Pangeran Surgaku #1

531 49 12
                                    

Cerita ini sudah tamat, mohon berikan apresiasi berupa like dan komen di setiap part-nya yaaaa. Makasih♡

Ingat, jangan salah lapak. Komenan di sini hanya untuk cerita ini. Kalau mau nagih cerita lain, komen di lapaknya aja yaaa.

***

Terkadang aku lelah dan ingin menyerah, akan tetapi impian dan cintaku dengan tegas mencegahnya. Hidup memang rumit, bagai soal matematika yang sulit dipecahkan. Ada kalanya arus kehidupan, bertolak belakang dengan apa yang kita inginkan. Jika usaha telah di kerahkan, namun perubahan belum juga menampakkan. Maka, berserah adalah satu-satunya jalan. Sepintas aku mengira, jika hidup itu singkat dan sederhana. Kupikir dengan hanya mengikuti alur, hidupku bisa langsung teratur. Nyatanya tidak, banyak rencana yang lambat laun mengabur terbasuh riak takdir yang Maha Pengatur.

Kenyataan yang kujalani tidaklah sesederhana seperti apa yang aku pikirkan. Saat ini aku merasa hidup begitu panjang, jauh dari apa yang terpeta di bayangan. Satu hari yang menurut orang singkat, terasa seratus tahun untukku. Inikah, kehidupan yang sebenarnya? Selama 26 tahun aku bernapas, tidak pernah terpikir sedikit pun kesulitan hidup akan terasa begitu menyiksa. Jauh dari pelukan orang tua, membuatku terhuyung tak berarah. Aku frustrasi. Oh, ternyata begini rasanya, kehilangan tempat bertumpu di saat roda kehidupan berputar sangat kejam. Penyesalan, seakan tiada arti jika kedua nama orang tuamu telah terukir indah di batu nisan.

Aku ingin pulang, ikut menjeda langkah bersama mereka. Tiang ragaku seakan runtuh, semua asa luluh lantah enggan kembali berkisah. Kupikir, aku tidak akan pernah merasakan kehangatan dan belai kasih sayang dari orang yang aku cinta. Namun, dugaanku keliru. Di balik kesedihan, yang meratapi kemalanganku. Tuhan, mengirimnya—sosok pria luar biasa yang sangat sederhana. Aku mendapat banyak pelajaran berharga darinya. Kesabaran, keikhlasan, belajar memupuk kerendahan hati, semua itu dia berikan padaku dengan percuma tanpa mengharapkan imbalan.

Kesederhanaan, menjadi tameng baja hati pria itu untuk terhindar dari godaan keinginan, yang kerap merongrong diri, menggoda hati agar mendapatkan sesuatu yang tidak dapat kita gapai. Dia tidak pernah banyak meminta, cukup satu doa dalam setiap pujanya. Ya, meminta pada Tuhan, agar Yang Maha Pencipta alam itu lebih meluaskan hatinya. Supaya dia dapat dengan lapang menerima segala ketentuan yang digariskan Tuhan dalam kehidupannya. Meski, kebanyakan gurat takdir Sang Penguasa itu cenderung menghakimi dirinya. Tak ada amarah, tak ada dendam, tak ada umpatan. Luar biasa bukan? Jauh berbeda dengan apa yang kulakukan kala itu.

Aku merasa rendah, percikan dosa-dosa meletup—menampakkan diri dalam ingatan. Hidupku ... seratus kali jauh lebih baik darinya. Namun, aku masih sering merasa jika akulah makhluk yang paling menderita. Sujudku padamu, Tuhan. Terima kasih, karena Kau telah mempertemukanku dengan pangeran surga yang teramat sempurna. Jika imbauan-Mu yang menyatakan bahwa jodoh pasti bertemu memang benar adanya. Maka aku akan setia menanti, saat-saat di mana kami bisa berjumpa kembali.

***

—Sejuk dalam Duka—

Tiga tahun lalu ...

Isak tangis seorang gadis menggema, di antara kumpulan orang berbaju hitam juga seragam kepolisian. Gadis itu meraung histeris, menyerukan nama kedua orang tuanya. Ribuan jarum seakan merajam di bagian kepala. Denyut sakitnya benar-benar sangat menyiksa. Gadis itu terlalu hanyut dalam kubangan luka. Ia harus menerima kenyataan pahit jika kedua orang tuanya telah tiada. Suara gadis itu sudah terdengar serak, pandangannya pun terhalau oleh kaca-kaca bening yang melapisi retinanya. Kematian kedua orang tua gadis itu memberikan tamparan keras yang memilukan. Ini tidak boleh terjadi, dia baru saja kembali ke sisi orang tuanya. Lantas mengapa, mengapa kejadian tragis ini harus menimpa keluarganya?

Baru tadi pagi, So Eun berbincang dengan kedua orang tuanya via sambungan telepon. Kedua orang tua So Eun berkata, jika mereka akan segera pulang dan tiba di rumah sebentar lagi. Namun siapa sangka, makna yang terkandung dalam kata 'pulang' dan 'rumah' itu akan berakhir dengan begitu menyesakkan dada seperti ini.

Mini SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang