My Cool Boss #4

499 92 28
                                    

Giliran gak ada dicariin, kalau ada dianggurin. Egois ah kalian wkwk. I'm sorry guys, repot bener hidup saya seminggu belakangan. Sudah kubilang, aku bisa saja menyempatkan lanjutin cerita di sela kesibukan asal ada banyak cinta untuk babang Bos dan mbak sekretarisnya. Okelah, enjoy bacanya ya. Jangan tanya kapan dilanjutin, ini tergantung sama kalian loh ya.

***

"Kamu bilang mau makan malam, ngapain kita malah ke toko baju?" protes Kim Bum saat dirinya diseret paksa oleh So Eun memasuki sebuah pusat perbelanjaan yang letaknya tak begitu jauh dari hotel.

"Mampir dulu ke sini sebentar, Bos. Ada sesuatu yang mau aku beli. Abis dari sini kita langsung ke restoran deh. Masih di gedung mall ini kan tempat makannya?"

"Buang-buang waktu, aku sudah lelah."

"Janji enggak bakal lama kok, Bos."

"Kamu pikir aku percaya?" sarkas Kim Bum yang tahu betul bagaimana kebiasaan sekretsrisnya kalau sudah belanja.

Mungkin So Eun bisa menghabiskan waktu berjam-jam. Kenapa Kim Bum bisa tahu? Ya, karena pria itu pernah menemani So Eun belanja waktu di pulau Dewata. Kebetulan waktu itu keduanya ada urusan pekerjaan di sana.

"He he, serius Bos, kali ini enggak akan selama biasanya. Aku cuma mau beli satu jenis barang, enggak macam-macam."

"Aku nunggu di tempat makan saja."

"Tidak boleh! Kita harus bareng-bareng terus. Nanti kalau Bos digoda cabe-cabean Barcelona gimana? Bos kan gampang banget tuh diajak mojok."

"Sembarangan kamu! Aku enggak gitu."

"Iya kalau ada aku enggak, kalau aku enggak ada lain lagi ceritanya."

Kim Bum mengembuskan napas berat. Dia bingung sebenarnya, kenapa sampai detik ini So Eun tidak percaya kalau Kim Bum bukanlah pria berengsek yang suka asal main dengan sembarang perempuan. Semua wanita yang pernah bersama Kim Bum berasal dari keluarga mapan dan latar belakangnya pun bagus. Bukan tipikal perempuan yang menjual dirinya pada laki-laki demi uang.

Mereka mendekati Kim Bum murni karena suka. Dan Kim Bum merespons pun murni karena insting lelakinya saja. Tapi hanya sebatas itu. Dari sekian banyak perempuan yang pernah singgah di kehidupan pria itu, tidak ada satu pun yang ia akui sebagai kekasihnya. Pria itu bisa menjamin bahwa hubungannya dengan para perempuan itu hanya untuk sama-sama senang dengan batasan yang ketat. Jelas Kim Bum yang menetapkan batasan itu.

"Apa aku seberengsek itu di matamu sekretaris Lim?"

"Enggak kok, Bos Kim Bum baik, cuma pemain wanita aja. Makanya mesti dijagain bener-bener biar penyakitnya enggak kumat. Ingat ya, baru tadi sore kita meresmikan masa pendekatan. Jadi Bos jangan macam-macam. Selama pdkt sama aku, Bos enggak boleh lirik wanita lain kecuali Mama Bos tentunya."

Tangan So Eun melingkar nyaman di lengan sang atasan. Sejak mengikrarkan pendekatan tadi sore, gadis itu memang sudah tidak sepenuhnya memandang Kim Bum sebagai atasan. Apalagi saat ini posisinya mereka juga tidak sedang dalam urusan pekerjaan. Jadi tidak masalah jika So Eun bersikap terlampau santai begini. Toh Kim Bum juga tidak yang benar-benar protes. Walau mendumel di beberapa kesempatan, pria itu tetap mengikuti langkah sekretarisnya.

Tiba di toko yang dituju, So Eun langsung mengendurkan gandengannya terhadap Kim Bum. Gadis itu memutuskan untuk masuk ke toko seorang diri tanpa perlu ditemani Bosnya.

"Bos tunggu di sini ya, cuma 10 menit, aku bakal langsung balik lagi ke sini."

"Kamu pikir aku satpam?"

"Hah?"

"Aku tidak mau menunggu di pintu masuk."

"Ih, kenapa? Memangnya Bos tidak akan canggung gitu kalau masuk ke dalam sana? Niat aku baik loh."

Mini SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang