"Iya, aku sudah mengatur janji, kami akan bertemu di Sunrise Cafe."
"Wow, itu kan rooftop cafe ekslusif, tempat orang biasanya lamaran. Bener enggak, sih?"
So Eun mengernyit, "Iya gitu?" tanyanya benar-benar nol informasi.
"Makanya gaul sedikit, Sso, sampai tempat kekinian saja kamu tidak tahu. Pokoknya kafe itu recomended sih kalau buat pasangan. Oh my God, aku masih tidak percaya kalau sahabatku yang kolot ini mau kencan, huaaa."
Ina berteriak girang sambil memamerkan senyum kebahagiaan. Begitu So Eun cerita bahwa sore ini dia akan bertemu Kim Bum, Ina langsung mendatangi kediaman kawannya. Dia ingin memastikan So Eun tampil maksimal dan memesona ketika bertemu dengan teman kencannya.
"Jangan berlebihan begitu, Ina, aku hanya bertemu saja bukan berarti kencan."
"Whatever apa namanya, yang penting aku senang kamu sudah menemukan laki-laki yang membuatmu penasaran."
So Eun tersenyum, benar, Ina tidak salah sama sekali. So Eun sudah pernah mengakui bukan kalau dia penasaran pada Kim Bum. Mungkin karena itu pula dia sangat antusias ketika diajak bertemu oleh pria itu.
"Aku positif kalau dia jodohmu, Sso. Cara kalian kenal unik sekali, aku jadi iri."
"Bisa enggak stop ngocehnya? Sekarang tolong bantuin aku pilih baju yang tepat buat nanti malam."
Ina yang awalnya duduk di ranjang langsung berdiri dan berujar, "Siap, Bos! Akan kuubah kamu jadi putri tercantik untuk pangeran impianmu. Uhhh, kenapa jadi aku yang enggak sabar gini, ha ha ha."
***
Anak-anak pecinta alam sedang disibukkan oleh rencana kegiatan pelantikan yang akan dilaksanakan tiga hari lagi. Sehun sebagai ketua organisasi tersebut sudah pasti menjadi penanggung jawab utama sekaligus ujung tombak di balik segala rangkaian kegiatan yang disusun. Banyak hal yang harus dia urus namun pikirannya benae-benar kacau. Bayangan ketika So Eun menolaknya terus berputar dalam benak dan itu membuatnya lelah.
Sedih? Ya, sudah pasti. Siapa yang tidak merasakan hal itu ketika mendapat penolakan telak dari seseorang yang kita cinta. Beruntung tidak ada satu pun yang tahu tentang penolakan itu, kalau ada, ah harga diri Sehun semakin tersakiti. Setidaknya begitulah anggapan Sehun, dia tidak tahu saja bahwa di balik momentum menyakitkan yang dia alami ternyata ada dua gadis yang sudah mengetahui berita tersebut.
"Argh," pekik Sehun saat ia tak sengaja menyenggol gelas yang berisi kopi panas milik temannya.
"Kau tidak apa-apa, Hun?" tanya pemilik kopi.
"Euhh, paketu ada apa nih? Tumben melamun dan gagal fokus terus dari tadi sampai nyenggol kopi panas segala," ujar Beni yang juga ada di ruang rapat itu.
"Aku tidak apa-apa, lanjutkan dulu rapatnya ya, aku mau ke toilet," pamit Sehun begitu saja tanpa mau mendengar respons kawan-kawannya.
Begitu keluar ruangan, Sehun berjalan tegap dan cepat. Dia bahkan mengabaikan sapaan Lisa yang memberikan senyum dan hormatnya pada laki-laki itu. Lisa yang merasa Sehun sedang tidak baik-baik saja lalu berinisiatif mengikutinya. Sampai tibalah mereka rooftop gedung fakultas ekonomi. Sehun bohong ketika mengatakan dia akan ke toilet, laki-laki itu hanya butuh udara segar agar dadanya tak lagi dipenuhi sesak. Laki-laki itu menunduk lama sambil merasakan sapuan angin menyentuh pipinya.
"Kasihan sekali, pasti kak Sehun masih memikirkan penolakan miss So Eun tempo hari," gumam Lisa ikut sedih.
Gadis itu awalnya hanya berniat melihat dari kejauhan dan diam di tempatnya sampai Sehun pergi dari sana. Tapi melihat pria itu sangat terpuruk Lisa jadi tidak tega. Sebuah ide tiba-tiba muncul, gadis itu berlari menjauh dari rooftop untuk membeli sesuatu. Tak berapa lama kemudian dia kembali sambil membawa sebotol minuman dingin. Lisa mengatur napasnya, bersiap untuk menghampiri Sehun di depan sana.