"Bajingan!" maki Kim Bum kontan saja setelah Yisa menutup cerita kelamnya.
Jauh sebelum bertemu Kim Bum, Yisa sudah bertekad untuk mengubur dalam-dalam ingatan buruk itu jauh di dasar bumi. Namun, ketika dia menemukan fakta bahwa Kim Bum tak pernah berhenti mencarinya sejak sepuluh tahun lalu, dengan sendirinya kisah kelam itu terungkap. Yisa bahkan harus menjeda ceritanya beberapa kali karena tak kuasa mengingat malam paling mengerikan dalam hidupnya itu.
"Di mana manusia berengsek itu sekarang, Sso? Aku ingin memberinya pelajaran!"
Yisa menggeleng pelan, dia memang tidak tahu menahu lagi kabar tentang sang bibi dan suaminya. Karena sejak malam itu Yisa memang tidak mau menjalin hubungan dalam bentuk apa pun lagi dengan orang-orang itu. Yisa tidak peduli lagi pada aset orang tuanya. Terserah! Yisa benar-benar tidak sanggup jika harus hidup lebih lama di sarang setan.
Kim Bum menatap nanar ke arah sahabatnya, emosinya benar-benar bergejolak sejak tahu kejadian sebenarnya. So Eun telah melewati banyak ujian sulit dalam hidupnya dan dia sangat tangguh karena masih bisa bertahan sejauh ini. Kim Bum semakin bangga pada gadis itu. Tak bisa dipungkiri bahwa saat ini Kim Bum merasa gadis itu benar-benar cantik, bukan hanya paras melainkan hatinya.
"Lalu bagaimana dengan orang yang menolongmu malam itu, Sso? Apa dia masih ada? Jika ada, dimana tinggalnya sekarang. Aku ingin membalas semua jasanya karen dia telah menyelamatkan dan menjagamu selama ini."
"Orang itu sudah tidak ada, Kim Bum, dia kakek angkatku yang meninggal setahun lalu," jelas Yisa masih menggunakan isyarat.
Operasi pita suara Yisa baru akan dilakukan pekan depan. Mereka sudah mengurus segala persiapannya hanya tinggal menunggu waktu.
Kim Bum bisa melihat perubahan ekspresi Yisa begitu ia membahas tentang sang kakek. Mungkin Kim Bum sudah agak kelewatan hari ini, dia tidak hanya membuat Yisa kembali mengguar luka masa lalunya tapi juga mengingatkan kembali Yisa pada momen perpisahannya dengan sang kakek angkat.
Saat ini mereka sedang ada di balkon, menatap langit cerah yang tak lama lagi akan menampakkan matahari di pusat cakrawala. Sebenarnya tak lama lagi Kim Bum akan pamit, ada pertemuan penting yang harus dihadirinya meskipun ini weekend. Kalau saja yang mengajak bertemu bukan rekan bisnis penting, pasti sudah Kim Bum tolak ajakannya itu.
"Sso, aku benar-benar ingin meminta maaf atas semua keterpurukan yang kamu alami selama aku tidak ada. Aku merasa sangat buruk mendengar semua hal yang terjadi padamu di masa lalu. Rasanya sebagai teman aku begitu tidak berguna untukmu."
"Jangan bicara seperti itu, Kim Bum, ini bukan salahmu. Mungkin memang takdirku saja yang menyedihkan."
"Tidak, mulai saat ini tidak akan ada lagi takdir menyedihkan untukmu, Sso. Yang ada hanyalah kebahagiaan, setiap hela napasmu akan dihiasi oleh hal-hal indah. Aku akan berusaha semampuku untuk membahagiakanmu."
Yisa mengernyitkan kening, dia sedikit terkekeh meski tanpa suara.
"Kenapa kamu harus repot-repot membahagiakanku, Bum?"
"Karena aku ingin melihat kamu bahagia."
Senyum Yisa semakin lebar, "Terima kasih ya, tapi aku ada satu permintaan padamu."
"Apa, katakan apa yang kamu butuhkan?"
"Jangan panggil aku Kim So Eun lagi, nama itu sudah mati. Kamu tidak keberatan, kan?"
Kim Bum mengangguk paham, Yisa pasti sangat trauma karena semua kejadian yang dia miliki. Melepaskan nama Kim So Eun sama dengan berdamai dengan keadaan. Gadis itu ingin memutus tali kesialan yang dijalarkan nama Kim So Eun dalam kehidupannya.