Cerita ini sudah tamat, mohon berikan apresiasi berupa like dan komen di setiap part-nya yaaaa. Makasih♡
Ingat, jangan salah lapak. Komenan di sini hanya untuk cerita ini. Kalau mau nagih cerita lain, komen di lapaknya aja yaaa.
***—Usai Sebelum Memulai—
Sudah seharian So Eun berkeliling, mendatangi beberapa gedung perusahaan dan mengemis pekerjaan di sana. Namun yang dia dapatkan hanyalah serangkaian penolakan dengan beragam alasan. Ini adalah pengalaman pertama gadis itu mencari pekerjaan dengan perasaan lelah yang tak terperi.
Jika menilik ke belakang, tidak pernah terpikir sebelumnya So Eun akan jadi begitu menyedihkan seperti ini. Satu minggu yang lalu, dia masih seorang mahasiswa S2 universitas ternama di Canada. Dan detik ini, dia sudah bermetamorfosa menjadi orang biasa yang sibuk mencari pekerjaan demi kelangsungan hidupnya. Ini melelahkan, sungguh! So Eun tidak terbiasa dengan semua ini, dia tidak ingin hidup begini. Akan tetapi, tidak mungkin rasanya sepanjang hidup gadis itu terus menumpang hidup di panti asuhan Itaewon.
So Eun mengantungi ijazah S1 dari universitas bergengsi luar negeri. Dia pikir, dengan itu saja dia sudah memiliki modal yang cukup untuk mendapat pekerjaan yang layak. Nyatanya, So Eun saja yang terlalu naif karena berpikir demikian. Bergelar sarjana tidak menjaminnya untuk mendapat pekerjaan dengan mudah. Bahkan setelah seharian gadis itu berjuang di bawah terik matahari yang membakar kulit putinya, usahanya belum membuahkan hasil yang diharapkan. Ditambah lembaran won yang tersisa semakin sedikit.
So Eun tidak mungkin naik taksi untuk pulang, ia juga tidak bisa singgah di rumah makan incarannya, seharian mencari pekerjaan membuat perutnya keroncongan sepanjang jalan. sempat terpikir di benaknya untuk meminta bantuan teman-temannya, barangkali mereka bisa meminjamkan uang atau minimal memberi So Eun makan gratis agar dia tak kelaparan seperti ini. Sayang sungguh sayang, So Eun melupakan satu hal, dia tidak memiliki teman dekat di Korea. Selama ini dia sekolah dan kuliah di luar negeri. terakhir dia berteman dengan orang Korea itu semasa SMP. Sekarang dia sama sekali tidak tahu di mana dan bagaimana kabar teman-temannya. intinya, tidak ada satu pun orang yang bisa dimintai bantuan saat ini. Oh, shit!
"Sialan, kenapa harus patah di saat seperti ini, hah?!" umpat So Eun kesal saat hak sepatunya tiba-tiba patah. Jarak masjid Itaewon masih sekitar 500 meter dari sini, oh haruskah dia berjalan sejauh itu tanpa alas kaki?
Beberapa orang terlihat memandang So Eun dengan tatapan aneh karena ia berjalan tanpa alas kaki. Biarlah orang berkata apa, gadis itu sudah tidak peduli. Meski sejujurnya So Eun sangat malu dan ingin menangis dengan keadaan seperti ini. Permukaan trotoar yang terkena sinar matahari di pertengahan hari, begitu menyiksa telapak kakinya. Perih, panas, pegal semua rasa mengerikan bercampur menjadi satu; membuat amarahnya semakin meningkat saja. Tuhan memang tidak ada, jika ada orang-orang yang berucap jika tuhan mereka akan hadir ketika hambanya kesulitan. Bagi So Eun semua itu hanyalah omong kosong yang tidak berguna.
Lihatlah, jika memang Tuhan itu ada maka Dia tidak akan membiarkan So Eun menderita seorang diri seperti ini. Hidup sebatang karang, tanpa takhta dan harta, semuanya membuat So Eun hampir gila! Kurang lebih 20 menit sudah So Eun berjalan, akhirnya dia tiba di kawasan mesjid Itaewon. Baru saja So Eun ingin membelokkan langkah ke panti namun sedetik kemudian dia mengurungkan niatan itu. So Eun melihat Aliandra sedang berusaha menaiki tangga yang akan membawanya ke teras mesjid besar di sana.
Dengan sisa kekuatan yang masih ada, So Eun langkahkan kakinya mendekat ke arah Aliandra. Gadis itu sedikit berlari untuk menyamakan langkah dengan Aliandra, dan di sinilah dia sekarang. Berjalan di samping pria tampan pengidap tuna netra. So Eun sengaja tidak bersuara dan hanya memandangi Aliandra dalam diam dari samping. Gadis itu bisa bebas memperhatikan ketampanannya, tanpa harus khawatir akan tertangkap basah. So Eun yakin Aliandra tidak menyadari keberadaannya saat ini.